Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

NegaraKITAAvatar border
TS
NegaraKITA
Perbatasan Indonesia-Malaysia Akan Diawasi Drone
Spoiler for Drone:


Spoiler for Video:



Zaman sudah semakin canggih. Perbatasan darat Indonesia-Malaysia sepanjang lebih dari 1000 Km akan diawasi menggunakan drone. Malaysia sudah siap, kini tinggal Indonesia, sudah siap kah negara kita? Berikut paparannya.

Menteri Dalam Negeri Malaysia Muhyiddin Yassin mengadakan pertemuan dengan Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly di Jakarta, pada hari Selasa 10 Desember 2019. Pertemuan tersebut membuahkan hasil yakni Indonesia-Malaysia menyepakati patroli perbatasan kedua negara menggunakan pesawat nirawak atau drone.

Selain itu, Indonesia-Malaysia juga sepakat untuk memperbarui perjanjian perbatasan Indonesia-Malaysia tentang lintas batas dan perdagangan yang akan ditandatangani pada tahun 2020. Perjanjian ini akan condong ke arah penggunaan teknologi guna memantau keamanan dan perbatasan untuk menyelesaikan masalah kedua negara. Yakni masalah penyelundupan, perdagangan narkoba, perdagangan manusia, dan kejahatan lintas batas lainnya.

Mendagri Malaysia menilai bahwa perbatasan darat antara Indonesia-Malaysia yang memiliki panjang lebih dari 1000 km tentu saja sulit dipantau. Oleh karena itu dibutuhkan penggunaan teknologi.

Pengamat militer dan pertahanan Indonesia dari Indonesian Institute of Maritime Studies, Connie Rahakundini Bakrie turut angkat bicara mengenai kesepakatan Indonesia-Malaysia tersebut. Ia berpendapat bahwa setidaknya ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam mengimplementasikan kesepakatan itu pada tahun 2020. Pertama, fungsi drone sebagai pengintaian. Connie menilai bahwa kedua negara perlu membahas lebih lanjut mengenai sistem pembagian data atau data sharing. Kedua, terkait operasionalnya.

“Apakah akan seperti Eyes in The Sky Malacca Straits? Jadi bergantian misalnya sekarang Indonesia, besoknya Singapura, besoknya lagi Malaysia. Nah, apakah Malaysia juga akan seperti itu bergantian? Kalau bergantian berarti drone-nya milik siapa?” ujar Connie.

Ia mengingatkan pula bahwa sebelumnya Malaysia telah mendapat bantuan drone dari Amerika Serikat melalui program Maritime Security Initiative (MSI). Maka dari itu, Indonesia juga perlu memikirkan secara matang penggunaan drone seperti apa. Sebagai informasi, Malaysia mendapatkan 12 unit drone ScanEagle senilai 80 juta Ringgit Malaysia atau setara dengan Rp 269 Miliar.

Tempo [Malaysia dan Indonesia Dapat Drone ScanEagle dari AS]

Connie juga mengatakan perlunya pembahasan tentang antisipasi dan penanggulangan karena saat ini drone telah mampu mengangkut barang dengan jumlah dan berat tertentu. “Karena ini kan bicara tentang penyelundupan, kalau berpikir ke depan barangkali smuggling drugs, mungkin kalau penyelundupan senjata agak susah, tapi kalau drugs bisa juga dilakukan (diangkut) oleh drone,” jelasnya.

Saat implementasinya, drone juga harus mampu melakukan penindakan bukan hanya sekedar pengintaian. Misalnya ketika drone yang digunakan telah mampu melakukan pengintaian dengan baik maka bila terjadi penyelundupan narkoba, pesawat ini juga harus mampu menindak. “Kemampuan drone intercept drone juga kita pikirkan. Karena kalau cuma drone ambil data, tapi tindakan masih pakai human, itu juga akan lebih panjang. Kalau kita sudah siapkan attack drone itu akan lebih menarik,” ungkap Connie.

Indonesia perlu mempertimbangkan ‘drone serbu’ yang bisa berfungsi mematikan drone lawan, menjatuhkan atau melemahkan, menghancurkan dan mengambil data. Drone berteknologi tinggi juga mampu melemahkan GPS dari drone lawan. “Kalau melemahkan GPS, kita buat kacau saja dia arahnya berubah, kita bisa belokan. Tapi kalau menghancurkan, misalnya dianggap berbahaya lebih baik dihancurkan di udara. Nah, hal-hal seperti itu yang harus kita pikirkan karena kan kemampuan drone tempur kita ini sudah sampai mana?” jelasnya.

Connie menegaskan, pada prinsipnya kesepakatan Indonesia-Malaysia ini baik karena mampu memajukan dan menunjukkan kemampuan militer Indonesia. Namun diperlukan pelatihan lanjutan untuk para pengendali drone dan penentuan lokasi pengoperasiannya.

“Yang saya paling takutkan justru penyelundupan itu berbentuk narkoba, serta senjata jenis tertentu, yang bisa diangkut oleh drone. Dan sekarang kan pilot drone juga macam-macam. Mengangkut tiga kilogram kan lumayan bisa bawa barang, di atas tiga kilogram apalagi,” terang Connie.

Bila terjadi penyelundupan oleh manusia menggunakan kapal, maka yang digunakan untuk melawan atau menindak adalah kapal berawak. Namun bila drone yang dipakai untuk mengangkut barang ilegal, bisa dilawan dengan drone penindak atau serbu.

“Kita harus punya kemampuan yang kita bangun ke sana, karena kalau cuma mengintai tidak bisa menyerbu cepat buat apa? Tetap saja kita harus punya kemampuan ‘drone serbu’ supaya kalau penyelundupan yang bisa dan mudah pakai drone, misal senjata ringan dan drugs maka kita bisa attack langsung. Drone to drone,” tegasnya.

DW [Drone Pengintai dan Penyerbu Perlu Dilibatkan Dalam Patroli Perbatasan Indonesia-Malaysia]

Kemungkinan akan penyelundupan narkoba menggunakan drone mengingatkan penulis tentang drone yang menjadi alat gembong narkoba di Meksiko dalam menyelundupkan barang terlarang tersebut ke Amerika Serikat. Hal ini menjadi masalah dan menyebabkan patroli perbatasan AS harus menggunakan kapal udara atau ‘blimp’ yang dilengkapi dengan radar untuk mencakup ketinggian rendah.

VOX [Trump’s wall won’t do anything about the opioid epidemic]
Diubah oleh NegaraKITA 12-12-2019 12:10
tikusil
sebelahblog
4iinch
4iinch dan 6 lainnya memberi reputasi
5
959
17
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan