- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
yang lagi gabut, kuy.. "UJIAN APAKAH INI?!"


TS
sitinuraeniii
yang lagi gabut, kuy.. "UJIAN APAKAH INI?!"
Holla Agan n Sist di manapun kalian berada,.. Salam hangat dari Ana
Edisi kali ini cerpen, ya, GanSist
[/QUOTE]

Edisi kali ini cerpen, ya, GanSist

[/QUOTE]
sumber

Ujian Illahi
Karya Siti Nuraeni
Prek !! Suara benda pecah yang terdengar dari dapur. Sepertinya Ayah dan Ibu bertengkar lagi. Benar saja setelah kulihat ternyata Ibu sedang menangis tersedu-sedu. Aku tidak berani menghampiri mereka karena Aku takut. Setelah kudengar ternyata Ayah memaksa untuk menjual rumah ini tetapi Ibu tetap kekeh tidak mau menjual satu-satunya harta peninggalan orang tuanya itu.
“Sudahlah!! Kamu memang istri yang tidak mengerti suami!” bentak Ayah sambil meninggalkan Ibu yang sedang menangis tersedu-sedu.
Sejak saat itu Ayah tak kunjung pulang ke rumah. Sudah satu bulan Ayah meninggalkanku dan keluarga dan setelah itulah Ibu membanting tulang mencari uang intukku dan kedua adikku. Adik pertamaku bernama Adi, ia sekarang duduk di bangku kelas III SD. Sedangkan adik keduaku bernama Wulan, ia masih berumur 6 tahun dan sebentar lagi akan masuk SD.
*****
“Aku berangkat dulu ya, Bu,” ucapku pada Ibu.
“Iya, hati-hati di jalan Yan !” jawab Ibu. Setelah mencium tangan dan berpamitan pada Ibu, Aku segera berangkat ke sekolah dengan terburu-buru karena waktu sudah menunjukkan pukul 06.45 WIB. Sedangkan waktu masuk sekolah adalah pukul 07.00 WIB. Aku berlari sekuat tenaga agar Aku tidak terlambat.
Di tengah perjalanan, Aku melihat seorang nenek tua yang sedang kesusahan membawa dua ember yang berisi air dan sepertinya ia sudah sangat kelelahan. Aku iba melihatnya dan Aku pun menghampirinya.
“Nek, boleh saya bantu? Sepertinya Nenek sudah sangat lelah, biar saya bantu membawanya.” kataku sambil mengulurkan tangan ke depannya. “Ooh, terima kasih Nak. Boleh, boleh,..” sahut Nenek.
Aku pun membawa ember yang berisi air tersebut ke rumah nenek itu yang terletak tidak jauh dari tempat kita bertemu tadi. Akhirnya Aku sampai di rumah nenek itu.
“Terima kasih Nak, Nenek sudah merepotkan. Ngomong-ngomong kamu mau berangkat sekolah, ya? Ini ada sedikit uang untuk jajan.” ujar Nenek dengan suara lirih.
“Iya Nek, Aku memang mau barangkat sekolah tetapi Nenek tidak usah repot-repot memberiku uang,” jawabku menolak pemberiannya, walaupun sebenarnya Aku tidak diberi uang jajan oleh Ibu karena keadaan ekonomiku yang sangat kekurangan setelah Ayah pergi dari rumah dan tak pulang-pulang.
“Ngomong-ngomong kamu tinggal di mana?” tanya Nenek.
“Aku tinggal di seberang jalan itu Nek, Aku tinggal bersama Ibu dan kedua adikku.” jawabku sambil menunjuk ke arah rumah.
“Lah, memangnya Ayah kamu ke mana?” tanya Nenek lagi. Setelah Nenek menanyakan hal itu Aku terdiam karena teringat kisah masa lalu ketika Ayah meninggalkanku dan keluargaku.
“Ayahku pergi meninggalkan kami entah ke mana dengan perasaan marah setelah bertengkar dengan Ibuku.” jawabku dengan nada sedih.
Tak terasa hari semakin siang dan Aku baru menyadari bahwa Aku sudah terlambat, Aku pun langsung berpamitan dengan nenek itu dan langsung berangkat ke sekolah. Untungnya, jarak sekolah dengan rumah nenek itu sudah dekat.
Setibanya di sekolah ternyata bel sudah berbunyi sepuluh menit yang lalu dan kelihatannya di kelas pun sudah ada guru yang masuk. Aku masuk ke dalam kelas dengan perasaan tegang karena takut dimarahi oleh guru . Ditambah lagi sekarang adalah pelajarannya Bu Gendis, yaitu guru PKn yang terkenal galak.
“Permisi. Assalamu’alaikum, Bu!” salamku dengan rasa tegang dan tubuh bergetar.
“Kenapa kamu terlambat Yani?!” tanya Bu Gendis dengan nada marah.
“Maaf Bu, saya terlambat karena tadi ada sedikit gangguan di jalan.” jawabku dengan alasan singkat. Bu Gendis malah tambah marah karena sudah datang terlambat Aku pun datang dengan baju yang kusut dan berkucuran keringat. Aku pun sampai berdiri di depan kelas selama 20 menit karena kesalahanku. Namun akhirnya Bu Gendis mempersilahkanku duduk dan mengikuti pelajarannya.
Aku baru ingat kalau ada PR dari Bu Gendis tetapi Aku belum sempat mengerjakannya karena Aku kelelahan setelah membantu Ibuku bekerja. Aku tidak ingat karena setelah malam Aku langsung pergi tidur.
Aku terdiam sekejap, tiba-tiba Aku terkejutkan dengan suara Bu Gendis yang keras. “Kumpulkan PR yang Ibu berikan minggu lalu!” sahut Bu Gendis.
Pada saat itu Aku merasa tegang dan takut karena Aku belum mengerjakannya. Sempat terlintas di pikiranku untuk melihat pekerjaan orang lain namun sudah terlambat.
Untuk yang kedua kalinya Aku dimarahi oleh Bu Gendis. Namun Aku tidak merasa marah pada Bu Gendis karena itu memang kesalahanku dan akhirnya Aku harus menunggu pelajaran selesai hingga bel istirahat di luar. Kring…kring…kring! Bel jam istirahat pun berbunyi.
Dari arah pintu terlihat teman sebangkuku Anisa menghampiriku. Anisa datang dengan menepuk pundakku.
“Kamu kenapa Yan? Tidak biasanya kamu datang terlambat dan tidak mengerjakan PR? Biasanya kamu kan yang paling rajin.” tegur Anisa yang heran dengan keadaanku yang tidak seperti biasanya.
“Iya, Nis, satu bulan yang lalu Ayahku pergi dari rumah dan meninggalkan keluargaku tanpa meninggalkan sesuatu pun, dia melepas tanggunng jawab begitu saja. Jadi Aku harus membantu Ibuku yang bekerja banting tulang untuk menghidupi keluargaku dan akhirnya Aku sering kelelahan. Itulah sebabnya aku tidak sempat mengerjakan PR.” kataku dengan kepala menunduk. Tak kusadari ternyata Aku meneteskan air mata.
“Ooh, begitu. Kamu yang sabar ya, Yani.” ujar Anisa sambil mengusap air mataku. “Ayo kita pergi ke kantin!” ajak Anisa. Namun Aku terdiam karena aku tidak diberi uang jajan oleh Ibu. “Tak apa Nis, pergi saja, Aku tidak punya uang untuk jajan.”
“Aku traktir kok!” semangat Anisa.
“Benarkah? Terima kasih, Nis. Kau memang baik hati, Aku jadi malu.” ujarku gembira. Akhirnya Aku dan Anisa pergi ke kantin. Setelah 20 menit lamanya bel pun berbunyi lagi. Itu menandakan waktu istirahat sudah berakhir. Aku pun melanjutkan pelajaran selanjutnya.
Setelah semua pelajaran selesai, Aku pun langsung pulang. Namun Aku tidak langsung pulang ke rumahmelainkan aku harus mampir dulu ke tempat Ibuku bekerja untuk membantunya. Di sana Ibuku bekerja sebagai aisten rumah tangga. Sesampainya di sana Aku langsung menghampirinya.
“Assalamu’alaikum, Bu, Aku pulang! Ada yang bisa Yani bantu?” tanyaku kepada Ibu yang kala itu sedang memasak.
“Wa’alaikumussalam! Iya, tolong potongkan kentang ini kemudian nanti kentangnya digoreng.” ujar Ibu.
“Memagnya kita akan memasak apa, Bu?” tanyaku.
“Biasa saja, kentang balado. Ayo cepat potong, jangan sampai kita terlambat menyiapkan makan!” kata Ibu yang ingin segera masakannya selesai. Saat Aku memotong kentang, tiba-tiba pisau yang ku pegang meleset dari kentang dan mengenai jari telunjukku sehingga mengeluarkan darah yang banyak.
“Aww, ssshh..”
“Ya Allah, kamu kenapa Nak?” tanya Ibuku yang khawatir melihat telunjukku berdarah. Tidak lama kemudian ada yang datang member tahu kepada Ibuku kalau rumahku terbakar. Suasana pun menjadi tidak karuan karena kedua adikku berada di sana. Aku dan Ibuku langsung bergegas pergi ke rumah dan saat di perjalanan terlihat asap yang membumbung tinggi.
Setibanya di sana sudah banyak orang yang kocar-kacir yang berusaha memadamkan api yang telah menghanguskan seluruh bangunan rumahku. Melihat kejadian ini Ibu menjadi terpukul.
“Ya Allah, mengapa bisa seperti ini? Mengapa engkau memberikan cobaan begitu berat padaku.” ujar Ibu yang kala itu tak kuasa menahan tangis.
“Lalu, di mana Adi dan Wulan? Apakah mereka baik-baik saja?” tanya Ibu kepada Pak Dedi, ketua RT kampung ini.
“Kemungkinan Adi dan Wulan tidak dapat selamat karena api begitu cepat menghanguskan rumah Ibu dan tidak ada seorang pun yang keluar setelah ini.” ucap Pak Dedi.
Mendengar perkataan Pak Dedi tersebut, Ibu semakin terpuruk dan Aku pun mengalami hal yang sama. Ibu berfikir setelah ini kita akan tinggal di mana karena kita hanya memiliki rumah ini saja.
“Bagaimana ini, Yan? Apa yang harus kita lakukan, kita kan gak punya siapa-siapa di sini.” ujar Ibu yang menangis tersedu-sedu.
Aku tertegun, “Yani gak tahu Bu, kita hanya bisa pasrah dengan keadaan ini dan berdo’a semoga ada orang yang berbaik hati yang mau membantu kita.” kataku sambil melihat keadaan rumah yang hangus terbakar.
Setelah itu tiba-tiba nenek tua yang pernah ku tolong menghampiriku.
“Nak, kamu dan Ibumu harus sabar menghadapi semua ini. Mungkin ini adalah ujian yang diberikan Allah kepada makhluk-Nya agar lebih taat kepada-Nya dan menguji keimanan kita untuk meninggikan derajat kita.” nasehat Nenek.
Setelah mendengar ucapan Nenek, Aku merenung. Mungkin memang benar apa yang dikatakan Nenek. Ini adalah takdir Allah dan tidak ada seorang pun yang dapat menghalanginya.
“Terima kasih Nek, atas nasehatnya. Semoga Aku dan Ibuku dapat tabah menghadapi semua ini dan Allah memberikan kekuatan untuk melanjutkan hidup.” ujarkudengan nada sedih.
“setelah ini kalian mau ke mana dan akan tinggal dengan siapa?” tanya Nenek.
“Kami tidak tahu Nek, karena kami tidak memiliki siapa-siapa di sini.” jawabku sambil menggelengkan kepala.
“Bagaimana kalau kalian tinggal bersama Nenek? Nenek tinggal sendiri di sini dan sudah tidak mempunyai siapa-siapa lagi. Jadi Nenek ingin kalian menemani hidup Nenek. Kalau kalian tinggal di rumah Nenek, pasti Nenek akan sangat senang.” ujar Nenek panjang lebar.
Mendengar hal itu, Ibuku langsung beranjak dari tangis kesedihan menjadi tangis kebahagiaan. Aku dan Ibuku sangat terharu karena ada orang yang mau menolong kita dan menawarkan rumahnya. Sejak saat itu Aku dan Ibuku tinggal bersama Nenek di rumahnya dan menjadi satu keluarga kecil yang bahagia
gimana, GanSist?? Apa yang kalian rasain setelah baca cerpen tadi??
Quote:
Diubah oleh sitinuraeniii 01-12-2019 18:46






ginanisa7 dan 3 lainnya memberi reputasi
4
1.7K
2


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan