faridatul.aAvatar border
TS
faridatul.a
Restu yang Tertukar [Part 1]
Cerita Bersambung Terbaru



Restu yang Tertukar Part 1

Semilir angin pagi ini terasa sejuk menyapa tubuhku. Rindu kembali menyentuh relung hatiku. Terasa indah rindu itu, hingga membuatku enggan membuka mata ini. Kembali ku peluk bantal guling yang ada di dekatku. Rasanya ingin selalu memeluknya, membayangkan wajahnya selalu.

"Puspita, bangun...!" Teriak ibu memanggilku sambil mengetuk pintu.

"Iya, bu...!" kubuka pintu kamar dan kulihat ibuku sudah sedikit marah. Mungkin karena tadi sudah lama mengetuk pintu tanpa jawabanku.

Ku cium pipi Ibu, dan langsung menuju kamar mandi.

"Puspita, handuknya" teriak ibu sambil melemparkan sebuah handuk yang sering lupa saat aku pergi mandi.

Setelah mandi, wangi, dan rapi, aku segera berangkat ke kampus. Ku cium tangan ibuku yang menggerutu karena kuabaikan ajakanya untuk makan di rumah.

"Aku buru buru ibu, ada janji dengan temen," kataku pada ibu sambil berlari masuk ke dalam mobil.

Kulajukan mobil perlahan, dan sampai juga akhirnya di kampus. Kulihat Rangga sudah ada di parkiran menungguku.

"Hai, put. Kapan sih kamu nggak telat kalau punya janji ketemu sama aku?" katanya padaku dengan nada kesal.

Rangga terbiasa memanggilku Puput. Terlalu panjang katanya bila memanggil nama panjangku "Puspita."

"Iya, iya, besok besok nggak telat lagi, aku takut untuk bangun, karena lagi mimpiin kamu sayang."

"Preeeettt...! Gombal...!" Jawab Rangga sambil mencubit pipiku.

Kamipun berjalan ke taman dekat kampus, entah apa yang ingin dia bicarakan. Semalam sebelum tidur Rangga kirim pesan, katanya ada hal penting yang ingin dia bicarakan.

"Ada apa sih ngga?" tanyaku saat kami sudah duduk berdua.

"Bentar, aku cari minum, tunggu di sini, ya!"

Belum sempat aku menjawab, Rangga sudah berlari kecil menuju toko kecil di ujung jalan dekat kami duduk. Tak butuh waktu lama dia sudah datang kembali dengan membawa makanan ringan dan dua botol minuman.

"Cepet bilang ngga, ada apa? Jangan bikin penasaran, deh." Tanyaku penasaran sambil meneguk minuman yang Rangga berikan padaku.

"Put, kita nikah ya?"

" Uhuk uhuk...! Apa ngga? Nikah?" Tanyaku sambil mengelus dadaku yang tersedak air.

"Ada yang salahkah?" Tanya Rangga padaku serius.

Sejenak aku diam, kupandangi wajah Rangga, tak ada guratan gurauan di wajah kekasihku ini.

"Tapi kita masih kuliah ngga, belum tentu juga ibuku kasih restu, secara ibuku itu janda. Dia berjuang sendiri agar aku punya kehidupan yang layak nantinya."

"Aku janji, kita akan tetap kuliah, put." Kata Mas Rangga sambil menggenggam tanganku untuk mencoba meyakinkanku.

"Sudahlah, nanti malam aku akan pergi ke rumah ibumu untuk melamarmu. Kau tolak ataupun kau terima, jawab saja nanti malam." Kata Rangga lagi sambil berlalu meninggalkanku yang masih terdiam.

Sepulang dari kampus, aku sengaja tidak langsung pulang. Aku kerumah Lila sahabatku.

"Puspita, kenapa wajahmu kecut bagai sayur asem gitu?" tanya Lila ketika melihatku sudah ada di depan pintu.

"Kau tak suruh temenmu ini masuk dulu?" Balasku bertanya menggodanya.

Kamipun masuk ke dalam, Lila adalah sahabatku, namun dia putus kuliah karena keterbatasan biaya. Dan memilih bekerja untuk membiayai kehidupanya.

"Kamu nggak kerja ya hari ini, Lil?"
"Enggak, Put. Tempat aku kerja ada renovasi, jadi diliburkan untuk tiga hari ke depan. Ada masalah apa dikau datang dengan membawa setumpuk kerut di wajahmu?"

"Rangga Lil, tiba tiba dia ajakin nikah."

"Bukankah itu bagus Put, artinya dia nggak main main sama kamu."


"Entahlah Lil, nggak mungkin ibuku akan merestui."

"Coba aja dulu, banyak kok yang udah nikah tapi tetep bisa lanjutin kuliah."

Cukup lama aku di rumah Lila, tanpa terasa hari sudah sore.

"Aku pulang dulu, ya?"

"Iya, put. Fikirkan baik baik perkataanku tadi, ya."

Aku segera masuk mobil dan berlalu dari rumah sahabatku. Aku harus segera pulang untuk memberitahu ibu, kalau Mas Rangga nanti akan melamarku, sekaligus ingin tahu, apa pendapat ibu.

Namun, jalanan macet total. Kutengok jam, sudah hampir magrib. Dan aku masih terjebak dalam kemacetan ini. Ternyata lama sekali tadi aku di rumah Lila.

"Kegalauan ini membuatku lupa waktu" gerutuku dalam hati.

"Tiing...!"

Hanphoneku berbunyi, sepertinya ada pesan masuk. Dan benar itu pesan dari Rangga.

"Put, jam tujuh nanti aku ke rumahmu, setuju atau tidak dirimu katakan saja nanti. Dan bila ternyata kau tak menyetujuinya mungkin kita tidak ditakdirkan berjodoh. Aku sudah punya pekerjaan walaupun masih kuliah, dan aku akan bekerja keras untuk kita berdua. Aku hanya ingin kamu jadi milik aku seutuhnya, selamanya. Sekarang atau tidak untuk selamanya."

Sungguh aku tak mengerti dengan keputusanya yang tiba tiba. Aku tak bisa kehilangan Rangga, kekasihku sejak ada di SMA. Tapi bagaimana dengan ibu, tak mungkin ibuku mengizinkan aku menikah saat ini, mengingat perjuanganya sendiri untuk membahagiakan aku.

Aku menangis, entah untuk siapa air mataku. Dan sore sudahpun berganti malam, aku bisa keluar dari kemacetan sekitar jam delapan malam. Betapa terkejut aku sesampai di rumah, motor Rangga sudah terparkir di halaman rumahku.

"Assalamu'alaikum"

Aku mengucap salam sambil masuk kedalam rumah, kulihat ibu sudah menyambutku dan memelukku. Dan Rangga, sudah duduk di kursi ruang tamu.

Jantungku berdegup sangat kencang, menunggu apa yang akan dikatakan oleh ibu.

Next

Quote:


Sumber: Dokpri
Diubah oleh faridatul.a 25-01-2020 08:38
081364246972
bukhorigan
teguhwidiharto
teguhwidiharto dan 21 lainnya memberi reputasi
22
3.6K
42
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan