Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

ZenMan1Avatar border
TS
ZenMan1
Suram, Awas Pertumbuhan Ekonomi RI Bisa di Bawah 5%
Suram, Awas Pertumbuhan Ekonomi RI Bisa di Bawah 5%

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China mereda, kini giliran virus corona yang buat prospek ekonomi global kembali suram. Awas yang begini bisa bikin ekonomi dalam negeri makin nyungsep.

Dunia dihebohkan dengan wabah pneumonia yang diakibatkan oleh virus corona jenis baru. Virus yang dinamai WHO COVID-19 ini telah merenggut nyawa ribuan orang. Berdasarkan data terbaru John Hopkins CSSE, sudah ada 64.441 kasus positif terinfeksi virus corona dilaporkan secara global.

Jumlah orang yang terinfeksi setiap harinya juga terus bertambah, begitu juga dengan korban meninggal. Sampai hari ini korban meninggal tercatat mencapai 1.383 orang.


Memang virus corona masih terkonsentrasi di China. Namun kasus yang dilaporkan di luar China terus bertambah. Kasus virus corona di luar China yang dilaporkan mencapai 582 dan korban meninggal di luar China jumlahnya sudah tiga orang. Satu korban meninggal dilaporkan di Jepang, satu di Hong Kong, dan satu di Filipina.

Kondisi China saat ini masih mencekam. Walau libur Tahun Baru Imlek telah usai, tetapi aktivitas perekonomian belum pulih benar. Karena tak menunjukkan tanda-tanda mulai terkendali, pemerintah China akhirnya memperpanjang libur Imlek.

Akibatnya segala aktivitas ekonomi seperti perdagangan dan manufaktur menjadi terganggu. Produksi barang/produk manufaktur bisa menjadi delay karena virus ini. Ini yang mengerikan.

China yang menyandang status sebagai negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia merupakan pusat manufaktur global dan sangat terhubung dengan perekonomian dunia melalui aktivitas perdagangan. Penundaan aktivitas ekonomi China berpotensi besar menyeret perekonomian global.

Menurut studi yang dilakukan oleh DBS, China merupakan eksportir terbesar produk tekstil dan alas kaki di dunia. China menyumbang 30-40% total ekspor tekstil dan alas kaki global.

Selain itu China juga menyumbang 20% dari total ekspor mesin dan peralatan listrik dunia. China juga memegang peranan penting dalam rantai pasok barang elektronik global. Hampir setengah dari 800 unit produksi Apple secara global berlokasi di China, selain itu 30 perusahaan China merupakan 200 pemasok terbesar bagi Apple.

Hubei sebagai episentrum penyebaran virus corona merupakan pusat industri manufaktur untuk pembuatan baja, otomotif, dan elektronik terutama semikonduktor dan komponen elektronik lainnya.

Jadi musibah yang saat ini melanda China berpotensi membuat prospek perekonomian global menjadi suram. Menurut kajian yang dilakukan oleh bank investasi global Morgan Stanley, Jika produksi kembali pulih secara bertahap maka pada kuartal I-2020, pertumbuhan ekonomi global dapat terpangkas 35-50 basis poin (bps).

Dampak Virus Corona Bisa Merembet ke Perekonomian RI
Namun jika wabah virus ini mencapai puncaknya pada April sehingga mengganggu produksi dan rantai pasok global, maka ekonomi global dapat terpangkas 50-75 bps pada kuartal pertama dan 35-50 bps pada semester I-2020.

Kalau ekonomi China dan global mengalami turbulensi, dampaknya juga bisa ikut dirasakan oleh perekonomian domestik. Contohnya, saat AS dan China terlibat kisruh dan saling hambat perdagangan, ekonomi Indonesia ikut tertekan.

Sepanjang 2019, Indonesia hanya mampu mencatatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,02% (yoy). Bahkan pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2019 malah berada di bawah angka rata-rata yaitu 4,97% (yoy). Miris memang.


Namun ekonomi Indonesia kembali dihadapkan pada tantangan besar, yaitu virus corona. Sampai saat ini memang belum ada kasus positif virus corona dilaporkan di Indonesia (amit-amit jangan sampai), tetapi dampak virus corona ke perekonomian dalam negeri harus diwaspadai.

Mari tengok ke sektor perdagangan terlebih dahulu. China merupakan mitra dagang strategis Indonesia. China menjadi tujuan ekspor komoditas unggulan Indonesia seperti batu bara dan minyak sawit mentah (CPO). Di sisi lain Indonesia juga mengimpor berbagai macam produk untuk konsumsi maupun industri manufaktur dalam negeri.

Sebanyak 10 barang impor terbesar Indonesia asal China juga kebanyakan merupakan barang-barang untuk industri manufaktur seperti tekstil hingga industri farmasi. Untuk industri tekstil, Indonesia mengimpor bahan baku berupa benang dengan nilai mencapai US$ 965,4 juta.

Sementara untuk industri farmasi, Indonesia mengimpor senyawa kimia organik seperti antibiotik maupun kimia anorganik seperti soda kaustik yang juga banyak digunakan di industri farmasi.

Karena siklus tahunan, biasanya sebelum dan sesudah libur Imlek perdagangan dengan China akan turun. Setelah itu, aktivitas kembali normal. Namun dengan adanya kasus epidemi virus corona, sektor perdagangan berpotensi semakin tertekan.

Ada dua kemungkinan yang menekan aktivitas perdagangan, pelemahan permintaan atau penundaan pengiriman karena aktivitas bongkar muat di pelabuhan menjadi terbatas akibat tidak beroperasinya pelabuhan dengan kapasitas penuh.

Sebagai gambaran, konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan neraca dagang Indonesia pada Januari 2020 defisit US$ 152 juta. Sementara menurut Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, pada Januari 2020 ekspor diperkirakan turun 1,88% (yoy) dan impor turun lebih dalam yaitu 4,4% (yoy).

Padahal secara struktural aktivitas perdagangan berkontribusi terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia mencapai lebih dari 20%. Jadi kalau virus corona tak menunjukkan tanda-tanda dapat terkendali, ini bisa jadi membahayakan untuk sektor perdagangan RI.

Kalau dilihat dari pos pengeluaran konsumsi rumah tangga, biasanya di awal tahun biasanya tak bisa banyak diharapkan karena secara musiman juga laju pertumbuhannya tak signifikan. Padahal konsumsi rumah tangga menyumbang PDB Indonesia hingga 56,6% pada 2019.

Sisanya tinggal pos investasi atau Penanaman Modal Tetap Bruto (PMTB) dan konsumsi pemerintah. Jika nilai PMTB dan konsumsi pemerintah juga tak bisa diharapkan maka bisa saja pertumbuhan ekonomi kuartal pertama semakin tertekan. Bahkan bisa di bawah 5% lagi. Semoga saja tidak terjadi.

Apalagi ekonomi Indonesia dan China sangatlah terhubung. Menurut kajian Bank Dunia, kalau ekonomi China terpangkas 1 persen poin saja maka pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa terpangkas 0,3 persen poin.

sumur

https://www.cnbcindonesia.com/news/2...a-di-bawah-5/1
jkwselalub3n4r
sebelahblog
4iinch
4iinch dan 2 lainnya memberi reputasi
3
1.6K
21
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan