Kaskus

Story

Pengaturan

Mode Malambeta
Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

ReniHujan17Avatar border
TS
ReniHujan17
Sundulan Sang Penyerang
Assalammualaikum

Salam olahraga, Gan!

Di sini ada Milanisti, gak? Kali ini aku buat kisah fiksi tentang pertandingan sepak bola. Tentu saja sebagai mantan milanisti, karena sekarang udah jadi emak-emak jadi gak nonton bola lagi, aku bikin cerita tentang klub AC Milan.

Tokoh utamanya siapa? Pippo Inzaghi, dong. Idolaku yang paling ganteng 😂
Nama dan tempat disamarkan, Gan.

Semoga terhibur ya, Gan.

Sundulan Sang Penyerang


"Sepa!!! Fokus, ayo fokus!"

Pak Ansloti berdiri di pinggir lapangan. Kedua telapak tangan didekatkan ke bibirnya. Arahan mulai difokuskan ke Sepa, strikertunggal untuk pertandingan final Liga Cempen malam ini.

Aku yang duduk di bangku cadangan mulai gelisah. Telapak kaki yang terbungkus sepatu berlabel Punah ini tak hentinya kuketukkan ke tanah yang berhias rumput sintetis dengan kualitas terbaik dunia.

Hingga menit keenam puluh, Pak Ansloti masih belum juga memintaku untuk melakukan pemanasan. Stok striker cadangan untuk laga final tersisa diriku. Anto masih belum pulih dari cedera di semifinal lalu.

Kulihat Sepa mulai berkurang staminanya. Bagaimana tidak, pertandingan di liga domestik dua hari yang lalu begitu berat, melawan musuh bebuyutan Yupencus. Dia berjuang di lini depan seorang diri. Aku tidak bisa turun, karena kartu merah yang kuterima dua pekan yang lalu pada pertandingan melawan klub satu kota, Kindermulan. Apalagi kalau bukan aksi divingku di kotak penalti. Mungkin, Pak Ansloti masih geram padaku.

Kebiasaan yang menurut orang buruk dan sering merugikan timku. Namun, terkadang aksi divingku memberi kejutan yang membawa kemenangan. Seperti laga semifinal Liga Cempen kemarin, berkat aksi tersebut di dalam kotak penalti, wasit menghadiahi tendangan pinalti untuk Esimulan--timku. Koko yang ditunjuk sebagai eksekutor, berhasil dengan mulus mengecoh konsentrasi penjaga gawang Tim Selsi. Esimulan akhirnya lolos ke final dan bertemu Laperpul, pertandingan yang sekarang sedang berlangsung.

'Ah, tak salah memang jika pengamat bola memberiku julukan king of diving.'

"Pipo ...! Ngelamun aja dari tadi. Kita lagi tegang,nih. Cepat pemanasan! Dua menit lagi gantikan Sepa."

Wajah Pak Ansloti hanya berjarak satu jengkal saja dari hidung mancungku. Aku segera sadar dari lamunan. Jangan sampai kumis keramat Pak Ansloti yang menyadarkanku. Itu lebih horor dari cedera yang dialami pemain bola.

Aku segera melakukan pemanasan. Berlari pelan di pinggir lapangan dan meregangkan otot kaki dengan cara merentangkan kaki kanan dan kiri bergantian sambil berjongkok. Tepat menit keenam puluh tujuh, aku masuk menggantikan Sepa yang terlihat sangat tak bertenaga.

Kuambil posisi paling depan. Bola ada di tangan Didi--kiper timku. Aku harus berhati-hati dengan langkah yang kuambil, jangan sampai diri ini masuk jebakan offside Laperpul.

Bola mulai bergulir ke arah gawang Laperpul. Aku menunggu umpan dari Koko yang berlari membawa bola dengan kakinya di pinggir lapangan sebelah kanan. Midfielder andalan Esimulan itu dihadang oleh tiga pemain belakang lawan.

Bagus, hanya satu pemain belakang yang ada di dekatku.

"Koko!" Aku berteriak agar Koko mengerti posisiku.

Pemain belakang lawan yang tadi menghadangku mulai ikut membantu temannya membuyarkan konsentrasi Koko.

Aku sendirian!

Kuperhatikan lagi posisi agar tidak sampai mendahului pemain belakang lawan. Bola mulai melambung ke arahku. Sudah kusiapkan dada untuk menghentikan lambungan bola.

Tinggal sedikit lagi bola mengenai dadaku. Aku siap melompat.


Aku tersungkur. Bola diambil alih oleh pemain lawan. Beruntung, kakinya tidak menendang kepalaku. Dia melenggang seorang diri dengan gesitnya. Menggiring bola menuju gawang Esimulan. Pemain belakang tim kami mulai kewalahan karena banyak yang maju ke depan membantu Koko tadi.

Pemain lawan yang membawa bola hanya berhadapan dengan Didi di luar kotak pinalti. Bola mulai ditendang dengan kekutan penuh, terlihat dari kecepatan bola melayang di udara dengan sangat cepat.

Bola mengenai tiang gawang. Gatu--pemain sayap Esimulan--menyundul bola dan memantulkannya ke arahku yang berdiri di tengah lapangan.

Kuhentikan bola dengan dada dan mulai kugiring menuju gawang lawan. Dua pemain lawan yang mengejarku sudah mulai mendekat. Kulihat Koko berlari di sisi kiri lapangan. Dia sendirian, tidak ada pemain lawan yang menjaganya.

Kuoper bola ke arah Koko. Dia dengan mudah menangkap bola dengan kaki kanannya. Bola terus digiringnya mendekati gawang. Pemain lawan mulai berlari menghadang gerakan Koko.

"Koko, aku di sini!" teriakku seraya melambaikan tangan. Koko melihat ke arahku sekilas. Aku berada di posisi strategis, sisi gawang sebelah kanan.

Kosong! tidak ada pemain lawan yang menjagaku.

"Koko!"

Koko mulai terlihat mengayunkan kaki kirinya untuk menendang.

Bola dengan mudah ditangkap kiper lawan. Aku menghela napas pelan. Seandainya tadi bola di-oper ke arahku, mungkin sekarang sudah jadi gol.

"Koko! Jangan egois, lihat Pipo!"

Terdengar teriakan Pak Ansloti yang terlihat semakin gelisah. Bagaimana tidak, hingga menit ke delapan puluh skor masih telur utuh untuk kedua tim yang berlaga.

Pak Ansloti sedang menjadi buah bibir di Ihtalu--negara kami--karena bisa membawa masuk dalah satu klub di Ihtalu ke final Liga Cempen setelah masa paceklik gelar internasional. Beban berat untuk membawa pulang tropi Liga Cempen tentu saja saat ini mengarah kepada beliau.

Bola masih dikuasai pemain lawan. Didi terlihat bekerja ekstra. Memberi instruksi kepada rekan-rekan kami agar tidak terkecoh permainan lawan yang mulai tampil menyerang.

Aku berjaga di bagian belakang tim lawan yang hampir semuanya berada di luar kotak penalti Esimulan, tentu saja selain penjaga gawangnya.

Perebutan bola mulai memanas. Gatu yang emosinya sulit dikontrol menendang tulang kering pemain lawan. Tepat di dalam kotak penalti Esimulan!

Kartu merah segera diberikan kepada Gatu. Dia berjalan ke luar lapangan dengan wajah tertunduk. Kulihat Malih--kapten Esimulan--merangkul Gatu. Bibir Malih didekatkan ke telinga pemain sayap kami itu. Namun, Gatu segera melepas tangan sang kapten dan terus berjalan dengan wajah tertunduk.

Kuamati pemain lawan yang mendapat tendangan Gatu mulai bangkit. Jalannya seperti tidak terjadi apa-apa.

Pikiranku mulai menerka tentang hal yang baru saja terjadi. Pantas saja jika Gatu terlihat emosi.

Esimulan hanya bermain dengan sepuluh pemain. Sungguh ini final terberat yang tim kami alami. Pak Ansloti sepertinya sudah pasrah dengan hasil akhir. Beliau duduk di pojokan bangku cadangan. Dasi hitam yang menggantung di leher sudah mulai di renggangkan. Jas hitam juga sudah tidak tampak membalut tubuh tambun laki-laki berusia setengah abad tersebut. Jika sampai Esimulan kalah, kurasa beliau adalah orang pertama yang akan dihujat oleh publik Ihtalu. Tidak menutup kemungkinan pihak manajemen Esimulan juga akan melengserkan Pak Ansloti dari kursi pelatih. Sungguh, beban terberat itu ada di pundak pelatih.

Tepat pada menit kedelapan puluh lima, bola diletakkan dititik penalti. Eksekutor dari Laperpul sudah bersiap menendang bola.

Didi mulai memasang badan. Kedua tangan pun sudah siap menghadang bola. Konsentrasi Didi sepertinya sudah terfokus.

Priiitttt! Peluit wasit mulai terdengar. Sang eksekutor dari tim lawan bersiap menendang .

Bola melayang ke sisi kanan Didi. Kiper bertubuh jangkung itu terlihat mencondongkan tubuhnya.

Didi meninju bola ke arah kanan gawang. Tubuhnya terpelanting ke tanah.

Bola membentur tiang gawang. Pemain lawan mengejar benda berbentuk bulat tersebut. Didi segera bangkit. Disundulnya bola oleh kepala tanpa sehelai rambut satu pun itu, tepat ketika pemain lawan sudah berada dihadapannya.

Kepala Didi dan pemain lawan saling berbenturan. Aku mendekat ke arah penjaga gawang timku itu. Didi tampak kesakitan. Dipeganginya kepala sambil berguling di atas rumput. Begitu juga dengan sang lawan. Tampaknya benturan tadi sangatlah keras.

Wasit menghentikan sementara jalannya pertandingan tepat di menit kesembilan puluh. Didi akhirnya dibawa tim medis keluar lapangan. Kondisinya sudah tidak bisa dipaksa untuk melanjutkan pertandingan.

Pak Ansloti terlihat berdiskusi dengan asisten pelatih dan juga wasit. Esimulan tinggal sembilan pemain. Ini sungguh berat. Laga final yang penuh drama.

Nastan, pemain belakang Esimulan yang paling jangkung ditunjuk oleh pelatih untuk menggantikan Didi. Mau bagaimana lagi, stock kiper sedang tidak ada. Abbi--kiper kedua--belum pulih dari cedera yang berkepanjangan. Sedangkan Firso--kiper ketiga--tidak bisa didaftarkan ke Liga Cempen karena masalah administrasi. Posisi Nastan di _bek_ belakang akhirnya digantikan oleh Sidu .

Pada menit kesembilan puluh lima, pertandingan dimulai kembali dengan perpanjangan waktu lima menit. Waktu yang sangat pendek untuk menghasilkan satu gol.

"All is well!" teriakku seraya menggiring bola ke arah gawang lawan. Namun, belum sampai di kotak lawan, bola berhasil direbut dari kakiku.

Olen--penyerang Laperpul--dengan gesit menggiring bola ke arah Nastan setelah mendapat umpan dari Geri--Pemain tengah Leperpul.

Esimulan mencoba menghadang Olen. Namun, pemain bertubuh mungil untuk ukuran pemain bola tersebut begitu lincah melewati para pemain belakang.

Olen sudah berada di luar kotak penalti. Kakinya diayunkan ke arah gawang Esimulan. Nastan terlihat fokus mengamati gerik Olen.

Nastan terpelanting ke tanah dengan mendekap si kulit bundar tersebut.

Gawang Esimulan terselamatkan!

Waktu permainan tinggal dua menit lagi. Aku sudah berjaga di depan pemain belakang lawan. Sekali lagi, aku harus menahan diri untuk tidak terjebak offside.

Tendangan Nastan dari arah gawang sepertinya sangat kuat. Terlihat dari lambungan bola yang melebihi separuh lapangan lawan.

Bola menuju ke arahku!

Aku mundur untuk bisa menguasainya. Dada kubusungkan. Bola jatuh tepat di dada dan beralih ke kakiku.

Aku dikepung oleh dua pemain lawan. Kukeluarkan jurus dribbling bola menggunakan kaki sambil mengamati sekitar. Kutendang bola ke belakang.

Tepat sasaran!

Bola berada di kaki Koko. Aku segera berlari ke depan gawang.

Koko mulai diapit oleh pemain lawan, bukan dua tetapi tiga!

Sepertinya Koko tidak bisa banyak bergerak. Bola menggelinding ke arah Malih yang berada di luar kotak pinalti.

Dia sendirian! Pihak lawan sepertinya terlalu fokus dengaku dan juga Koko.

Malih segera menendang bola ke arah gawang Laperpul.

Aku menyundul bola yang melambung tinggi di atas kepalaku.

Bola membentur sisi kiri gawang.

Aku memperhatikan dengan seksama si kulit bundar tersebut.

"Goooolll!!!" teriakku sekuat tenaga.

Aku berlari ke arah penonton sambil membuka _jersey_. Kupamerkan tulisan yang tercetak di kaos bagian dalam.

Buat Reni Hujan di Indonesia, gol ini untukmu.

Setelah beberapa detik melakukan selebrasi, permainan dilanjutkan. Esimulan yang mendapatkan bola, memainkannya pelan.

Priiit ... priiit ...priiit!

Peluit tanda pertandingan berakhir telah dibunyikan. Esimulan akhirnya meraih gelar juara Liga Cempen denga hasil akhir satu kosong.

Selesai

Sundulan Sang Penyerang


Gimana, Gan? Seru ,'kan? 😁😁
Terima kasih sudah mampir baca 🙏

Malang, 4 Maret 2020

Sumber Gambar : 1, [URL=https://S E N S O R@kurniaadiguna/mencari-inspirasi-dari-keberuntungan-seorang-filippo-inzaghi-574424696788]2[/URL]
nurulnadlifa
NadarNadz
nona212
nona212 dan 11 lainnya memberi reputasi
12
1.3K
15
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan