- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Ini Cara Oknum Ormas di Banten Palak Investor Hingga Ramai-Ramai Angkat Kaki


TS
Bu.Vero
Ini Cara Oknum Ormas di Banten Palak Investor Hingga Ramai-Ramai Angkat Kaki
Jakarta - Sektor industri alas kaki atau sepatu memilih angkat kaki dari Banten karena persoalan upah yang tinggi. Padahal sektor ini satu pabrik bisa menyerap puluhan ribu tenaga kerja.
Provinsi Jawa Tengah (Jateng) menjadi primadona baru investasi di Indonesia dari investor baru dari luar maupun relokasi dari provinsi lain.
Upah yang masih murah menjadi daya tarik investor menanamkan modal di Jateng terutama di sektor padat karya. UMP di Jateng pada 2020 saja masih Rp 1,7 juta, kurang dari separuh dari UMK-UMK di banten dan Jabar.
Padahal, tujuh tahun lalu, Banten jadi primadona investasi asing dan dalam negeri. Namun, kini perlahan pamornya mulai pudar, setidaknya untuk industri padat karya yang banyak menyerap tenaga kerja.
Selain soal persoalan upah tinggi, ada juga persoalan premanisme yang dilakukan oleh oknum ormas. Hal ini juga dirasakan oleh para pengusaha alas kaki yang akhirnya memilih hengkang ke Jateng.
Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakri Anom mengatakan ada beberapa modus premanisme di Banten antara lain mulai dari pengelolaan sampah/limbah sampai rekrutmen tenaga kerja yang dikuasai oleh ormas. Ia bilang ada beberapa kasus tenaga kerja sebelum bekerja di perusahaan alas kaki, harus bayar ke preman.
"Sekarang ormas sudah lebih maju. Mereka minta sekarang bisnis," kata Firman sambil merujuk kasus minimarket di Bekasi, seperti dilansir CNBC Indonesia, Rabu, 13 November 2019.
Kepala Bidang Pelayanan Perizinan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Banten Deden Indrawan mengaku tahu soal relokasi 25 pabrik alas kaki dari media massa.
Namun, Deden mengaku tak tahu soal keluhan pengusaha alas kaki hengkang antara lain dipicu oleh premanisme di Banten. Ia beralasan PTSP lebih banyak berinteraksi kepada investor yang baru memulai usaha.
"Di Banten memang lebih banyak industri padat modal PMA. Padat Karya selain alas kaki ada testil dan garmen, dari investor lokal," katanya.
Soal relokasi pabrik alas kaki dari Banten juga dibenarkan oleh Kepala BPS Banten Adhi Wiriana. Ia juga mengatakan relokasi pabrik salah satu yang mempengaruhi pengangguran di Banten. Selebihnya ada musim kemarau, aksi merumahkan karyawan pada kasus Krakatau Steel (KS), hingga tutupnya perusahaan Sandratex di Tanggerang Selatan.
BPS mencatat Tingakt Pengangguran Terbuka (TPT) di Banten pada Agustus 2019 mencapai 8,11% atau tertinggi di Indonesia.
Sumber : CNBC Indonesia
Editor : Darussalam Jagad Syahdana
Investor Ramai-Ramai Angkat Kaki Dari Banten
Mana ada yang mau berinvestasi di negara yang terlalu banyak ormas radikalnya. Pelajaran supaya direnungkan dalam-dalam khususnya bagi mereka yang selalu teriak-teriak anti asing dan aseng, jangan sombong jadi orang, karena tanpa Investasi dari Asing dan Aseng, anak cucu kita hanya akan menjadi begundal pengangguran di masa depan. Apakah itu yang kita inginkan ? Ataukah sudah siap untuk menjadi negara miskin ?
Provinsi Jawa Tengah (Jateng) menjadi primadona baru investasi di Indonesia dari investor baru dari luar maupun relokasi dari provinsi lain.
Upah yang masih murah menjadi daya tarik investor menanamkan modal di Jateng terutama di sektor padat karya. UMP di Jateng pada 2020 saja masih Rp 1,7 juta, kurang dari separuh dari UMK-UMK di banten dan Jabar.
Padahal, tujuh tahun lalu, Banten jadi primadona investasi asing dan dalam negeri. Namun, kini perlahan pamornya mulai pudar, setidaknya untuk industri padat karya yang banyak menyerap tenaga kerja.
Selain soal persoalan upah tinggi, ada juga persoalan premanisme yang dilakukan oleh oknum ormas. Hal ini juga dirasakan oleh para pengusaha alas kaki yang akhirnya memilih hengkang ke Jateng.
Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakri Anom mengatakan ada beberapa modus premanisme di Banten antara lain mulai dari pengelolaan sampah/limbah sampai rekrutmen tenaga kerja yang dikuasai oleh ormas. Ia bilang ada beberapa kasus tenaga kerja sebelum bekerja di perusahaan alas kaki, harus bayar ke preman.
"Sekarang ormas sudah lebih maju. Mereka minta sekarang bisnis," kata Firman sambil merujuk kasus minimarket di Bekasi, seperti dilansir CNBC Indonesia, Rabu, 13 November 2019.
Kepala Bidang Pelayanan Perizinan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Banten Deden Indrawan mengaku tahu soal relokasi 25 pabrik alas kaki dari media massa.
Namun, Deden mengaku tak tahu soal keluhan pengusaha alas kaki hengkang antara lain dipicu oleh premanisme di Banten. Ia beralasan PTSP lebih banyak berinteraksi kepada investor yang baru memulai usaha.
"Di Banten memang lebih banyak industri padat modal PMA. Padat Karya selain alas kaki ada testil dan garmen, dari investor lokal," katanya.
Soal relokasi pabrik alas kaki dari Banten juga dibenarkan oleh Kepala BPS Banten Adhi Wiriana. Ia juga mengatakan relokasi pabrik salah satu yang mempengaruhi pengangguran di Banten. Selebihnya ada musim kemarau, aksi merumahkan karyawan pada kasus Krakatau Steel (KS), hingga tutupnya perusahaan Sandratex di Tanggerang Selatan.
BPS mencatat Tingakt Pengangguran Terbuka (TPT) di Banten pada Agustus 2019 mencapai 8,11% atau tertinggi di Indonesia.
Sumber : CNBC Indonesia
Editor : Darussalam Jagad Syahdana
Investor Ramai-Ramai Angkat Kaki Dari Banten
Mana ada yang mau berinvestasi di negara yang terlalu banyak ormas radikalnya. Pelajaran supaya direnungkan dalam-dalam khususnya bagi mereka yang selalu teriak-teriak anti asing dan aseng, jangan sombong jadi orang, karena tanpa Investasi dari Asing dan Aseng, anak cucu kita hanya akan menjadi begundal pengangguran di masa depan. Apakah itu yang kita inginkan ? Ataukah sudah siap untuk menjadi negara miskin ?

Diubah oleh Bu.Vero 21-11-2019 06:01






4iinch dan 19 lainnya memberi reputasi
20
10.6K
149


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan