- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Insting Wanita Part 1


TS
happytrisna
Insting Wanita Part 1
#Insting_Wanita (1)
***
Percaya atau tidak, insting wanita bisa setajam agen rahasia CIA. Aku pernah hampir melabrak perempuan hanya bermodal coretan di notes suamiku. Semacam kode yang ditulis perempuan itu, entah kenapa aku begitu yakin dia menaruh rasa pada pasanganku.
Namanya Evi, tapi aku lebih suka memanggilnya Evil. Janda dengan dua orang anak yang bekerja di tempat sama dengan suamiku. Saat itu suamiku dan dia sama-sama bekerja sebagai karyawan di salah satu perusahaan konstruksi. Masih muda, umurnya di atasku dua atau tiga tahun saja. Tak terlalu cantik, tapi dia bisa bermain apik.
Membungkus rencana busuknya dengan balutan persahabatan. Omong kosong! Mana ada seorang pria dan wanita dewasa bisa bersahabat tanpa ada rasa yang luar biasa.
Dasar suamiku terlalu lugu atau dia berpikir aku tak akan tahu, setiap pulang kerja, ia selalu menceritakan segala aktivitasnya. Selalu saja ada nama Evil terselip dalam kisahnya.
Saat ia masuk ke kamar mandi. Aku mulai bergerilya memeriksa setiap barang bukti di tas kerja. Tak satupun luput dari pencarianku. Hingga aku terhenti pada sebuah catatan di notes suamiku. Aku kenal sekali tulisannya, dan ini pasti milik orang lain. Tarikan penanya rapi dan sedikit meliuk. Tertulis beberapa nama, aku kenal semua. Yang menarik, nama Evi Susanti dan Pramono Susanto seperti sengaja ditulis berdekatan. Ada tanda panah di samping nama suamiku. Seakan dia berusaha mengirimkan Cupid untuk memanah cinta suamiku.
"Langkahi dulu mayatku!"
Saat suamiku keluar kamar mandi, langsung kucecar dengan peluru pertanyaan bertubi-tubi. Aku tak suka memendam tanya terlalu lama. Spekulasi di otak bisa membuatku gila.
"Ini tulisan siapa?" Ia mengernyitkan dahi.
"Oh, itu tulisan karyawan baru yang aku ceritakan tadi. Aku yang menyuruhnya mencatat nama dan nomer HP karyawan yang baru. Kan HP aku ketinggalan pagi tadi. Emangnya kenapa?" tanyanya menyelidik. Aku menyerahkan hasil investigasi.
"Jauhi Evil itu, maksudku Evi. Lihat, buat apa dia tuliskan juga namamu di sini?" Dia menggaruk kepalanya.
"Udah ah. Jangan suudzhon. Mungkin dia gak paham instruksiku tadi. Makan yuk. Aku lapar."
Setelah penemuan itu, aku semakin waspada. Aku percaya pada suamiku tapi sama sekali tidak pada jalang itu. Ada sedikit kekhawatiran, bila suatu saat suamiku akan membalas rasa padanya. Seperti kata pepatah, witing tresno jalaran saka kulino.
Aku semakin gencar menghujaninya dengan perhatian. Hampir setiap jam aku sempatkan mengirim pesan dan saat istirahat, ia akan menelpon untuk memastikan aku sudah makan siang. Kadang kami makan bersama dan bercanda lewat sambungan telepon.
Namun ada yang aneh hari ini, semua pesanku tak satupun berbalas. Saat jam istirahat, aku memutuskan untuk menelponnya. Cukup lama aku menunggu hingga akhirnya telepon diangkat, tapi tak ada suara. Kurang dari satu menit sambungan terputus.
Kupencet lagi nomor yang telah hapal luar kepala. Tak lama diangkat dan itu suara wanita. Tak perlu waktu lama untuk mengenali siapa pemilik suara itu. Bahkan walau tak sekalipun aku bertemu dengannya, aku yakin itu Evil.
"Siapa kau? Kenapa HP suamiku ada sama kau?" Kubentak suara salam yang mendayu-dayu itu.
"Maaf, Bu. Saya Evi. Pak Pram lagi sibuk. Hpnya ketinggalan di meja saya tadi." Seperti ada sesuatu yang terbakar di dada sebelah kiri. Aku menarik napas mengatur emosi. Tak boleh, perempuan ini tak boleh merasa menang. Jika aku melabraknya sekarang, ia akan bermain peran di hadapan suamiku.
"Ehm. Yasudah. Salam kenal ya, Evi. Nanti kasi tau Pak Pram, tadi istrinya nelpon." Airmata berlomba keluar seakan telah lama tertahan bendungan. Kutekan dada kuat demi mengurangi rasa sesak. Pikiranku kalut, rasa percaya diriku tercerabut sampai ke akar.
Bisa saja suamiku sengaja meninggalkan gawainya pada jalang itu. Sudah sampai di mana kedekatan mereka? Pikiran kotor dan busuk bergelayut manja di otak. Aku meringkuk di sudut ranjang menangisi ketidak sempurnaan.
Lima tahun menikah tapi belum ada tanda-tanda kehamilan. Apa sekarang suamiku telah lelah menanti keturunan dariku hingga ia memilih bersama wanita yang jelas subur terbukti dari dua bocah yang dimilikinya. Hampir separuh bantal telah basah, bahkan aku harus menggigit selimut agar isakku tak terdengar sampau keluar.
Pukul lima gawai di sisiku berdering. My Lovely Hubby. Aku mengucek mata, memandangi bayanganku yang berantakan di depan cermin kamar. Entah kapan aku mulai tertidur. Benda itu terus berdering, tapi kuabaikan. Aku ingin dia tahu aku marah. Itu kesalahan fatal. Tak termaafkan. Kalian tertangkap basah!
Beberapa kali ia menelpon, sama sekali tak kugubris. Aku sibuk memasukkan beberapa setel pakaian ke dalam koper. Tekadku telah bulat, sebelum ia meninggalkanku, aku akan lebih dulu meninggalkannya. Tak lupa secarik kertas kutinggalkan di bawah kotak cincin pernikahan yang telah kucopot dari jemari tangan. Meninggalkan bekas belang di jariku.
Sambil menyusut airmata, sengaja kukenakan kacamata hitam demi menyamarkan mata yang bengkak. Entah hendak kemana, akupun tak tahu. Untuk kembali ke rumah orang tua, aku belum siap. Aku hanya ingin sendiri, bila ia benar telah memilih.
Belum sempat menggapai gagangnya, pintu terbuka dari luar. Suamiku, dengan wajah pucat berkeringat. Terlebih ia melihat koper dan busanaku. Tak ada kata terucap dari bibirnya. Hanya saja ia langsung melarungkan aku ke dalam pelukan terdalam. Hangat, airmata kembali membanjiri sudut mataku. Ia menepuk-nepuk punggungku seolah berkata, lepaskan sedihmu.
Setelah dirasa tangisku mereda, ia menyeret kembali koper ke dalam kamar, berikut aku yang membuntuti langkahnya. Tak ada kata tapi aku tahu segalanya tentang aku dan dia masih baik-baik saja. Hanya jalang itu masalahnya.
"Maafin aku ya, Sayang. Tadi memang sibuk banget. Aku sampai lupa di mana letak HP. Padahal aku sempat tanya sama Evi, tapi kata dia gak tau. Entahlah, mungkin dia juga belum sadar HPku tertinggal di mejanya." Aku menatapnya nyalang.
"Dia jalang! Kau pikir kenapa dia angkat telepon dariku? Supaya kita salah paham. Kau saja terlalu lugu."
"Baik. Tenanglah dulu. Setelah kau menelepon, dia langsung memberikan HP padaku."
"Kenapa kau tak langsung menghubungiku? Sibuk? Setidaknya balas salah satu pesanku."
"Maafkan aku. Aku baru tau smsmu saat akan pulang. Tak ada tanda pesan yang belum terbaca. Kukira kau hanya menelpon tanpa mengirim pesan."
"Nah! Kau tau sekarang. Jalang itu yang membuka semua pesanku. Apa hak dia membaca isi gawaimu? Sekarang katakan, apa kau juga menyukainya?"
"Demi Allah, tak ada siapapun yang bisa menggantikan posisimu di hatiku. Percayalah."
"Siapa tau, kau tak lagi bersabar dengan keadaanku. Memilihnya yang jelas telah punya anak."
"Astagfirullah. Sama sekali tak pernah terlintas di benakku untuk menyakitimu. Maafkan aku."
"Berjanjilah untuk menjauhinya." Aku menyodorkan kelingking padanya. Ia malah menyematkan kembali cincin di jari manisku. Persis saat ia melamarku. Pipiku kembali merona.
"Satu hal lagi. Aku ingin memberinya sedikit pelajaran. Besok, bersikaplah seperti biasa. Lalu tinggalkan gawaimu di mejanya." Suamiku mengangguk. Aku tau dia sangat mencintaiku, begitupun rasaku.
***
Aku bisa membayangkan wajahnya akan seperti apa setelah membaca pesan yang barusan kukirim.
Sesuai permintaan, suamiku akan mengambil gawainya sebelum istirahat makan siang untuk meneleponku.
"Kamu sms apa rupanya. Kenapa Evi jadi ketus padaku?" tanyanya di ujung sambungan telepon.
"Baca saja," jawabku santai.
"Tak ada pesan apapun."
"Haha. Dia telah menghapusnya. Aku menulis, Sayang, tolong kau jauhi perempuan itu. Dia sedang berakting layaknya artis sinetron untuk mengambil hatimu."
"Itu saja?"
"Ya, itu saja. Kau bersiaplah untuk menghadapi tingkahnya yang semakin ajaib. Bisa saja dia berubah pura-pura menjauhimu atau malah akan semakin gencar mendekatimu secara terang-terangan. Dan kau tahu, semua itu hanya akal-akalan dia agar kau merasa membutuhkan hingga akhirnya berakhir di pelukannya. Trik laba-laba."
" Wah. Kau hebat sekali. Eh, sebentar, sekarang ia sedang berada tepat dua meja di depanku dengan wajah ditekuk. Aku rasa aku mulai mengerti permainannya."
"Abaikan saja. Nanti juga dia tahu sendiri di mana seharusnya ia berada."
"Baiklah, tetap terhubung. Aku akan kembali ke ruanganku." tak terdengar lagi suaranya. Aku melanjutkan suapan terakhir. Langsung tersedak saat suara mendayu-dayu itu memanggil nama suamiku.
"Pak Pram. Bisa bicara sebentar." Dasar jalang. Dia masih berusaha ternyata.
"Maaf, saya agak sibuk sekarang. Bisa kita bicara lain kali?" Suara suamiku terdengar santai.
"Oh. Baiklah. Kalau nanti sore bisa? Aku butuh teman bicara. Ini soal mantan suamiku." Sial. Perempuan ini memang ular. Semoga suamiku tak tergoda untuk bersimpati padanya sedikit saja. Itu pintu masuk jebakan dia.
"Ehm ... entahlah. Aku harus pulang cepat. Ada janji dengan istriku untuk membawanya belanja sore ini. Maaf, ya. Semoga masalahmu segera teratasi." Ah suamiku terlalu baik. Tak seharusnya mereka terlalu akrab, kan? Tapi baik hatinya itu yang membuatku jatuh cinta. Mungkin juga sama dengan yang dirasakan Evil itu.
Ah sial. Batere HPku habis. Sambil mengecas, aku membereskan rumah, menata anggrek.
Pukul lima, aku telah bersiap. Hari ini kami akan berbelanja kebutuhan rumah tangga lalu akan makan malam di luar. Sampai hampir pukul setengah enam, ia masih belum pulang. Cepat kuaktifkan gawai. Beberapa pesan masuk.
[Maaf, Sayang. Evi tadi tiba-tiba pingsan. Aku terpaksa mengantarnya ke rumah sakit.]
Tandukku langsung keluar dari persembunyiannya. Tak ada lagi toleransi untuk jalang itu.
"Di mana?"
" ... "
"Bukannya kita sudah sepakat tentang dia. Itu hanya modus."
" ... "
"Baiklah aku ke sana. Akan kulabrak jalang itu. Akan kubongkar semua muslihatnya."
Kulempar gawai ke sofa. Menjerit sekuatnya. Jika dia ada di depanku sudah pasti akan kucabik-cabik wajah sok lugunya.
"Tenang, Adel. Kau kuat. Jalang itu bukan apa-apa bagimu." Aku menarik napas dan mengembuskannya. Kuambil kembali gawai dan mengirim pesan.
[Maafin aku, Sayang. Tadi aku emosi, sekarang aku akan ke sana. Aku berjanji tidak akan membuatmu malu di depan teman-temanmu.]
Langsung kupesan taksi online untuk mengantarku menemui wanita itu.
***
.
***
Percaya atau tidak, insting wanita bisa setajam agen rahasia CIA. Aku pernah hampir melabrak perempuan hanya bermodal coretan di notes suamiku. Semacam kode yang ditulis perempuan itu, entah kenapa aku begitu yakin dia menaruh rasa pada pasanganku.
Namanya Evi, tapi aku lebih suka memanggilnya Evil. Janda dengan dua orang anak yang bekerja di tempat sama dengan suamiku. Saat itu suamiku dan dia sama-sama bekerja sebagai karyawan di salah satu perusahaan konstruksi. Masih muda, umurnya di atasku dua atau tiga tahun saja. Tak terlalu cantik, tapi dia bisa bermain apik.
Membungkus rencana busuknya dengan balutan persahabatan. Omong kosong! Mana ada seorang pria dan wanita dewasa bisa bersahabat tanpa ada rasa yang luar biasa.
Dasar suamiku terlalu lugu atau dia berpikir aku tak akan tahu, setiap pulang kerja, ia selalu menceritakan segala aktivitasnya. Selalu saja ada nama Evil terselip dalam kisahnya.
Saat ia masuk ke kamar mandi. Aku mulai bergerilya memeriksa setiap barang bukti di tas kerja. Tak satupun luput dari pencarianku. Hingga aku terhenti pada sebuah catatan di notes suamiku. Aku kenal sekali tulisannya, dan ini pasti milik orang lain. Tarikan penanya rapi dan sedikit meliuk. Tertulis beberapa nama, aku kenal semua. Yang menarik, nama Evi Susanti dan Pramono Susanto seperti sengaja ditulis berdekatan. Ada tanda panah di samping nama suamiku. Seakan dia berusaha mengirimkan Cupid untuk memanah cinta suamiku.
"Langkahi dulu mayatku!"
Saat suamiku keluar kamar mandi, langsung kucecar dengan peluru pertanyaan bertubi-tubi. Aku tak suka memendam tanya terlalu lama. Spekulasi di otak bisa membuatku gila.
"Ini tulisan siapa?" Ia mengernyitkan dahi.
"Oh, itu tulisan karyawan baru yang aku ceritakan tadi. Aku yang menyuruhnya mencatat nama dan nomer HP karyawan yang baru. Kan HP aku ketinggalan pagi tadi. Emangnya kenapa?" tanyanya menyelidik. Aku menyerahkan hasil investigasi.
"Jauhi Evil itu, maksudku Evi. Lihat, buat apa dia tuliskan juga namamu di sini?" Dia menggaruk kepalanya.
"Udah ah. Jangan suudzhon. Mungkin dia gak paham instruksiku tadi. Makan yuk. Aku lapar."
Setelah penemuan itu, aku semakin waspada. Aku percaya pada suamiku tapi sama sekali tidak pada jalang itu. Ada sedikit kekhawatiran, bila suatu saat suamiku akan membalas rasa padanya. Seperti kata pepatah, witing tresno jalaran saka kulino.
Aku semakin gencar menghujaninya dengan perhatian. Hampir setiap jam aku sempatkan mengirim pesan dan saat istirahat, ia akan menelpon untuk memastikan aku sudah makan siang. Kadang kami makan bersama dan bercanda lewat sambungan telepon.
Namun ada yang aneh hari ini, semua pesanku tak satupun berbalas. Saat jam istirahat, aku memutuskan untuk menelponnya. Cukup lama aku menunggu hingga akhirnya telepon diangkat, tapi tak ada suara. Kurang dari satu menit sambungan terputus.
Kupencet lagi nomor yang telah hapal luar kepala. Tak lama diangkat dan itu suara wanita. Tak perlu waktu lama untuk mengenali siapa pemilik suara itu. Bahkan walau tak sekalipun aku bertemu dengannya, aku yakin itu Evil.
"Siapa kau? Kenapa HP suamiku ada sama kau?" Kubentak suara salam yang mendayu-dayu itu.
"Maaf, Bu. Saya Evi. Pak Pram lagi sibuk. Hpnya ketinggalan di meja saya tadi." Seperti ada sesuatu yang terbakar di dada sebelah kiri. Aku menarik napas mengatur emosi. Tak boleh, perempuan ini tak boleh merasa menang. Jika aku melabraknya sekarang, ia akan bermain peran di hadapan suamiku.
"Ehm. Yasudah. Salam kenal ya, Evi. Nanti kasi tau Pak Pram, tadi istrinya nelpon." Airmata berlomba keluar seakan telah lama tertahan bendungan. Kutekan dada kuat demi mengurangi rasa sesak. Pikiranku kalut, rasa percaya diriku tercerabut sampai ke akar.
Bisa saja suamiku sengaja meninggalkan gawainya pada jalang itu. Sudah sampai di mana kedekatan mereka? Pikiran kotor dan busuk bergelayut manja di otak. Aku meringkuk di sudut ranjang menangisi ketidak sempurnaan.
Lima tahun menikah tapi belum ada tanda-tanda kehamilan. Apa sekarang suamiku telah lelah menanti keturunan dariku hingga ia memilih bersama wanita yang jelas subur terbukti dari dua bocah yang dimilikinya. Hampir separuh bantal telah basah, bahkan aku harus menggigit selimut agar isakku tak terdengar sampau keluar.
Pukul lima gawai di sisiku berdering. My Lovely Hubby. Aku mengucek mata, memandangi bayanganku yang berantakan di depan cermin kamar. Entah kapan aku mulai tertidur. Benda itu terus berdering, tapi kuabaikan. Aku ingin dia tahu aku marah. Itu kesalahan fatal. Tak termaafkan. Kalian tertangkap basah!
Beberapa kali ia menelpon, sama sekali tak kugubris. Aku sibuk memasukkan beberapa setel pakaian ke dalam koper. Tekadku telah bulat, sebelum ia meninggalkanku, aku akan lebih dulu meninggalkannya. Tak lupa secarik kertas kutinggalkan di bawah kotak cincin pernikahan yang telah kucopot dari jemari tangan. Meninggalkan bekas belang di jariku.
Sambil menyusut airmata, sengaja kukenakan kacamata hitam demi menyamarkan mata yang bengkak. Entah hendak kemana, akupun tak tahu. Untuk kembali ke rumah orang tua, aku belum siap. Aku hanya ingin sendiri, bila ia benar telah memilih.
Belum sempat menggapai gagangnya, pintu terbuka dari luar. Suamiku, dengan wajah pucat berkeringat. Terlebih ia melihat koper dan busanaku. Tak ada kata terucap dari bibirnya. Hanya saja ia langsung melarungkan aku ke dalam pelukan terdalam. Hangat, airmata kembali membanjiri sudut mataku. Ia menepuk-nepuk punggungku seolah berkata, lepaskan sedihmu.
Setelah dirasa tangisku mereda, ia menyeret kembali koper ke dalam kamar, berikut aku yang membuntuti langkahnya. Tak ada kata tapi aku tahu segalanya tentang aku dan dia masih baik-baik saja. Hanya jalang itu masalahnya.
"Maafin aku ya, Sayang. Tadi memang sibuk banget. Aku sampai lupa di mana letak HP. Padahal aku sempat tanya sama Evi, tapi kata dia gak tau. Entahlah, mungkin dia juga belum sadar HPku tertinggal di mejanya." Aku menatapnya nyalang.
"Dia jalang! Kau pikir kenapa dia angkat telepon dariku? Supaya kita salah paham. Kau saja terlalu lugu."
"Baik. Tenanglah dulu. Setelah kau menelepon, dia langsung memberikan HP padaku."
"Kenapa kau tak langsung menghubungiku? Sibuk? Setidaknya balas salah satu pesanku."
"Maafkan aku. Aku baru tau smsmu saat akan pulang. Tak ada tanda pesan yang belum terbaca. Kukira kau hanya menelpon tanpa mengirim pesan."
"Nah! Kau tau sekarang. Jalang itu yang membuka semua pesanku. Apa hak dia membaca isi gawaimu? Sekarang katakan, apa kau juga menyukainya?"
"Demi Allah, tak ada siapapun yang bisa menggantikan posisimu di hatiku. Percayalah."
"Siapa tau, kau tak lagi bersabar dengan keadaanku. Memilihnya yang jelas telah punya anak."
"Astagfirullah. Sama sekali tak pernah terlintas di benakku untuk menyakitimu. Maafkan aku."
"Berjanjilah untuk menjauhinya." Aku menyodorkan kelingking padanya. Ia malah menyematkan kembali cincin di jari manisku. Persis saat ia melamarku. Pipiku kembali merona.
"Satu hal lagi. Aku ingin memberinya sedikit pelajaran. Besok, bersikaplah seperti biasa. Lalu tinggalkan gawaimu di mejanya." Suamiku mengangguk. Aku tau dia sangat mencintaiku, begitupun rasaku.
***
Aku bisa membayangkan wajahnya akan seperti apa setelah membaca pesan yang barusan kukirim.
Sesuai permintaan, suamiku akan mengambil gawainya sebelum istirahat makan siang untuk meneleponku.
"Kamu sms apa rupanya. Kenapa Evi jadi ketus padaku?" tanyanya di ujung sambungan telepon.
"Baca saja," jawabku santai.
"Tak ada pesan apapun."
"Haha. Dia telah menghapusnya. Aku menulis, Sayang, tolong kau jauhi perempuan itu. Dia sedang berakting layaknya artis sinetron untuk mengambil hatimu."
"Itu saja?"
"Ya, itu saja. Kau bersiaplah untuk menghadapi tingkahnya yang semakin ajaib. Bisa saja dia berubah pura-pura menjauhimu atau malah akan semakin gencar mendekatimu secara terang-terangan. Dan kau tahu, semua itu hanya akal-akalan dia agar kau merasa membutuhkan hingga akhirnya berakhir di pelukannya. Trik laba-laba."
" Wah. Kau hebat sekali. Eh, sebentar, sekarang ia sedang berada tepat dua meja di depanku dengan wajah ditekuk. Aku rasa aku mulai mengerti permainannya."
"Abaikan saja. Nanti juga dia tahu sendiri di mana seharusnya ia berada."
"Baiklah, tetap terhubung. Aku akan kembali ke ruanganku." tak terdengar lagi suaranya. Aku melanjutkan suapan terakhir. Langsung tersedak saat suara mendayu-dayu itu memanggil nama suamiku.
"Pak Pram. Bisa bicara sebentar." Dasar jalang. Dia masih berusaha ternyata.
"Maaf, saya agak sibuk sekarang. Bisa kita bicara lain kali?" Suara suamiku terdengar santai.
"Oh. Baiklah. Kalau nanti sore bisa? Aku butuh teman bicara. Ini soal mantan suamiku." Sial. Perempuan ini memang ular. Semoga suamiku tak tergoda untuk bersimpati padanya sedikit saja. Itu pintu masuk jebakan dia.
"Ehm ... entahlah. Aku harus pulang cepat. Ada janji dengan istriku untuk membawanya belanja sore ini. Maaf, ya. Semoga masalahmu segera teratasi." Ah suamiku terlalu baik. Tak seharusnya mereka terlalu akrab, kan? Tapi baik hatinya itu yang membuatku jatuh cinta. Mungkin juga sama dengan yang dirasakan Evil itu.
Ah sial. Batere HPku habis. Sambil mengecas, aku membereskan rumah, menata anggrek.
Pukul lima, aku telah bersiap. Hari ini kami akan berbelanja kebutuhan rumah tangga lalu akan makan malam di luar. Sampai hampir pukul setengah enam, ia masih belum pulang. Cepat kuaktifkan gawai. Beberapa pesan masuk.
[Maaf, Sayang. Evi tadi tiba-tiba pingsan. Aku terpaksa mengantarnya ke rumah sakit.]
Tandukku langsung keluar dari persembunyiannya. Tak ada lagi toleransi untuk jalang itu.
"Di mana?"
" ... "
"Bukannya kita sudah sepakat tentang dia. Itu hanya modus."
" ... "
"Baiklah aku ke sana. Akan kulabrak jalang itu. Akan kubongkar semua muslihatnya."
Kulempar gawai ke sofa. Menjerit sekuatnya. Jika dia ada di depanku sudah pasti akan kucabik-cabik wajah sok lugunya.
"Tenang, Adel. Kau kuat. Jalang itu bukan apa-apa bagimu." Aku menarik napas dan mengembuskannya. Kuambil kembali gawai dan mengirim pesan.
[Maafin aku, Sayang. Tadi aku emosi, sekarang aku akan ke sana. Aku berjanji tidak akan membuatmu malu di depan teman-temanmu.]
Langsung kupesan taksi online untuk mengantarku menemui wanita itu.
***
.







nona212 dan 11 lainnya memberi reputasi
12
1.9K
13


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan