- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Saat Jokowi Lupakan Maruf Amin ..


TS
NegaraKITA
Saat Jokowi Lupakan Maruf Amin ..
Spoiler for Maruf Amin:
Spoiler for Video:
Presiden Jokowi lupa menyapa Wapres Ma’ruf Amin? Mengapa hal itu bisa terjadi? Padahal Jokowi sebagai Kepala Negara tentunya memiliki alur dalam berpidato. Setidaknya ada teks yang membantunya dalam menyampaikan suatu hal resmi di depan orang-orang terlebih lagi hal tersebut terjadi di Istana Negara. Maka tidak mungkin ia melupakan Wakilnya itu. Adakah pesan tersirat dari Jokowi kepada Wapres sekaligus Ketua MUI Maruf Amin? Ingat sebagai orang Jawa, Jokowi lebih senang menyindir atau memperingatkan seseorang dengan kode-kode.
Bagaimana hal itu bisa terjadi? Berikut paparannya.
Momen menarik itu terjadi saat acara penyerahan Daftar Isian Penyelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun 2020 di Istana Negara pada Kamis 14 November. Saat mengawal sambutannya, Jokowi meyapa para Menteri dan pimpinan Lembaga yang hadir. "Yang saya hormati ketua dan pimpinan lembaga-lembaga negara, yang saya hormati para menko, para menteri," kata Jokowi.
Lalu, pria asal Solo itu mengakui bahwa dirinya lupa menyapa Maruf. Padahal sebagai orang Nomor 2 RI, Maruf Amin seharusnya disapa terlebih dahulu sebelum para Menteri dan pemimpin Lembaga lainnya. Saya hampir lupa. Yang saya hormati Bapak Pak Wapres RI," ucap Jokowi. Presiden sendiri mengaku lupa karena terlalu sering bersama-sama Maruf Amin.
Kompas [Saat Jokowi Hampir Lupa Sapa Ma'ruf Amin...]
‘Lupa’nya Jokowi adalah hal yang mustahil di acara resmi kenegaraan. Jokowi punya teks pidato bukan? Sudah tentu ada arahan dalam menyampaikan salam dalam teks tersebut.
Artinya ada kode keras terhadap KH Maruf Amin.
Apabila kita mau sedikit menganalisa, teguran keras terhadap Maruf Amin tentunya dilayangkan terhadap Blok Islam ‘Hijau’ yakni MUI yang masih dipimpin Kyai Maruf, dan PBNU. Lantas timbul pertanyaan, mengapa Presiden justru seakan menekan Blok Islam NU? Hal ini dikarenakan Blok Islam Hijau sudah terlalu besar sehingga dapat membuat pimpinan berutang budi. Utang budi berpotensi besar membuat Presiden dapat dikendalikan dalam menjalankan pemerintahan. Padahal peran dari Blok Islam Hijau tak sebegitu besarnya dalam kemenangan Jokowi. Banyak pihak lain yang memiliki andil.
Coba saja kita tengok dari Pilkada 2018. Partai pengusung Jokowi yakni PDIP memenangkan Pilkada di 6 Provinsi dari 17 Provinsi serta 91 Kabupaten/Kota dari 152 Kabupaten/Kota. "Keenam provinsi tersebut adalah, Jawa Tengah, Bali, Sulawesi Selatan, Maluku, Maluku Utara, dan Papua. Dari enam provinsi tersebut, empat kader partai menjadi gubernur serta tiga kader partai menjadi wakil gubernur," kata Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto 28 Juni 2018 lalu.
Pada pilkada serentak di tingkat kabupaten/kota, menurut Hasto, dari total 154 kabupaten/kota yang menyelenggarakan pilkada, PDI Perjuangan berpartisipasi di 152 daerah. Dari 152 yang diikuti, PDI Perjuangan memenangkan pilkada di 91 daerah atau 59,86 persen. Hal ini juga menunjukkan peningkatan signifikan jumlah kader PDIP yang menjadi kepala daerah dibandingkan Pilkada sebelumnya. Yakni dari awalnya 214 orang menjadi 345 orang. Artinya dari Tahun 2018 saja telah terlihat faktor utama kemenangan Jokowi bukan dari Blok Islam Hijau.
Tirto [PDIP Menangkan Pilkada 2018 di 6 Provinsi dan 91 Kabupaten/Kota]
Begitu juga pada Pilpres 2019. PDIP meperoleh suara terbanyak dengan persentase 19.93 % disusul Gerindra dan Golkar. Sedangkan kader NU yang banyak tersebar di PKB hanya memperoleh 9.69 % suara.
Suara [PDIP Menang, Ini Daftar Rekapitulasi Suara Parpol Pemilu 2019]
Namun meski telah dihadapkan dengan fakat-fakta tersebut, pihak NU malah mengklaim sebagai penentu kemenangan Jokowi di Pilpres 2019. Akibatnya PKB secara terang-terangan meminta jatah 10 kursi Menteri pada Jokowi. Bahkan Ketum PBNU KH Said Aqil mengaku akan menyiapkan berapapun calon Menteri di kabinet baru Jokowi.
Tribunnews [PKB Ngotot Minta Jatah 10 Menteri, Ini Bocorannya]
Detik [Ketum PBNU: Berapapun Jokowi Minta Menteri, Saya Siap]
Wartaekonomi [Blak-blakan Minta Jatah Menteri, NU: Dukungan Nahdliyin ke Jokowi Nggak Gratis]
Blok Islam Hijau tetap berkoar saat kursi Menteri Agama tak mereka dapatkan. Padahal mereka telah mendapatkan Kursi Wakil Presiden dan Menko Polhukam Mahfud MD serta tiga wakil PKB: Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, serta Menteri Perdagangan Agus Suparmanto tentunya merupakan perwakilan dari NU.
JawaPos [NU di Kabinet Indonesia Maju]
Ketika NU tidak terima, mereka malah berbalik arah mendukung FPI dan meminta seluruh pihak menghormati Rizieq Shihab yang selama ini selalu berseberangan dengan pemerintah. Bahkan MUI dan NU memprotes kebijakan yang Jokowi telah perintahkan ke Kabinetnya. Bukankah seharusnya Maruf Amin juga mengetahui kebijakan-kebijakan tersebut saat ia mengikuti ikut rapat-rapat kabinet? Lantas mengapa MUI dan NU malah memprotes kebijakan Presiden Jokowi?
Artinya, ada indikasi ingin menyetir Presiden Jokowi oleh Blok Islam Hijau. Mereka ingin Jokowi berhutang budi sehingga Jokowi pun dapat dikendalikan oleh kepentingan NU. Jokowi tentu tidak inginkan pemerintahannya dikendalikan oleh kepentingan pihak tertentu. Ia harus mementingkan kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itulah ia menggunakan formulasi dari Presiden RI Pertama Ir. Soekarno.
Soekarno naik karena sokongan kelompok nasionalis seperti lascar-laskar pejuang, sehingga pada suatu saat tentunya akan terjebak utang budi pada militer. Demi mengimbanginya, Soekarno kemudian perkuat kelompok Islam NU. Namun ketika persaingan militer dan Blok Islam sudah terlalu kuat serta muncul kebangkitan dari NII dan gelombang separatis, maka Soekarno pun memperkuat kelompok Komunis guna mengimbangi kelompok nasionalis dan Islam, sehingga terbentuklah Nasakom.
Keseimbangan politik ini penting karena tidak ada pihak yang boleh lebih besar dari negara, sehingga apa-apa yang membuat pimpinan berutang budi yang mengakibatkan munculnya potensi pimpinan negara dikendalikan olehnya, harus dipecah dan diperkuat penyeimbangnya.
Begitu juga hal nya dengan Blok Islam Hijau (MUI dan NU). Di saat Blok Islam Hijau menjadi terlalu kuat, maka ia berpotensi mengendalikan arah pemimpin negara. Bukankah sudah terlihat jelas, saat NU tetap tidak puas meski Kursi Wapres dan 4 Menteri telah Blok Islam Hijau dapatkan. Ketika dihadapkan pada situasi seperti itu, Blok Islam Hijau ternyata tak juga mengerti. Mereka tak paham bahwa apa yang mereka lakukan sama saja dengan mendahulukan kepentingan sendiri dan berusaha menyetir arah kebijakan pemerintahan Jokowi.
Mereka bahkan menggunakan berbagai manuver politik guna membalas tekanan dari Pemerintah Jokowi. Lewat Wapres Maruf Amin, Blok Islam Hijau justru berusaha balik membelah Pemerintah.
Seperti sikap Maruf Amin yang inin ikut campur dalam urusan Papua. Saat mengikuti Interfaith Walk di Arena CFD Jalan MH Thamrin 17 November 2019, Kyai Maruf menginginkan jalan sehat lintas agama ini juga diadakan di Papua agar Papua damai.
Tempo [Ma'ruf Amin Minta Jalan Sehat Lintas Agama di Papua, Mengapa?]
Kemungkinan wacana jalan santai lintas agama di Papua ini ada kaitannya dengan dubes Selandia Baru yang menemui Maruf Amin membahas radikalisme. Saat itu Dubes Selandia Baru untuk Indonesia Jonathan Austin berdiskusi tentang penanggulangan radikalisme dan pemikiran-pemikiran ekstrim.
Republika [Dubes Selandia Baru Temui Maruf Bahas Radikalisme]
Mungkin saja ide jalan sehat lintas agama merupakan buah pemikiran dari cara pendekatan sipil untuk menanggulangi radikalisme dan terorisme. Namun sayangnya Maruf Amin agaknya tidak memperhatikan bahwa kunjungan delegasi Selandia Baru itu berbicara deradikalisasi terorisme dan bukan terkait Papua. Usulan Maruf Amin tentu berbahaya karena dapat memancing aksi kekerasan oleh KKB apabila jalan santai lintas agama dilaksanakan di Papua. Bukankah konflik di Papua tidak ada hubungannya dengan konflik agama? Bahkan Papua bisa saja menganggap jalan santai lintas agama di Papua sebagai bentuk dakwah Islam meng-Islamisasi Papua.
Lagipula bukankah isyu Papua merupakan ranah dari Menkopolhukam Mahfud MD? Bukankah demi mengamankan Papua selama ini Mahfud MD telah bersinergi dengan TNI-Polri? Bahkan Jokowi pernah meminta Mahfud MD menuntaskan kasus HAM di Papua.
Liputan 6 [Jokowi Perintahkan Mahfud Md Tuntaskan Kasus HAM di Papua]
Manuver berikutnya dari Blok Hijau adalah pernyataan dari Maruf Amin tentang sertifikasi siap kimpoi. Menurut Maruf pernikahan yang baik juga menjadi indikator keberhasilan suatu bangsa. Rumagh tangga itu merupakan unit terkecil dari masyarakat, dari negara, dan bangsa. Keluarga adalah miniaturnya sebuah bangsa. "Kalau rumah tangganya berantakan itu pasti bangsa berantakan," kata Kyai Maruf di Istana Wakil Presiden 15 November.
CNN Indonesia [Ma'ruf Amin: Nikah Berantakan, Bangsa Juga Berantakan]
Lantas bagaimana dengan mereka yang pernah mengalami kegagalan dalam pernikahan? Bukankah ini termasuk dari upaya Maruf Amin menyerang pemerintah khususnya Menhan Prabowo yang pernah mengalami kandasnya pernikahan?
Maka lupa menyapa Maruf Amin adalah kode keras dari Jokowi agar Blok Islam Hijau tidak mengendalikan arah kebijakannya. Tidak mengendalikan ke arah yang hanya menguntungkan kepentingan dari MUI dan NU, karena Jokowi memerintah demi kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Tapi ternyata kode Jokowi itu tak didengarkan oleh Blok Islam Hijau. Bahkan yang terjadi adalah sebaliknya, mereka melakukan berbagai manuver politik untuk melawan pemerintah.
Diubah oleh NegaraKITA 19-11-2019 02:28






simolen dan 4 lainnya memberi reputasi
3
2.5K
31


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan