Quote:
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah buka suara terkait latar belakang pemerintah membentuk Rancangan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja. Perluasan lapangan kerja jadi salah satu pertimbangan pemerintah di tengah tingginya angka pengangguran di Indonesia dan tingkat produktivitas yang belum maksimal.
Hal ini disampaikan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dalam kunjungannya ke Gedung Trans Media, Jakarta, Jumat (21/2/2020). Ida menerangkan, tak mudah memperluas lapangan pekerjaan, karena ada beberapa masalah yang ditemukan di lapangan. Salah satunya keluhan-keluhan pengusaha terhadap berusaha di Indonesia.
"Tingkat pengangguran kita tinggi, belum lagi angkatan kerja 2,5 juta, maka kita harus memperluas lapangan kerja," kata Ida Fauziyah.
Latar belakang pentingnya UU Cipta Kerja, lanjut dia, pertama, terlihat dari data Bank Dunia yang menyebutkan pemerintahan Presiden Jokowi termasuk cukup progresif dalam mereformasi kebijakan untuk memperluas lapangan kerja, namun kebijakan ini belum mampu mengangkat peringkat kemudahan bisnis di Indonesia (ease of doing business/EoDB) alias masih stagnan. Saat ini, peringkat EoDB Indonesia berada di peringkat 73 dari 190 negara.
Selanjutnya, Japan External Trade Organization (JETRO) dalam rilis terbarunya menyatakan, sebanyak 55,8% perusahaan yang disurvei menyatakan ketidakpuasannya terhadap produktivitas tenaga kerja Indonesia bila dibandingkan dengan upah minimum yang dibayarkan.
"Ternyata ketidakpuasan perusahaan Jepang di Indonesia itu paling tinggi di Asia Tenggara. 55,8% tidak puas. Sementara, itu rata-rata Asia Tenggara 30,6%. Kamboja itu masih lebih bagus 54%. Jadi kita masih lebih tinggi ketidakpuasannya dibandingkan Kamboja. Itu yang terjadi," kata Ida menerangkan.
Apa pasal yang menyebabkan ketidakpuasan itu? Salah satunya adalah dari sisi regulasi ketenagakerjaan yang rumit.
Ida juga menyebut, survei LPEM Universitas Indonesia yang menyatakan upah minimum provinsi yang terus meningkat dapat mengancam pengurangan tenaga kerja.
"Kenaikan upah minimum kita saya ambil contoh manufaktur 2015-2019, kenaikannya mencapai 98 dolar AS. Vietnam itu 51 dolar AS. Tetapi produktivitas kita itu 74,4% sementara Vietnam 80%. Jadi upahnya tinggi tapi produktivitasnya rendah. Itu yang mengapa kemudian ease of doing business kita itu rankingnya stagnan," tegasnya.
https://www.cnbcindonesia.com/news/2...ertinggi-asean
Kata kunci regulasi, upah, dan produktivitas