Quote:
JawaPos.com – Industri angkutan penyeberangan terus bertahan di tengah tingginya biaya operasional. Kenaikan tarif menjadi hal yang ditunggu-tunggu pelaku usaha untuk meningkatkan kinerja.
Sudah 1,5 tahun lalu kenaikan tarif penyeberangan diusulkan ke pemerintah. Dari usulan kenaikan tarif rata-rata 38 persen, pemerintah hanya menyanggupi 28 persen. Itu pun diterapkan secara bertahap sampai 2021.
Pemerintah juga telah menerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan No PM 66/2019 tentang Mekanisme Penetapan dan Formulasi Perhitungan Tarif Angkutan Penyeberangan. Namun, tarif yang semestinya naik sejak 1 Desember lalu masih sama saja sampai saat ini. Alasannya, formulasi penetapan tarif masih diperdebatkan Kemenhub dan Kemenko Maritim dan Investasi.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) Khoiri Soetomo menyayangkan koordinasi yang berbelit itu. Selain permenhub, Inpres Nomor 7 Tahun 2019 tentang Percepatan Kemudahan Berusaha dipermasalahkan.
“Setelah kami perhatikan, tidak ada redaksional yang menyebutkan bahwa tarif angkutan ini menghambat investasi,” tegasnya, Jumat (31/1).
Khoiri berharap pemerintah lebih cepat tanggap. Apalagi, tarif penyeberangan sudah bertahun-tahun tidak berubah. Harganya pun terlalu murah.
Dia lantas mencontohkan tarif penumpang dewasa untuk penyeberangan Ketapang–Gilimanuk yang hanya Rp 6 ribu. Dari tarif tersebut, operator penyeberangan hanya mendapatkan Rp 2.600. Sisanya dibagi untuk pelabuhan, asuransi, dan lain-lain.
Tarif tersebut, menurut Khoiri, tidak sesuai dengan fluktuasi nilai tukar rupiah dan kenaikan upah buruh.Dia menyebut bahwa kontribusi kenaikan tarif penyeberangan terhadap angka inflasi sangatlah kecil. Karena itulah, tarif penyeberangan harus segera disesuaikan.
Tahun ini, tantangan bisnis tidak hanya datang dari ketidakpastian tarif penyeberangan. Banyaknya kapal yang menganggur juga membuat bisnis pelayaran kian sulit. Sejak ada program tol laut, jumlah kapal kian bertambah.
Hal tersebut membuat operasional kapal terus berkurang. Dalam sebulan, rata-rata operasionalnya tidak sampai 15 hari. Itu jelas menghambat pertumbuhan pendapatan pengusaha.
Di sisi lain, pengusaha tetap harus membayar upah buruh, bahan bakar, dan jasa perawatan kapal. “Makanya, kalau tidak ada kenaikan tarif, dari mana kami dapat hidup?” imbuh Khoiri.
Dia merasa masalah tarif angkutan laut dan perairan kurang diperhatikan pemerintah. Tidak seperti angkutan darat dan udara. Bahkan, tarif tol pun terus meningkat.
“Driver ojek online saja habis demo, tarif langsung naik. Nah, kami sudah bertahun-tahun, sudah 26 kali rapat, belum juga ada penyesuaian sampai sekarang,” keluhnya.
Dia berharap pemerintah segera merespons keluhan pengusaha. Sebab, dia tak ingin pengusaha pelayaran sampai mogok operasi. Selama ini, menurut Khoiri, pengusaha sudah patuh pada aturan. Juga, berusaha memperkuat keuangan perusahaan dengan berbagai cara, termasuk menambah utang ke bank.
“Ini risikonya juga ke keselamatan penyeberangan, keselamatan penumpang,” pungkasnya.
https://www.jawapos.com/ekonomi/bisn...-stop-operasi/
Memang harus segera di benahi iklim usaha kita pak
“
Driver ojek online saja habis demo, tarif langsung naik. Nah, kami sudah bertahun-tahun, sudah 26 kali rapat, belum juga ada penyesuaian sampai sekarang,” keluhnya.