- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita Luar Negeri
China 'Buang Dolar', Tapi (Maaf) Level Yuan Jauh di Bawah


TS
ZenMan1
China 'Buang Dolar', Tapi (Maaf) Level Yuan Jauh di Bawah

Jakarta, CNBC Indonesia - China baru-baru ini melakukan aksi "buang dolar AS" atau mengurangi porsi mata uang Paman Sam di dalam cadangan devisanya. Hal tersebut dilakukan guna mengurangi ketergantungan China terhadap dolar di tengah perang dagang dengan AS yang sudah berlangsung dalam lebih dari satu tahun.
"Meskipun China masih mengalokasikan porsi yang tinggi dari cadangan valasnya ke dolar AS, laju diversifikasi ke mata uang lain kemungkinan akan lebih cepat ke depannya," tulis ANZ Research dalam sebuah laporan sebagaimana dilansir dari CNBC Internasional, Senin (18/11/2019).
ANZ Research memberikan estimasi porsi dolar AS dalam cadangan devisa China saat ini sekitar 59%.
Sebagai mata uang yang paling banyak digunakan dalam perdagangan internasional, besarnya porsi dolar AS dalam cadangan devisa suatu negara adalah hal yang wajar.
Berdasarkan data dari Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) dari total cadangan devisa di dunia ini, porsi dolar AS mencapai 61,63% di kuartal II-2019 dengan nilai US$ 6,79 triliun.
Meski begitu besar, porsi dolar AS di kuartal II-2019 tersebut sebenarnya menurun dibandingkan kuartal I-2019 sebesar 61,86%. Bahkan jika melihat lebih ke belakang porsi tersebut merupakan yang terendah sejak kuartal IV-2013, kala itu porsi dolar AS dalam cadangan devisa global sebesar 61,27%.
Posisi dolar AS sebagai "raja" mata uang dunia dimulai sejak perjanjian Bretton Woods tahun 1944, di mana bank sentral negara-negara dunia menetapkan nilai tukar mata uangnya terhadap dolar AS.
Sejak saat itu dolar AS resmi menjadi mata uang yang paling banyak digunakan dalam perdagangan internasional dan porsinya di cadangan devisa suatu negara menjadi yang terbesar.
China boleh jadi berusaha mengurangi ketergantungan menggunakan dolar AS, tetapi untuk menggeser dolar AS dengan yuan China akan sangat sulit kalau tidak mau dibilang nyaris mustahil.
Sebagai negara dengan nilai ekonomi terbesar kedua di dunia setelah AS, porsi yuan China dalam cadangan devisa global hanya 1,97% di kuartal III-2019, naik dari kuartal sebelumnya 1,95%.
Euro menjadi mata uang yang porsinya terbesar kedua dalam cadangan devisa global. Persentase-nya mencapai 20,35% pada periode April sampai Juni lalu.
Yuan
Yuan merupakan satu dari lima mata uang yang termasuk dalam Special Drawing Rights (SDR) IMF, tiga lainnya yakni dolar AS, euro, yen, dan poundsterling. Status tersebut baru didapatkan pada September 2016 dan menguatkan posisi yuan sebagai mata uang internasional.
Meski sudah mendapat status "istimewa" tersebut, dibandingkan mata uang lainnya, porsi yuan dalam cadangan devisa memang sangat kecil.
Yuan sebenarnya punya modal besar untuk menantang dolar AS, sebabnya tentunya status China sebagai negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di dunia. Bahkan jika melihat nilai perdagangan international China di tahun 2018 yang lebih besar dari AS, mata uang yuan seharusnya bisa lebih banyak dipergunakan.
Berdasarkan data dari International Trade Center, total perdagangan China di tahun 2018 mencapai US$ 4,63 miliar. Nilai tersebut setara dengan 11,89% dari total perdagangan di dunia. Sementara AS di tahun yang sama total perdagangannya tercatat sebesar US$ 4,28 miliar atau 10,98% dari total perdagangan dunia.
Dengan nilai perdagangan yang sebesar itu, yuan China hanya berada peringkat ke-lima mata uang cadangan devisa.
Salah satu yang menyebabkan kurs yuan kurang banyak digunakan dalam perdagangan internasional adalah nilai tukarnya yang dipatok oleh bank sentral China (People's Bank of China/PBoC).
Setiap harinya PBoC akan menetapkan nilai tukar yuan terhadap dolar AS, dan membiarkannya bergerak melemah atau menguat hingga maksimal 2% dari nilai tengah.
Kontrol PBoC terhadap nilai tukar tersebut menjadi kurang disukai dalam transaksi perdagangan. PBoC bisa sewaktu-waktu melemahkan atau menguatkan nilai tukar mata uang yang juga disebut renminbi ini. Tentunya akan kurang menguntungkan saat memegang yuan, kemudian PBoC mendepresiasi nilai tukarnya secara signifikan.
Contoh terbaru pada bulan Agustus lalu ketika PBoC mendepresiasi nilai tukar yuan terhadap dolar AS ke level terlemah dalam lebih dari satu dekade, gejolak timbul di pasar finansial. AS bahkan sampai menjuluki China manipulator mata uang.
Meski demikian, dalam beberapa tahun ke depan yuan diprediksi masuk dalam tiga besar mata uang cadangan devisa. Dalam beberapa tahun terakhir, porsi yuan di cadangan devisa global terus bertambah secara konsisten.
Sejak awal menjadi SDR IMF, porsi yuan di cadangan devisa global hanya 1,07% di kuartal IV-2019. Dibandingkan posisi di kuartal II-2019, tentunya terjadi kenaikan hampir dua kali lipat.
Penambahan porsi yuan tersebut diprediksi masih akan terus terjadi di tahun-tahun mendatang hingga mencapai 5-10% dari total cadangan devisa dunia.
"Pada akhirnya, apa yang kita pikirkan akan terjadi dalam 25 tahun ke depan adalah kita akan maju, kita akan memiliki dunia dengan tiga mata uang utama: dolar AS, euro, dan yuan" kata Massimiliano Castelli, head of strategy and advice, global sovereign markets, dari UBS Asset Management, sebagaimana dilansir Reuters.
"Dalam 25 tahun ke depan, porsi dolar dalam cadangan devisa global adalah sebesar 60-65%. Saya tidak melihat alasan, kenapa kita tidak bisa melihat dolar dengan porsi 50%, euro 20-25%, dan yuan 5-10% dan menjadikanya mata uang dengan porsi terbesar ketiga di cadangan devisa" tambahnya.
Dalam jangka panjang, Castelli memprediksi rata-rata porsi renminbi dalam cadangan devisa dunia adalah 4,2%.
sumur
https://www.cnbcindonesia.com/news/2...-jauh-di-bawah
hahaiya cilakaa luewaa welass waa





anasabila dan sebelahblog memberi reputasi
2
1.4K
12


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan