Pernyataan Ustadz Abdul Somad (UAS) menjadi viral terkait status haram catur. Status haram catur tersebut muncul di video YouTube ceramah UAS yang diunggah pada 26 Juli 2017 lalu berjudul “Hukum Main Domino dan Catur – Ustadz Abdul Somad Lc MA.

Dalam video berdurasi 3 menit 19 detik itu UAS meladeni pertanyaan mengenai bermain domino. UAS menjawabnya dengan mengatakan Mazhab Hanafi mengharamkan dadu dan catur. Alasannya ada dua: Pertama melalaikan sholat, dan yang kedua menghabiskan waktu.

YouTube[HUKUM MAIN DOMINO DAN CATUR - USTADZ ABDUL SOMAD Lc MA]

Namun ternyata, perihal isu haram bermain catur itu menjadi sorotan publik baru-baru ini hingga menjadi pro dan kontra. UAS pun angkat bicara dan mengatakan saat itu ia menjawab pertanyaan salah satu peserta tausyiah yang bertanya hukum bermain catur sampai-sampai tidak mencari nafkah dan shalat. UAS menjelaskan, bila dalam kasus tersebut sesuai Imam Hanafi maka jatuhnya haram, namun Imam Syafii menjatuhi hukum makruh. "Maka menurut Imam Hanafi kalau di dalamnya ada unsur judi, melalaikan salat maka jatuhnya haram, kalau Syafi'i makruh saja" ungkapnya.

Faktanya video tentang catur tersebut justru dipotong oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Sehingga, muncul persepsi bahwa UAS mengharamkan bermain catur.

Suara [Klarifikasi UAS soal Catur Haram: La Ilaha Illallah, Itu Kan Ceritanya 2017]

Pernyataan catur haram UAS tersebut sampai ke telinga Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi. Ia sendiri enggan menanggapi pernyataan tersebut. "Halah.. kalau begitu-begitu enggak usah ditanggapi lah kalau begitu. Malu, diketawain orang banyak," kata Fachrul sambil berlalu saat ditemui di Kantor Kementerian Agama, Jakarta, Jumat 22 November 2019 lalu.

Menag menambahkan bahwa orang-orang bisa lihat dari referensi manapun. Pada zaman ini orang bisa dengan mudah mendapatkan alternatif pandangan mengenai suatu masalah. Sehingga pendapat pun tak bisa dimonopoli oleh satu pihak.

CNN Indonesia [Menag soal UAS Haramkan Catur: Malu, Diketawain Orang Banyak]

Pernyataan tersebut seolah mengatakan ada perseteruan antara Menag dengan UAS. Tapi apabila kita sedikit menganalisa, tentu tidak begitu adanya. Ingat bahwa Menag Fachrul Razi adalah Purnawirawan TNI AD, sedangkan UAS adalah penceramah yang disambut hangat oleh TNI. UAS sendiri disambut hangat saat mengisi ceramah di Direktorat Keuangan Angkatan Darat.

Suara [Ditolak Pimpinan KPK, Ustaz Abdul Somad Disambut Hangat TNI]

Sehingga pesan tersirat dari respon Menag terhadap ceramah UAS adalah guna memancing pihak yang tak toleransi terhadap Mazhab lainnya. Bukankah Menag berkomentar, “Malu, diketawain banyak orang?”

“Banyak orang” di sini adalah penganut Mazhab Syafii yang dominan di Indonesia dan menjadi kecondongan dari Nahdlatul Ulama. Lewat ucapannya, Menag berpesan kepada UAS untuk berhati-hati dinyinyirin banyak orang.

Di sini Menag mencoba memancing Blok NU yang seolah-olah mendefinisikan Islam di Indonesia adalah berdasarkan Mazhab Syafii semata. Coba saja kita tengok saat Wapres Maruf Amin menuturkan perlu adanya pengawasan dari aparat dan pemerintah daerah untuk memperingatkan masjid-masjid yang dalam acara dakwahnya mengandung narasi kebencian.

"Masjid yang dijadikan tempat menebar kebencian harus diingatkan dan diperingatkan supaya tidak dibiarkan masjidnya untuk menyebar kebencian. Itu harus aktif dari kepolisian maupun pemda untuk melakukan pencegahan," kata Ma'ruf saat membuka Festival Tajug 2019 di Cirebon, Jawa Barat, Jumat 22 November lalu. Maruf mengingatkan bahwa masjid harus diisi dengan narasi kerukunan dan kasih syaang sesuai dengan ajaran Sunan Gunung Jati, salah satu Walisongo penyebar agama Islam yang berasal dari Cirebon.

CNN Indonesia [Ma'ruf Minta Polisi Awasi Masjid Penyebar Kebencian]

Dari ucapan Wapres Maruf dapat kita lihat ia menggunakan standar fiqih dari Mazhab Syafii dalam mengkategorikan ujaran kebencian berdasarkan definisi tunggal atau pandangan fiqih Mazhab Syaffi. Apalagi mayoritas muslim di Indonesia menggunakan Mazhab Syaffi hasil dari penyebaran agama Islam para Walisongo. Sehingga muncul pertanyaan, apakah Mazhab Syafii saja yang digunakan sebagai dasar pendefinisian terorisme di Indonesia?

Oleh karena itu, pancingan dari Menag Fachrul Razi adalah guna menguji kemampuan dari pengikut Mazhab Syafii di Indoensia untuk bersikap toleransi pada Mazhab lainnya. Pancingan tersebut ternyata membuahkan hasil, lewat munculnya intoleransi terhadap Mazhab lainnya dari cuitan salah satu warga NU pemilik Ponpes berikut.





Ternyata setelah penulis telusuri kembali, NU yang cenderung terhadap Mazhab Syafii ternyata mudah menganggap penganut Mazhab atau aliran lain sebagai teroris. Kita tengok saja perihal Muslim Uighur. Berdasarkan pemberitaan Muslim Uighur adalah salah satu suku penganut agama Islam di China dan bernafaskan Sufi.

Republika[Nilai Islam dan Budaya Uighur di Menara Emin]

NU sendiri memandang positif ajaran sufi atau tasawuf ini, kita dapat lihat dari artikel yang ditunjukkan di situs NU berikut. NU [Penjelasan Imam Al-Ghazali tentang Tasawuf dan Sufi]. Secara Sufisme, NU tentu memuji Muslim Uighur yang bernafaskan Sufi. Akan tetapi, ternyata NU memiliki standar ganda dalam menyikapinya secara politik. Kita tengok saja saat Duta Besar China untuk Indonesia, Xiao Qian menyambangi Kantor Pengurus Besar Nahldatul Ulama (PBNU), Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Senin 24 Desember tahun lalu.

Menurut Xiao, persoalan di Xinjiang (Kawasan Muslim Uighur) adalah persoalan separatisme di mana ada sekelompok orang yang memiliki rencana untuk membuat Xinjiang berpisah dengan China. "Tapi demikian masih ada segelintir oknum yang berencana memisahkan Xinjiang dari Tiongkok dengan menggunakan tindakan kekerasan, bahkan terorisme," kata Xiao.

CNN Indonesia [Dubes China Temui Ketum PBNU Said Aqil Bahas Muslim Uighur]

Berdasarkan pertemuan tersebut, maka NU terlihat menutup mata dalam persoalan Muslim Uighur dan mengamini perkataan Pemerintah China bahwa Muslim Uighur yang bernafaskan sufi sebagai teroris.

Begitu juga dengan kasus Muslim Rohingya. Telah kita ketahui bersama, kelompok Muslim yang ber-Mazhab-kan Hanafi ini menjadi sorotan saat terjadi exodus Muslim Rohingya dan konflik di Myanmar. Lantas bagaimana dengan sikap PBNU menyikapinya? Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj menilai, konflik yang dialami kelompok Rohingya di Rakhine, Myanmar, merupakan persoalan politik. "Ini sebenarnya politik saja dan gap sosial yang sangat lebar," ujar Said di Kompleks Istana kepresidenan 5 September 2017 lalu. Di luar urusan politik, Said mengecam segala tindakan kejam yang dilakukan militer terhadap Rohingya.

CNN Indonesia [PBNU Sebut Konflik Rohingya Persoalan Politik dan Gap Sosial]

Namun ketika Lasykar Penyelamatan Rohingya Arakan yang dinamakan dengan singkatan ARSA dicap sebagai kelompok teroris oleh Pemerintahan Myanmar, apa yang dilakukan oleh NU dan menjadi arah dari Pemerintah Indonesia?

VOA Indonesia [Myanmar Anggap Pemberontak Rohingya Organisasi Teroris]

Hal yang terjadi adalah Pemerintah Indonesia menyatakan akan membantu Pemerintah Myanmar untuk menanggulangi terorisme. Bukankah ini pertanda ada andil dari NU yang tidak tegas dalam menyikapi konflik Rohingya? Apakah karena berbeda Mazhab maka NU mengamini pula bahwa kelompok Muslim yang memperjuangkan hidup sebagai teroris?

CNN Indonesia [Indonesia Bantu Penanggulangan Terorisme di Myanmar]

Hal yang menyedihkan. Ketika NU memonopoli Mazhab Syafii untuk memperdagangkan isu anti terorisme. Hal yang menyedihkan ketika Muslim yang ber-Mazhab berbeda diamini NU setelah status teroris diberikan oleh Pemerintah negara lain yang memiliki kepentingan politik dengan Indonesia. Bukankah ini adalah bentuk intoleransi dari NU? Atau cara NU menggemukkan diri dengan memperdagangkan manunggalnya Mazhab Syafii? Wallahu alam.