Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

muthialaqilahAvatar border
TS
muthialaqilah
Lisan Lebih Membunuh daripada Rokok.
Lisan Lebih Membunuh daripada Rokok.

Lisan, lidah, ucapan, merupakan kekuatan makhluk sosial untuk dapat berkomunikasi. Tanpa adanya kemampuan untuk berbincang dengan orang lain, pasti akan merasa kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Ada kalanya teman-teman kita yang diberikan keistimewaan untuk diberikan ‘batasan’ terhadap sistem pencecapan mereka adalah orang-orang yang dapat mengendalikan diri terhadap perkataan yang sia-sia. Tuhan memberikan kebaikan disetiap keistimewaan maupun kekurangan. Karena sejatinya, mereka yang tidak banyak bicara adalah mereka yang selamat. Maka dari itu, sebagai manusia yang dibekali kemampuan untuk berbicara dengan lancar, sudah sepatutnya kita dapat menyaring segala kata atau kalimat yang akan kita lontarkan sebagai bahan perbincangan kita kepada orang lain.

“Mulutmu Harimaumu.”


Lisan kita didominasi oleh bencana. Sering tidak disadari, ternyata sebagian dari ucapan yang terlontar dari mulut kita adalah kesalahan terbesar dihidup kita. Hal ini terjadi karena kekeliruan terhadap tujuan hidup (yaitu sebagai manusia yang bermanfaat), kecerobohan akal dalam menafsirkan sesuatu (memikirkan yang tidak-tidak terhadap apa yang dilakukan orang lain), ataupun pola hidup sehat tanpa memakan makanan sampah (berita-berita hoaks, provokatif, maupun gossip).

“Cerminan Akhlak.”


Lisan sangat erat kaitannya dengan kesesuaian antara pemurnian iman dan kesucian hati. Pernah terdengar bahwa lisan seseorang secara tak langsung menunjukkan kadar kebaikan atau amal yang ia bangun semasa hidupnya. Lisan adalah cerminan dari akhlak atau perilaku, jika lisan saja sudah tercemar oleh perkataan kotor, sia-sia, dan menyakiti, akankah orang-orang di sekitar kita menilai akhlak kita adalah akhlak yang mulia?

“Berkata baik atau diam.”


Nah, agan sista. Menjadi manusia yang bermanfaat bagi yang lainnya merupakan tugas yang mulia. Bermanfaat, selain berkontribusi terhadap kegiatan yang memberikan keuntungan bagi orang lain, juga bisa berarti membahagiakan orang lain—tidak membuat mereka bersedih, tersinggung, maupun tersakiti oleh ucapan kita. Jika tutur kata baik, menyenangkan dan penuh dengan kebaikan, maka orang lain pun akan senang untuk dekat dan berbincang dengan kita.

"Lisan Itu Laksana Binatang Buas Yang Apabila Dilepaskan Maka Ia Akan Menggigit." -Ali Bin Abi Thalib.


Untuk menyadari perkataan apa saja yang dapat menjerumuskan kita ke dalam bencana dunia maupun akhirat, kita wajib mencari tahu, bukan tidak mau tahu apalagi pura-pura tidak tahu. Jika sudah tahu bahwa membicarakan aib orang lain itu dosa, maka kita harus menahan mulut kita dari hal tersebut. Entah perkataan kita yang mana, yang telah menyakiti hati orang lain. Kita mungkin jarang menyadarinya, sampai tidak tahu bahwa seseorang yang kita sakiti itu telah menuntut pertanggung jawaban kita di akhirat kelak.

Maka dari itu, sebagai muhasabah diri dan bentuk kewajiban untuk saling mengingatkan, mari kita hindari hal-hal yang berkaitan dengan lisan unfaedah di bawah ini.

1. Body shaming.

Kita pasti sudah sering mendengar istilah body shaming. Body shaming termasuk ke dalam perundungan berbentuk verbal, yaitu merupakan kegiatan mengomentari bentuk fisik orang lain secara negatif. Hal ini dapat membuat korban menjadi malu, minder, bahkan menarik diri dari lingkungan karena merasa kurang percaya diri dengan keadaan atau kondisi tubuh maupun bentuk wajah yang dimilikinya. Body shaming secara tak langsung dapat menyebabkan insecure, yaitu terlalu rendah menilai diri sendiri sehingga merasa tak aman jika berinteraksi dengan orang lain. Selain tidak aman, korban pun akan merasakan ketidaknyamanan dari komentar mengenai bentuk fisik mereka. Stop mempermalukan orang lain, ya!

2. Terlalu kepo dan ikut campur.

Mungkin setidaknya agan dan sista pernah merasakan hal yang satu ini, baik di posisi korban atau justru kita sendiri yang rasa keingintahuannya membuat orang lain jengkel. Sebagai individu yang baik, kita harus bisa memposisikan diri. Apakah kita benar-benar peduli untuk empati, atau hanya sekadar penasaran dan ingin tahu saja sehingga dampaknya akan memperburuk suasana. Contohnya, apabila teman atau kerabat kita tengah dilanda masalah dan itu merupakan sebuah aib dan kekurangan, kita tidak boleh memaksanya untuk bercerita segala hal kepada kita. Jika sudah mencoba untuk bertanya namun ia enggan menceritakan masalahnya, maka hendaknya kita harus mengerti bahwa ia sedang merenungkan segalanya. Kita tidak pernah tahu apakah teman atau kerabat kita itu tengah merasakan krisis kepercayaan, atau merasa malu dengan apa yang menimpa dirinya. Perlu diingat bahwa empati merupakan bentuk kepedulian kita, pengimplementasiannya adalah wujud dari kasih sayang kita. Jika kita tidak dapat membantunya secara langsung, setidaknya tahan mulut kita untuk tidak terlalu berlebihan dalam bertanya dan jika kita sudah tahu inti permasalahannya, janganlah membeberkan aibnya kepada orang lain. Jangan hancurkan kepercayaan orang lain terhadapmu. Gelas yang pecah tidak akan kembali seperti semula.

3. Menceritakan kebahagiaan diri sendiri di hadapan orang yang tengah bersedih.

Pikirkan perasaannya. Kita tidak tahu apa yang sebenarnya tengah menimpanya. Mungkin saja ia sangat terpuruk, namun ia mencoba tegar dengan terus tersenyum di depan kawan-kawannya. Nah, kalau kita sudah tahu bahwa dia tengah dilanda kesedihan, kehilangan, kegagalan, kekecewaan, kita jangan menceritakan kebahagiaan, kesenangan, dan kegembiraan di hadapannya. Kita pasti merasa tidak enak ketika kita dilanda suatu perkara, namun teman kita seolah-olah tidak menjaga perasaan kita dengan cerita mengenai hal-hal bahagia yang menimpanya. Sekali lagi, tidak enak.

“Jangan membicarakan hartamu di hadapan orang miskin. Jangan bicara kesehatanmu di hadapan orang sakit. Jangan bicarakan kekuatanmu di hadapan orang yang lemah. Jangan bicara kebahagiaanmu di hadapan orang yang sedih. Jangan bicara kebebasanmu di hadapan orang yang terpenjara. Jangan bicara tentang anakmu di hadapan orang yang tidak mempunyai anak. Jangan membicarakan orang tuamu di hadapan anak-anak yatim.” –Ali bin Abi Thalib.



4. Nyinyir dan julid tidak pada tempatnya.

Usahakan tidak terlalu ember terhadap apa yang dilakukan orang lain. Tidak ada manusia yang luput dari kesalahan. Fokuskan kepada seribu kebaikannya, jangan melulu mengumbar-umbar satu kesalahan kecilnya. Tak ada manusia yang sempurna. Usahakan berkaca terlebih dahulu sebelum menilai orang lain secara gamblang. Nyinyiranmu tak berfaedah untuk dirimu sendiri, tapi bisa jadi akan sebagai pelecut semangat bagi yang mendengar nyinyiran itu. Ingatlah keajaiban Tuhan bahwa di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin. Bahkan seorang yang memiliki masa lalu teramat buruk pun bisa menjadi seorang yang paling disanjung di masa depan. Don’t judge a book by its cover. Jangan dahulu menghakimi. Jika ia tidak seperti yang kita kira, malunya kita tak akan pernah terkira!

5. Membanding-bandingan yang satu dengan yang lainnya.

Dear, agan sista, kita semua. Setiap orang itu berbeda-beda, mereka tak sama. Setiap individu itu tak sama, mereka berbeda. Maka jangan samakan antara satu dan yang lainnya, terimalah perbedaan itu. Sifat, hobi, cita-cita, nilai rapor, kemampuan, latar belakang, bahkan garis tangan setiap orang tak ada yang persis seiras dan serasi. Dibanding-bandingkan memanglah menyakitkan. Jika tidak ingin dibanding-bandingkan, maka janganlah membanding-bandingan.

6. Berbangga diri.

Tak dapat dipungkiri bahwa orang-orang yang senang pamer, berlebihan dalam menyikapi rezeki dari Tuhan, dan berbangga terhadap amal perbuatan, akan mendapatkan penilaian yang buruk dari masyarakat. Ia akan dicap sombong dan tinggi hati. Seperti yang dikatakan Sayyidina Ali tadi, janganlah membicarakan kekayaan di hadapan orang yang miskin. Atau, jangan membicarakan rezeki yang didapatkan di hadapan orang yang tengah masih mengais rezekinya. Selain membuat jengkel orang yang mendengarnya, hal ini pun dapat menyebabkan orang lain sakit hati.

7. Menyindir dan mengulang-ngulang kesahalan orang lain.

Pada intinya, orang yang jelas bersalah tidak perlu memperlihatkan secara vulgar taubatnya kepada kita. Biarkan Tuhan mengampuni kesalahannya, tugas kita hanyalah mendoakan semoga ia dapat lebih baik dari sebelumnya. Sejak dulu kita selalu memandangnya sebagai pendosa dan pembuat kesalahan. Tapi kita tidak pernah sadar bahwa selama ini kitalah si pendosa itu. Kenapa? Karena kita terlalu menyikapi dan memerhatikan sedetail apa pun kesalahan orang lain tanpa memikirkan kejelekan diri sendiri. Jika kita berniat untuk megingatkan dan menyadarkannya, janganlah menyindirnya dengan kata-kata pedas. Jangan pula mengingatkannya di depan khalayak. Nasehatilah secara empat mata, jika tidak begitu maka sama saj akau telah menghinanya. Dan apabila ia telah bertaubat, lambat laun perilakunya akan berubah menjadi lebih baik. Jangan mengulang-ngulang kesalahan orang lain, ya!

8. Mengkritik untuk merendahkan sebuah karya atau usaha.

Istilahnya, orang sudah capek-capek, meluangkan separuh waktu luangnya, mengeluarkan keringat dan tenaganya, mengorbankan materinya, namun sama kita tidak diberikan apresasi yang membuatnya senang. Malah merendahkan apalagi sampai membuatnya menangis. Kita mungkin tahu, bahwa mental yang kuat itu dimiliki oleh mereka yang lebih terpacu motivasinya ketika mendengar kritikan pedas dari orang lain? Tapi, apakah bisa kita menjamin setiap orang itu memiliki perisai diri sekuat baja? Tidak sedikit mereka yang tidak bisa disentak dan mengeluarkan air mata begitu saja. Bukan karena mereka lemah. Hanya saja, hati mereka lebih berperasaan. Lisan yang buruk tidak memandang apakah orang itu bermental kuat atau tidak, baperan atau tidak. Sakit hati karena ucapan tidak memandang bulu.

9. Memotong pembicaraan dan mengajak berdebat.

Seseorang yang sering memotong pembicaraan orang lain akan menjengkelkan, sejengkel-jengkelnya. Selain tidak bertata krama, orang yang sering melakukan hal ini dinilai sebagai orang yang egois. Karena ia tidak mau mendegarkan segala hal yang orang lain kemukakan. Ia hanya mementingkan kepentingan diri sendiri. Tidak mau tahu, ucapannya harus di dengar. Begitu pun dengan orang yang (secara tidak langsung ataupun dengan sengaja) mengajak berdebat rekan ngobrolnya. Percakapan yang menimbulkan perdebatan sehingga terjadi benturan emosional antara satu dan yang lainnya, biasanya terdapat unsur diskusi dan saling membagi ide. Namun, tak jarang pula ada orang yang merasa pintar hingga akhirnya memanas-manasi orang lain untuk beradu argumen dengannya. Jangan sampai kita termasuk orang-orang yang bertanya hanya untuk menguji pengetahuan orang lain. Perilaku ini sangat tidak pantas bagi seseorang yang benar-benar berilmu.

10. Mengucapkan perkataan yang sia-sia.

Ghibah adalah membicarakan orang lain meskipun hal yang disampaikan itu benar adanya. Sedangkan fitnah adalah membicarakan hal yang mengada-ngada dan sifatnya merendahkan derajat orang lain. Berdusta berarti mengotori kepercayaan orang lain, menghinakan martabat sendiri, mengundang ketidaktenangan dalam jiwa, dan merusak batin serta lisan. Dan masih banyak lagi perkataan yang sia-sia seperti berkata kasar, kotor dan tidak pantas. Kita semua tahu bahwa segala hal yang ada dikehidupan kita kelak akan dipertanggungjawabkan. Tak terlewat sedikit pun. Termasuk setiap huruf yang kita lontarkan dalam kehidupan sehari-hari. Kembali lagi, jangan membicarakan orang lain jika kita tidak ingin dibicarakan seperti itu. Jangan memfitnah orang lain jika kita tidak ingin difitnah secara keji. Dan jangan membohongi apabila tidak ingin ditipu. Kelak segala yang kita perbuat akan kembali lagi kepada kita. Rasa sakit hatinya, bahkan pembelajarannya.

Pesan Soal Lisan Dalam Kias Yang Jelas.


Perilaku terbodoh adalah ketika lisanmu secara tak sadar telah menusuk hati dan perasaan orang lain, tetapi masih hidup tenang seolah-olah apa yang diucapkannya bukanlah suatu perbuatan yang dzalim. Padahal dia telah diadukan kepada Tuhan oleh orang yang telah disakitinya dengan luluh lantah, malaikat telah mencatatnya, waktu akan menjadi saksi di akhirat nanti, setan bahagia atas ketergelincirannya, pahalanya sirna dan ia telah tercatat sebagai orang yang telah menghina dirinya sendiri dan termasuk orang yang dzalim.


Maukah kau melihatnya tersakiti karena lisan?
Maukah kau melihatnya semakin bersedih atas kondisi yang telah menimpanya?
Kukira kau masih memiliki hati untuk tidak menyakiti.
Ayolah.. hapus adabmu yang kurang baik itu..
Kau pun tak mau, 'kan diperlakukan seperti itu? Maka jangan seperti itu.
Apa yang kau tanam, itu yang kau tuai.
Perilakumu yang dulu, adalah balasan yang terjadi hari ini. Perilakumu hari ini, akan mendapatkan balasan di hari nanti.
Berpikirlah bahwa hal itu hanya akan menjerumuskanmu kepada kedzaliman..
Berhentilah terlalu banyak berkomentar..
Tutup mulutmu, maka lidahmu akan selamat.
Amalmu akan menetap jika kau mampu mengendalikan hal-hal yang dapat menghapusnya.
Tolong, pikirkan dulu bagaimana jika kau berada di posisinya...
Jangan asal bicara...
Jangan asal berucap..
Jangan asal berkata...
Kau mungkin tahu bahwa apa yang kau lakukan hari ini akan dibalas oleh Tuhan suatu hari nanti.
Jika kau bertobat hari ini, maka Tuhan akan langsung mengampunimu.
Jika kau meminta maaf kepada saudaramu, mungkin ia memang memaafkannya.
Tapi ingat satu hal :
IA TAK AKAN MELUPAKANNYA.


Dari ane sendiri, semoga kita semua dapat mengamalkan motto hidup, “Say good or silent.” Berkata yang baik-baik atau diam. Lebih baik diam, daripada berkata yang tidak baik. Manfaat dan dampak positif dari mengurangi bicara akan sangat berpengaruh bagi keselamatan hidup kita di dunia maupun di akhirat.

Terima kasih sudah mau mampir dihalaman ini, ya gansis! Semoga bermanfaat.
lina.wh
NadarNadz
nona212
nona212 dan 6 lainnya memberi reputasi
7
545
17
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan