Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

i.am.legend.Avatar border
TS
i.am.legend.
APBD Defisit, Mengapa Pembebasan Tanah untuk Normalisasi Ciliwung Dikorbankan?
APBD Defisit, Mengapa Pembebasan Tanah untuk Normalisasi Ciliwung Dikorbankan?

APBD Defisit, Mengapa Pembebasan Tanah untuk Normalisasi Ciliwung Dikorbankan?

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemprov DKI Jakarta batal membebaskan 118 bidang tanah di bantaran sungai pada akhir tahun ini untuk proyek normalisasi Ciliwung karena APBD DKI tahun 2019 defisit.

Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup DKI Jakarta Yusmada Faizal mengatakan, anggaran pembebasan tanah untuk normalisasi Ciliwung dikorbankan karena memprioritaskan kegiatan lain yang sudah berkontrak dengan pihak ketiga.

"Kami harus memastikan yang sudah kontrak dulu, itu yang prioritas. Kalau sudah komitmen dengan pihak ketiga, sudah kontrak, tidak bayar, kan jadi persoalan," ujar Yusmada di Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (12/11/2019).

Menurut Yusmada, Pemprov DKI Jakarta sebenarnya tidak ingin memangkas anggaran pembebasan lahan untuk kebutuhan normalisasi sungai.

Namun, Pemprov DKI juga tak memiliki sisa anggaran untuk membebaskan lahan itu karena tidak cairnya dana bagi hasil dari pemerintah pusat sebagai salah satu pendapatan DKI.

"Ya duitnya tidak ada, mau bayar pakai apa, sementara sudah ada komitmen dengan yang lain. Kami enggak berharap itu (batal membebaskan lahan), tapi karena defisit, uang dari pemerintah pusat tidak sampai, ya tidak bisa dibayar," kata Yusmada.

APBD DKI tahun 2019 defisit. Alasannya, pendapatan berupa dana bagi hasil dari pemerintah pusat sebesar Rp 6,39 triliun belum disetorkan ke Pemprov DKI.

Dana bagi hasil salah satunya diberikan berdasarkan penerimaan pajak di daerah yang disetorkan ke pemerintah pusat.

Karena itu, pemerintah pusat memberikan dana bagi hasil kepada pemerintah daerah.

Defisitnya anggaran DKI pada 2019 berimbas pada efisiensi sejumlah belanja kegiatan.

Salah satunya yakni belanja pembebasan 118 bidang tanah di bantaran Sungai Ciliwung yang rencananya akan dieksekusi akhir tahun ini.

Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta sebenarnya sudah siap membayar 118 bidang tanah itu dengan anggaran Rp 160 miliar.

Pembayaran tinggal menunggu keputusan gubernur (kepgub) soal penetapan lokasi (lokasi) yang akan dibebaskan tersebut.

Namun, pembebasan lahan akhirnya dibatalkan seluruhnya. Hal ini berimbas pada normalisasi Ciliwung tidak bisa dikerjakan pada 2021.
sumber

☆☆☆☆☆☆☆

Kalau kita lihat pola pengelolaan anggaran 2020 seperti yang diributkan kemarin, bisa jadi pembebasan tanah untuk normalisasi Ciliwung memang tidak dianggap penting.

Sayangnya kita tidak tahu bagaimana anggaran 2019 kemarin, sebab pembahasannya sepi dan senyap. Dan pembahasan itu masih bersama DPRD periode 2014-2019.

Sebagaimana kita sama-sama ketahui, besaran dana hibah ke ormas demikian besar, dan mungkin juga pembelanjaan ATK fiktif serta anggaran ke sekolah diakali juga. Mungkin. Dan jika kita bandingkan dengan anggaran 2020 dari pos-pos yang digugat, itu cukup untuk membebaskan bidang-bidang tanah untuk normalisasi Ciliwung.

Jadi pada intinya, masyarakat Jakarta memang dikorbankan oleh Anies Baswedan.

Benar memang, pembelanjaan ATK dan lain-lain pastinya berhubungan dengan pihak penjual atau supplier yang sudah tekan kontrak pengadaan barang. Sementara pembebasan lahan hanya berhubungan dengan pemilik tanah, tidak ada kontrak sama sekali. Jalan satu-satunya yang termudah adalah membatalkan rencana pembebasan lahan tersebut.

Ini seharusnya menjadi pelajaran bagi warga ibukota. Jangan lagi memilih orang pecatan atau orang yang pandai mengolah kata. Pilih yang jelas telah teruji.

PUPR sendiri telah mengatakan bahwa jika tak ada pembebasan lahan tahun ini, tak akan ada normalisasi hingga tahun 2022, sebab PUPR butuh waktu 2 tahun untuk mengerjakan normalisasi setelah pembebasan lahan dilakukan.

Mudah-mudahan nanti Aa Gym bermurah hati komentar jika Jakarta banjir besar.

Padahal Anies Baswedan telah mengatakan tak akan ada penggusuran disepanjang sungai di DKI Jakarta ini. Yang ada hanyalah penggeseran. Kenapa tidak digeser saja properti yang ada di bidang tanah yang akan dibebaskan? Bukankah pinggiran sungai atau kali adalah milik pemerintah karena sebenarnya tanah itu termasuk dalam cetak biru lebar sungai sejak jaman Batavia?

Ah, bodo amatlah Nies.
Suka-suka elu aja.
twiratmoko
orgbekasi67
sebelahblog
sebelahblog dan 14 lainnya memberi reputasi
15
3.9K
63
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan