ekapabettaiAvatar border
TS
ekapabettai
Pudar
Pudar



Pudar


***


Hari ini, aku mencegat Nando di depan ruang kerjanya, lagi. Meski sudah lima tahun bekerja di perusahaan yang sama, baru satu tahun belakangan kami menjadi sangat dekat.

Awalnya saling sapa di lift dan entah mengapa kami juga sering bertemu ketika jam makan siang. Dia selalu sendiri, sedangkan aku bersama Revan, kekasihku.

Enam bulan terakhir hubunganku dengan Revan sedikit renggang, dia tidak punya waktu untuk menemaniku lagi, bahkan sekedar menghubungi lewat telepon saja sudah jarang. Nando-lah yang selalu setia mendengar curhatku.

Kami bekerja di perusahaan yang berbeda, membuatku kesulitan mengawasi kegiatannya. Setiap kali aku mengajak Revan bertemu, dia selalu menolak dengan berbagai alasan.

Terkadang ada meeting, capek, atau bahkan beberapa kali dia mengaku sedang berada di luar kota. Entah benar atau tidak.

Kedekatan Revan dengan Nadia, rekan kerjanya, membuatku semakin resah. Beberapa staf Revan juga sering melihat mereka keluar kantor berdua.

Aku harus menekan rasa curiga dalam-dalam, membiarkan gosip terus tumbuh dan mempercayai Revan. Dia tidak mungkin menghianatiku.

Kalaupun, ya, aku tidak akan membiarkan perempuan manapun merebutnya dariku. Apalagi spesies beracun seperti Nadia, wanita centil dengan dandanan ala ibu pejabat negara itu.

Kami sudah berpacaran selama lima tahun, kehadiran orang ketiga buka apa-apa, mengingat perjuanganku untuk mendapat restu dan membuat papa percaya bahwa Revan lelaki yang baik, tidaklah mudah.

"Bisa temenin gue beli kado nggak?" Nando menghentikan langkahnya, "Revan ulang tahun hari ini." Mata Nando melotot, detik berikutnya cengengesan sambil menggaruk tengkuk yang kupastikan tidak gatal.

"Lain kali, ya," ucap Nando, masih dengan senyum tidak enaknya. 

"Ulang tahunnya hari ini, Nando. Gue harus ngasih dia kejutan." Aku mengguncang lengan Nando, berharap dia iba dan bersedia menemani.

Akan sangat mudah mencari kado yang tepat untuk seorang lelaki, jika membawa teman lelaki pula.


"Tapi–"

"Lo, kan, tau sendiri gimana hubungan gue sama Revan akhir-akhir ini." Pelupuk mataku mulai terasa panas.

"Gue tahu. Semuanya tanpa terkecuali," ucap Nando dengan kedua tangan di bahuku. Sedikit membungkuk agar tingginya sejajar denganku. Tangan kanan Nando terangkat, menghalau gerimis yang mulai turun.

"Tapi, hari ini gue bener-bener nggak bisa," kata Nando, nada bicaranya menunjukkan bahwa dia menyesal harus mengatakan itu, "pacar gue ulang tahun hari ini," lanjutnya.

Kalau sudah seperti ini aku bisa apa? Bagaimanapun tidak punya hak memaksa Nando, dia punya kehidupan sendiri. Tentu saja, lebih memprioritaskan kekasihnya ketimbang aku.

Langit sudah menghitam ketika aku keluar dari mall. Lampu-lampu yang menyala menambah kebahagiaan di hati, dengan kado yang sudah terbungkus rapi kulangkahkan kaki menapaki jalan.

Di persimpangan nan gelap, kulihat dua orang sedang bermesraan. Tentu saja aku mengenalnya. Nando.

Kakiku terkunci, tidak dapat melangkah sama sekali. Sedangkan perutku seketika mual, ingin enyah dan menyesal telah melihat semua ini.

Apa yang membuatku bertahan, untuk melihat adegan dua orang lelaki sedang berciuman? Ini bukan urusanku, harusnya begitu.

Akan tetapi, semua ini menjadi urusanku ketika kusadari, lelaki berkemeja merah marun yang sedang menguasai Nando di bawah kendalinya.

Aku yang membelikan kemeja itu, saat ulang tahun pertamanya setelah kami resmi berpacaran.

depata.prasetyaAvatar border
rinafryanieAvatar border
rinafryanie dan depata.prasetya memberi reputasi
2
266
7
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan