Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

dewaagniAvatar border
TS
dewaagni
Perjuangan Suburkan Kembali Budaya Toleransi
Perjuangan Suburkan Kembali Budaya Toleransi
Saling cela dan maki antarumat beragama kian kerap terjadi. Arus bawah yang risau melakukan banyak upaya perekatan
 20 Desember 2019 , 20:47

Siswa SD Kristen Petra mengajak keliling siswa SD Islam Ar-Rahman di Jombang, Jawa Timur, Selasa (5/11/2019). Kunjungan puluhan siswa SD Islam Ar-Rahman Jombang ini untuk belajar mengenal tempat ibadah agama lain serta mengajarkan toleransi dan saling menghargai perbedaan kepada anak didik sejak dini. ANTARAFOTO/Syaiful Arif
JAKARTA – “Yogya..Yogya tetap istimewa. Istimewa negerinya istimewa orangnya. Yogya..Yogya tetap istimewa. Yogya istimewa untuk Indonesia,” begitulah sepenggal lirik ciptaan Marzuki Mohamad atau yang dikenal Kill The DJ, menggambarkan keunikan dan keistimewaan Kota Gudeg tersebut.

Harmonisasi kehidupan antarmasyarakat, dan juga dengan Sang Pencipta menjadi salah satu keistimewaannya. Agama-agama, tumbuh dan berkembang di Yogyakarta. Tidak hanya itu, berbagai aliran kepercayaan yang sudah ada sejak lama pun, masih lestari.

Menjadi sangat wajar jika daerah yang dipimpin oleh Sultan itu diibaratkan sebagai simbol pluralisme dunia. Rakyat Yogyakarta, dapat hidup berdampingan dengan segala keberagaman dan kekayaan budayanya.

Namun, beberapa tahun terakhir, keharmonisannya perlahan luntur. Pergolakan hidup beragama mulai mengusik. Konflik-konflik antar umat beragama dan berkeyakinan menjadi noda kehidupan di Yogyakarta. Bahkan, daerah istimewa ini disebut sebagai daerah yang tidak lagi toleran.

Kegundahan akan ini dikisahkan oleh Mangun Wiarjo. Pria kelahiran 68 tahun silam itu bercerita, sempat ada yang berubah dalam kehidupan bermasyarakat di Desa Salamrejo, Sentolo, Kulon Progo, tempat dia tinggal

Sejak kecil, kata dia, tidak ada yang pernah mengusik dia dan keluarganya dalam berkeyakinan, sebagai penghayat Majlis Eklasing Budi Murko. Tapi pada awal tahun 2000-an, dia disebut sebagai penganut aliran sesat. Padahal, selama puluhan tahun, desa yang mayoritas warganya beragama Kristen itu, sebelumnya mampu hidup berdampingan. Tanpa ada bentuk intoleransi sekecil apapun.

 “Dulu saya sering dicela, tapi tidak sampai anarkis. Saya yakin mereka yang mencela saya tidak paham dengan aliran kepercayaan yang saya anut,” katanya, Rabu (18/12).

Apa yang terjadi dianggapnya sebagai kerikil kecil kehidupan. Apa yang dituduhkan, tidak mengubah keyakinannya. Dia tetap melakukan ritual “agama”-nya. Itu adalah cara dia berhubungan dengan Tuhan.

Kembalikan Toleransi
Sebagai tokoh yang dituakan dalam aliran kepercayaannya, Mangun memiliki tanggung jawab untuk mengubah pandangan masyarakat terhadap aliran yang dianutnya. Harapannya hanya ingin tetap menjalankan ibadah sesuai dengan kepercayaannya. Dia tidak ingin anak cucunya mendapat perlakuan yang sama pada kemudian hari.

Berbagai upaya dilakukan, salah satunya adalah duduk bersama dengan komunitas-komunitas aliran kepercayaan yang ada di Yogyakarta guna mencari solusi. 

Waktu berselang, pada tahun 2010, bibit-bibit intoleransi kian melebar di desanya. Saling cela dan maki antarumat beragama mayoritas terjadi. Kenyataan itu yang kemudian membangkitkan nalurinya untuk “mendamaikan”. Yang dipikirkan, jangan sampai ada perpecahan dan konflik. Kerukunan antar umat harus terajut kembali.

Kemudian, muncul gagasan untuk mengumpulkan seluruh tokoh agama, tokoh masyarakat, serta perangkat desa untuk menyelesaikan buih-buih “perpecahan”. Kesadaran akan perbedaan, harus dikedepankan. Semua harus menarik diri dari rasa ego.

Butuh waktu sekitar empat tahun, untuk menjadikan Desa Salamrejo kembali harmonis. Mereka “dipaksa” untuk saling tegur sapa dan senyum.

 “Pada tahun keempat itu puncaknya, seluruh umat beragama mayoritas maupun minoritas merayakan kebersamaan dengan menggelar pertunjukan wayang dan sepakat menghentikan sikap intoleransi dalam bentuk apapun,” kata Mangun.


Toleransi di NTT
Budaya toleransi dan kerukunan antarumat beragama juga tampak di Pulau Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT). Di sana perbedaan agama justru dirasa sebagai sebuah kekayaan.

Bagi Abdurrahman Wahid (45) atau akrab disapa Abdul, salah satu warga asal Alor, toleransi beragama di NTT sangat tinggi, walau mayoritas penduduknya beragama Kristen. Tidak ada sekat apapun dalam hidup bermasyarakat.

“Saat pembangunan gereja, umat Islam turut berpartisipasi dengan bergotong-royong membawa bahan bangunan, seperti pasir, batu, semen. Begitu pula sebaliknya ketika akan membangun masjid atau musala,” katanya kepada Validnews. Kamis (19/12).

Bentuk toleransi lain, umat nasrani selalu menyediakan peralatan makan khusus bagi saudara-saudara yang beragama muslim. Buka untuk dibeda-bedakan. Namun sebagai bentuk penghargaan, mengingat terkadang ada peralatan makan yang digunakan untuk menyuguhkan makanan “haram” bagi muslim.

“Tiap rumah pasti menyediakan piring, sendok, gelas khusus bagi umat muslim yang berkunjung, supaya tidak tercampur,” ungkapnya.

Toleransi dan kerukunan umat beragama di Alor, membuat Abdul ingin menularkan hal yang sama di Jakarta.

Sebagai salah satu imam masjid di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Ia tak ingin warga di tempat tinggalnya membeda-bedakan keyakinan agama.

“Setidaknya saya memulai pada diri saya sendiri, sekarang anak-anak muda banyak main medsos, saya coba masuk dari sana, saya membuat/mem-posting tentang ayat yang menghargai perbedaan,” tegasnya.


Wisata Tempat Ibadah
Penguatan toleransi saat ini justru banyak dilakukan oleh kaum-kaum muda. Salah satunya dengan Komunitas Bhineka. Adalah Endah Nurdiana salah seorang pendiri Komunitas Bhinneka.

Upaya toleransi antarumat beragama itu mulai dikenalkan sejak Juli tahun 2017 lalu di Bandung. Caranya, mengajak anak-anak sekolah berwisata ke tempat-tempat ibadah umat beragama.

Prinsip utama Komunitas Bhinneka ini adalah mengajarkan anak-anak sampai remaja mengenal tempat ibadah agama lain. "Toh menurut saya itu kan salah satu pelajaran. Jadi anak-anak sekadar tahu saja, untuk menambah pengetahuan," katanya kepada Validnews, Rabu (18/12).

Satu tahun berjalan, Komunitas Bhinneka makin dikenal. Akhirnya pada tahun 2018, mereka berkolaborasi dengan Kementerian Agama RI untuk mengadakan wisata lintas agama.

"Kebetulan didukung sama Kemenag. Jadi pada saat itu dari 122 SMA di jakarta mereka mengirimkan 2 sampai 3 siswa untuk mewakili," ujar Endah.

Menjalankan komunitas keagamaan, bagi dia, tidak semudah yang dibayangkan. Tidak jarang Endah mendapat kata-kata sinis. Namun hal itu tidak meruntuhkan semangatnya untuk menyuarakan soal toleransi dengan caranya.

Dia masih optimis. Karena menurutnya, semua bisa diajarkan dalam pelatihan sosial seperti wisata lintas agama ini. Hasilnya banyak anak-anak berbaur dengan yang berbeda keyakinan dalam beragama.

"Kenyataannya bisa ketika anak-anak ini dipaksa untuk wisata rumah ibadah saat pulangnya mereka berteman dengan agama lain. Terbiasa jadinya. Baru mau main tanpa takut atau gimana. Jadi cair," papar Endah.

Celah Intoleransi
Melihat dinamika sosial ini, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Muhammad Saifullah Rohman mengatakan bahwa bentuk intoleransi di media sosial (medsos) dan dunia nyata merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Narasi-narasi intoleransi yang ada di ranah online kerap berdampak kepada dunia nyata.

“Selama ini dari pengamatan saya terhadap bagaimana pemuda melakukan intoleransi, rasanya masih ada dua layer, nyata dan online. Tanpa dibekali pengetahuan literasi, pemuda cenderung main share dan segala macam,” ucap Saiful kepada Validnews, Kamis (19/12).

Menurut Saiful, perlu ada upaya yang berimbang untuk meredam pemicu intoleransi di ranah offline dan online. Terlebih lagi, di era digital ini masyarakat berkelimpahan informasi yang berbau kebencian dan intoleransi.

Apa yang dikatakan oleh Saiful diperkuat oleh hasil survei tahun 2019 yang dilakukan Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel). Tercatat, hal terkait SARA menduduki peringkat ke-2, atau satu peringkat di bawah isu sosial politik sebagai hoaks yang paling banyak diterima. Adapun 76,20% responden dari survei Mastel itu mengaku pernah menerima isu hoaks seputar SARA.

Masih dari data yang sama, sebanyak 81,90% responden meyakini bila keberadaan hoaks di medsos itu mampu mengganggu kerukunan masyarakat. Persentase keyakinan tersebut, meningkat dari survei serupa di tahun 2018 yang hanya mencapai 75,90%.

 “Makanya butuh narasi tandingan, masyarakat itu butuh informasi yang berimbang. Ada narasi yang bisa mereka jadikan acuan, kalau memang ada perbedaan tetapi bisa saling menghargai satu sama lain, beda agama, ras, dan segala macam,” tutur peneliti yang bernaung di Pusat Penelitian Masyarakat dan Budaya (PMB) LIPI itu.

Untungnya, lanjut Saiful, gerakan sosial di medsos yang menguatkan kembali tentang pentingnya toleransi sudah lebih banyak diinisiasi, setidaknya sejak 2018 lalu.

Saiful mencontohkan, Kelompok Sabang Merauke (sabangmerauke.id) sampai laman toleransi.id menjadi bentuk upaya melawan balik narasi-narasi kebencian terhadap kelompok agama lain. Di luar itu, ada juga Kelompok Gusdurian yang kini juga mulai merambah ke dunia online.

“Sebelumnya, Gusdurian bergerak di ranah offline lewat dialog lintas iman. Ada ruang kekosongan di media sosial, inikan perlu digarap juga. Ini (penetrasi ke ranah online) penting, untuk menguatkan. Perlu sinergi antara toleransi di dunia nyata dan maya juga,” beber Saiful.

Dalam pandangan Saiful, gerakan online dan offline ini perlu dilakukan berbarengan. Harus diakui, kegiatan offline seperti diskusi lintas iman masih sangat terbatas dari sisi waktu dan tempat. Dengan adanya gerakan di medsos, diharap bisa mengkatrol efektivitas dari kegiatan offline dari komunitas-komunitas tersebut. (Fuad Rizky, Gisesya Ranggawari, Shanies Tri Pinasthi)



https://www.validnews.id/Perjuangan-...Toleransi-ves


supaya lebih toleran, hapus tuh pola beragama yang menguatamakan kuantintas semata 
nomorelies
sebelahblog
4iinch
4iinch dan 3 lainnya memberi reputasi
4
1.2K
8
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan