- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Ma'ruf, Konflik India, dan Delusi Toleransi di Indonesia


TS
gabener.edan
Ma'ruf, Konflik India, dan Delusi Toleransi di Indonesia

Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Presiden Ma'ruf Amin meminta India mencontoh kehidupan beragama di Indonesia yang mengedepankan toleransi antarsesama pemeluk agama. Ia menyebut masyarakat Indonesia telah bersikap moderat dalam menjalankan ajaran agama.
Pernyataan Ma'ruf soal toleransi maupun moderasi beragama di Indonesia dinilai masih sebatas ilusi. Mengingat kasus intoleransi beragama masih terjadi dalam beberapa tahun ke belakang.
Beberapa contoh kasus yang dianggap sejumlah aktivis sebagai intoleransi, antara lain perusakan musala di Minahasa Utara, Sulawesi Utara; penolakan renovasi gereja Katolik Santo Joseph di Tanjung Balai, Karimun, Kepulauan Riau.
Kemudian penolakan kegiatan Ahmadiyah di Depok, Jawa Barat; hingga protes pembangunan Baptis Indonesia (GBI) Tlogosari, Semarang, Jawa Tengah. Kasus-kasus tersebut adalah bagian dari puncak gunung es intoleransi di Tanah Air.
Sementara masalah lainnya yang belum kunjung selesai antara lain pembangunan Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin Bogor dan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Filadelfia Bekasi. Lebih dari delapan tahun belum ada solusi dari pemerintah atas penolakan pembangunan dua rumah ibadah itu.
Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos menganggap Ma'ruf terlalu berlebihan mencontohkan Indonesia untuk memberi saran ke India.
Bonar juga menyinggung andil Ma'ruf saat Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok melakukan penistaan agama dan menghina ulama terkait dengan pernyataannya soal surat Al Maidah ayat 51.
Ketika itu Ma'ruf adalah ketua MUI. Mantan Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu juga yang menyampaikan bahwa Ahok telah menista dan menghina ulama. Pernyataan serupa juga disampaikan Ma'ruf saat menjadi saksi dalam persidangan Ahok.
"Sekarang dia jadi wapres (wakil presiden) mencoba memperlihatkan bahwa kita jauh lebih baik dari India. Tidak juga," kata Bonar kepada CNNIndonesia.com akhir pekan lalu.
Bonar mengingatkan masalah di India lebih kompleks. Menurutnya, ada dua perbedaan mendasar antara Indonesia dengan India. Pertama, terdapat sistem kasta dalam umat Hindu di India. Kedua, kelompok Hindu nasionalis atau garis keras yang sedang berkuasa saat ini.

"Indonesia tidak ada sistem kasta, kemudian kelompok garis keras, anggaplah yang mayoritas Islam, itu tidak berkuasa," ujarnya.
Di Indonesia sendiri, Bonar menyebut tak banyak perubahan terkait masalah intoleransi dalam beberapa tahun terakhir. Menurutnya, pandangan konservatif yang kurang menghargai perbedaan juga masih menguat.
Ia menyatakan intoleransi yang terjadi di RI pun tak hanya terjadi dalam masalah beragama maupun berkeyakinan. Kondisi ini, kata Bonar, tak terlepas dari kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang memprioritaskan pembangunan ekonomi.
Bonar meminta Jokowi-Ma'ruf mengambil tindakan nyata untuk menghilangkan intoleransi di tengah perbedaan agama, kepercayaan, suku, ras, atau antargolongan.
Menurutnya, beberapa tindakan nyata yang bisa diambil pemerintah adalah mencabut surat keputusan bersama (SKB) menteri agama dan menteri dalam negeri tentang pendirian rumah ibadah. Kemudian juga mencabut SKB menteri terkait larangan Ahmadiyah serta Gafatar yang mendiskriminasi, hingga menghapus pasal penodaan agama.
"Jangan seperti kemarin, ide tentang terowongan silaturahmi, itu kan hanya bermain di tingkat simbol, bermain di tingkat retorika, tetapi tidak ada tindakan konkret," kata Bonar.
Diketahui beberapa waktu lalu, Jokowi mendukung rencana pembangunan terowongan yang menghubungkan Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral. Ia menyebut pembangunan terowongan ini merupakan simbol silaturahmi bagi masing-masing rumah ibadah.
Jokowi memberikan istilah 'terowongan silaturahmi' atas rencana pembangunan tersebut.
Pastikan Hak Beragama
Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menilai Ma'ruf tidak mendapatkan data yang benar tentang kondisi Hak Asasi Manusia (HAM), termasuk masalah kebebasan beragama di Indonesia.
Isnur menyebut terdapat tiga indikator yang menjelaskan bahwa kondisi Indonesia tidak lebih baik dari India.
Indikator pertama, kata Isnur, merujuk hasil Tinjauan Berkala Universal (UPR) yang dibuat oleh Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Isnur menyebut banyak catatan negatif bagi Indonesia dalam UPR tersebut. UPR dibuat dalam kurun waktu empat tahun sekali.
Mengutip laporan Human Rights Working Group (HRWG), rekomendasi yang diberikan sejumlah negara kepada Indonesia terus meningkat dalam setiap hasil laporan UPR.
Periode pertama pada 2008, Indonesia mendapat 10 rekomendasi dari 43 negara. Periode kedua pada 2012, rekomendasi meningkat menjadi 180 (150 diterima dan 30 dicatat) berasal dari 74 negara.
Kemudian periode ketiga atau yang terbaru pada 2017, Indonesia mendapat 225 rekomendasi dengan rincian 167 diterima dan 58 dicatat dari 101 negara. Dari 225 rekomendasi itu, masalah kebebasan beragama mendapat 21 rekomendasi dari negara anggota PBB.
"Indikator kedua, pengakuan presiden sendiri dalam Nawacita-nya yang mengakui bahwa negara tidak hadir, dan tidak melindungi warganya secara maksimal," kata Isnur kepada CNNIndonesia.com.
https://m.cnnindonesia.com/nasional/...i-di-indonesia
Sebagai kaum muslim...
Ane sebenarnya miris dan terhina melihat kelakuan beberapa kelompok orang yg menjual agama ane demi menutupi kelakuan barbarnya.
Siapa yang salah...?
Jelas pemerintah dari pusat hingga ke daerah yang sangat tidak mampu atau memang berkeinginan kasus intoleransi berkembang biak.
Belum ada korban jiwa masih aman....?
Jangan menganggap harus ada kematian baru di seriuskan.
Jangan menganggap sepele hal2 kecil tapi sering terjadi.
Mereka akan semakin membesar laksana api yang membakar ranting dan jerami kering yang banyak bertebaran di banyak wilayah.
Presiden harus membuat keputusan final atas maraknya kasus intoleransi.
Pemimpin daerah harus melindungi warganya tanpa membedakan SARA.
Apalagi karena unsur cari suara membiarkan ketidakadilan didepan mata.
Kalau itu yg jadi perhitungan terpaksa ane anggap pemimpin tersebut bagian penting dari kasus intoleransi.
Aparat hukum sedikit ane pinggirkan karena tanpa ketegasan presiden dan pemimpin daerahnya maka aparat hukum sulit di andalkan.
Jadikan kasus suriah jadi contoh nyata.
Intoleransi disana pun pasti terjadi.
Padahal satu agama tapi beda golongan.
Intoleransi bukan hanya bermakna karena beda agama tapi beda golongan pun bisa terjadi.
Ketika pemerintahnya lambat memadamkan.
Niscaya negara ini bakal mengalami nasib seperti negara suriah.
Sekali lagi ane tegaskan jangan pernah menyepelekan suatu urusan karena dari hal kecil tersebut bisa jadi membesar membakar dan merugikan diri sendiri.



Diubah oleh gabener.edan 09-03-2020 04:33






4iinch dan 15 lainnya memberi reputasi
16
3.2K
50


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan