- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita Luar Negeri
Dua Petugas Intelijen Korea Selatan Merudapaksa Pembelot Korea Utara


TS
gilbertagung
Dua Petugas Intelijen Korea Selatan Merudapaksa Pembelot Korea Utara
Jum'at 06 Desember 2019 14:16 WIB
Dua Petugas Intelijen Korea Selatan Merudapaksa Pembelot Korea Utara
Jurnalis - Rachmat Fahzry

SEOUL - Dua petugas intelijen Korea Selatan dituduh merudapaksa seorang pembelot Korea Utara, salah satunya dituding telah melakukannya puluhan kali.
Mengutip BBC, Jumat (6/12/2019) pengacara korban menyebutkan, kliennya terpaksa melakukan aborsi sebanyak dua kali akibat pemerkosaan.
Kedua pejabat yang dituduh, yakni seorang letnan kolonel dan seorang sersan utama. Mereka telah ditangguhkan dan penyelidikan kasus pemerkosaan tersebut telah dimulai.
Perempuan Korea Utara yang membelot sangat rentan terhadap serangan seksual daripada warga Korea Selatan, kata aktivis hak asasi manusia.
Keadaan ekonomi yang sulit membuat mereka enggan berbicara.
Komando intelijen Kementerian Pertahanan Korsel ditugaskan untuk menyelidiki para pembelot Korea Utara dan mengumpulkan intelijen.
Awal tahun ini, kedua tersangka ditugaskan dalam tahanan wanita itu, kata firma hukum Good Lawyers kepada BBC.
Menurut firma hukum, pertama kali wanita itu dirudapaksa dia tidak sadarkan diri akibat minum alkohol.
Sersan utama dituduh merudapaksanya puluhan kali, sedangkan letnan kolonel dituduh merudapaksanya sekali.
Kementerian pertahanan mengatakan bahwa penyelidiknya telah memeriksa tuduhan itu dan telah mengirimkan kasus tersebut ke jaksa penuntut angkatan bersenjata.
Juru Bicara Kementerian Pertahanan Korea Selatan Choi Hyun-soo mengatakan para pejabat "akan ditangani dengan tepat tergantung pada hasil penyelidikan".
Mengapa pembelot sangat rentan?
Lebih dari 72% dari 33.000 pembelot Korea Utara di Korea Selatan adalah wanita.
Seorang aktivis hak asasi manusia yang menasihati wanita Korea Utara mengatakan kepada BBC bahwa "banyak pembelot Korea Utara mengalami kekerasan seksual di China sebelum datang ke Korea [Selatan]".
"Mereka menanggungnya dan ketika mereka datang ke Korea Selatan beberapa orang berpendapat bahwa mereka sudah tercemar."
Kelompok hak asasi manusia, Korea Future Initiative mengatakan ribuan perempuan dan gadis Korea Utara dipaksa untuk bekerja dalam perdagangan seks di China, dan banyak dari mereka dipaksa menjadi setidaknya satu bentuk perbudakan seksual dalam satu tahun setelah meninggalkan tanah air mereka.
Ketika aktivis itu bertanya kepada wanita Korea Utara apa pendapat mereka tentang gerakan MeToo (gerakan melawan pelecehan seksual) di Korea Selatan pada 2018, beberapa orang menjawab dengan mengatakan: "Apa gunanya?"; "Itu hanya membawa penghinaan"; atau "Mereka seharusnya menanggungnya."
"Mereka tidak terbiasa berbicara, dididik tentang kekerasan seksual, dan menuntut hak-hak mereka," kata aktivis itu. "Mereka tidak tahu bahwa ketika mereka mengalami pelecehan seksual itu adalah kejahatan dan bahwa orang dapat dimintai pertanggungjawaban atau diberi kompensasi."
Faktanya, alasan terbesar wanita Korea Utara tetap diam, kata para ahli HAM, adalah karena mencari nafkah adalah prioritas utama mereka.
"Mereka memberi tahu saya, 'Saya perlu bertahan hidup. Saya perlu makan dan saya perlu hidup. Itu yang lebih dulu,'" kata aktivis itu.
Menurut angka Korea Institute for National Unification's 2017, pendapatan rata-rata bulanan pembelot Korea Utara adalah sekitar 1,9 juta won (sekira Rp21 juta), dibandingkan dengan rata-rata untuk Korea Selatan sebesar 2,4 juta won (sekira Rp28 juta).
Tingkat pengangguran para mereka di Korea Utara 6,9% hampir dua kali lipat dari orang Korea Selatan.
Meskipun demikian, survei Pusat Data Hak Asasi Manusia Korea Utara terhadap sekitar 400 pembelot menemukan bahwa 61% telah mengirim uang kepada keluarga mereka di Korea Utara dan 58% mengatakan mereka berencana untuk terus melakukannya.
Sumber
Dua Petugas Intelijen Korea Selatan Merudapaksa Pembelot Korea Utara
Jurnalis - Rachmat Fahzry

SEOUL - Dua petugas intelijen Korea Selatan dituduh merudapaksa seorang pembelot Korea Utara, salah satunya dituding telah melakukannya puluhan kali.
Mengutip BBC, Jumat (6/12/2019) pengacara korban menyebutkan, kliennya terpaksa melakukan aborsi sebanyak dua kali akibat pemerkosaan.
Kedua pejabat yang dituduh, yakni seorang letnan kolonel dan seorang sersan utama. Mereka telah ditangguhkan dan penyelidikan kasus pemerkosaan tersebut telah dimulai.
Perempuan Korea Utara yang membelot sangat rentan terhadap serangan seksual daripada warga Korea Selatan, kata aktivis hak asasi manusia.
Keadaan ekonomi yang sulit membuat mereka enggan berbicara.
Komando intelijen Kementerian Pertahanan Korsel ditugaskan untuk menyelidiki para pembelot Korea Utara dan mengumpulkan intelijen.
Awal tahun ini, kedua tersangka ditugaskan dalam tahanan wanita itu, kata firma hukum Good Lawyers kepada BBC.
Menurut firma hukum, pertama kali wanita itu dirudapaksa dia tidak sadarkan diri akibat minum alkohol.
Sersan utama dituduh merudapaksanya puluhan kali, sedangkan letnan kolonel dituduh merudapaksanya sekali.
Kementerian pertahanan mengatakan bahwa penyelidiknya telah memeriksa tuduhan itu dan telah mengirimkan kasus tersebut ke jaksa penuntut angkatan bersenjata.
Juru Bicara Kementerian Pertahanan Korea Selatan Choi Hyun-soo mengatakan para pejabat "akan ditangani dengan tepat tergantung pada hasil penyelidikan".
Mengapa pembelot sangat rentan?
Lebih dari 72% dari 33.000 pembelot Korea Utara di Korea Selatan adalah wanita.
Seorang aktivis hak asasi manusia yang menasihati wanita Korea Utara mengatakan kepada BBC bahwa "banyak pembelot Korea Utara mengalami kekerasan seksual di China sebelum datang ke Korea [Selatan]".
"Mereka menanggungnya dan ketika mereka datang ke Korea Selatan beberapa orang berpendapat bahwa mereka sudah tercemar."
Kelompok hak asasi manusia, Korea Future Initiative mengatakan ribuan perempuan dan gadis Korea Utara dipaksa untuk bekerja dalam perdagangan seks di China, dan banyak dari mereka dipaksa menjadi setidaknya satu bentuk perbudakan seksual dalam satu tahun setelah meninggalkan tanah air mereka.
Ketika aktivis itu bertanya kepada wanita Korea Utara apa pendapat mereka tentang gerakan MeToo (gerakan melawan pelecehan seksual) di Korea Selatan pada 2018, beberapa orang menjawab dengan mengatakan: "Apa gunanya?"; "Itu hanya membawa penghinaan"; atau "Mereka seharusnya menanggungnya."
"Mereka tidak terbiasa berbicara, dididik tentang kekerasan seksual, dan menuntut hak-hak mereka," kata aktivis itu. "Mereka tidak tahu bahwa ketika mereka mengalami pelecehan seksual itu adalah kejahatan dan bahwa orang dapat dimintai pertanggungjawaban atau diberi kompensasi."
Faktanya, alasan terbesar wanita Korea Utara tetap diam, kata para ahli HAM, adalah karena mencari nafkah adalah prioritas utama mereka.
"Mereka memberi tahu saya, 'Saya perlu bertahan hidup. Saya perlu makan dan saya perlu hidup. Itu yang lebih dulu,'" kata aktivis itu.
Menurut angka Korea Institute for National Unification's 2017, pendapatan rata-rata bulanan pembelot Korea Utara adalah sekitar 1,9 juta won (sekira Rp21 juta), dibandingkan dengan rata-rata untuk Korea Selatan sebesar 2,4 juta won (sekira Rp28 juta).
Tingkat pengangguran para mereka di Korea Utara 6,9% hampir dua kali lipat dari orang Korea Selatan.
Meskipun demikian, survei Pusat Data Hak Asasi Manusia Korea Utara terhadap sekitar 400 pembelot menemukan bahwa 61% telah mengirim uang kepada keluarga mereka di Korea Utara dan 58% mengatakan mereka berencana untuk terus melakukannya.
Sumber


anasabila memberi reputasi
1
2K
13


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan