Kaskus

News

i.am.legend.Avatar border
TS
i.am.legend.
IPW Nilai Kepolisian Gagal Cegah Terorisme
IPW Nilai Kepolisian Gagal Cegah Terorisme

IPW Nilai Kepolisian Gagal Cegah Terorisme

Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesia Police Watch (IPW) menilai masifnya penangkapan terduga teroris usai peristiwa penusukan mantan Menko Polhukam Wiranto dan bom bunuh diri di Mapolrestabes Medan merupakan bentuk kegagalan polisi dalam mencegah terorisme.

Ketua Presidium IPW Neta S. Pane mengatakan polisi tidak sigap melakukan deteksi dini padahal cukup banyak anggotanya yang kerap menjadi serangan teror.

"Ironisnya, dalam kondisi seperti ini polisi terkadang sangat ceroboh, lengah dan tidak sigap melakukan deteksi dini," kata Neta kepada CNNIndonesia.com, Minggu (17/11).

IPW Nilai Kepolisian Gagal Cegah Terorisme

Neta menyoroti ledakan yang terjadi di Polretabes Medan sebagai pesan bahwa terorisme di Indonesia masih hidup. Pasalnya, menurut dia, peristiwa tersebut merupakan kali pertama yang terjadi di periode kedua pemerintahan Joko Widodo.


Ia menambahkan, penangkapan terhadap para terduga teroris belakangan ini tidak meredupkan eksistensi mereka, justru sebaliknya.

"Meski Densus 88 terus-menerus melakukan penangkapan dan pembersihan ke sarang-sarang terorisme, tapi para teroris tetap mencari celah untuk melakukan serangan dan para teroris tidak pernah takut pada penangkapan maupun penggerebekan yang dilakukan Polri terhadap mereka," ujarnya.

Peristiwa bom bunuh diri di Medan, ungkap Neta, juga sebagai cara untuk mempermalukan Jenderal Idham Aziz yang baru beberapa saat menjabat sebagai Kapolri. Menurut dia, Idham merupakan tokoh penting di tubuh Densus 88.

"Kasus bom Medan ini sekaligus menunjukkan Polri di bawah kepemimpinan Idham Aziz sangat lemah dalam sistem deteksi dininya, baik deteksi dini dari jajaran Densus 88 maupun dari Intelijen Kepolisian, maupun Bareskrim," simpulnya.

IPW Nilai Kepolisian Gagal Cegah Terorisme

Diketahui kursi Bareskrim Mabes Polri sampai saat ini masih kosong. Neta menilai kelambatan Idham memilih anggota untuk mengisi pos tersebut memperlihatkan kelemahannya mengantisipasi pelbagai serangan teror.

"Selama ini jajaran Kepolisian sendiri yang selalu mengatakan bahwa sasaran terorisme saat ini sudah meluas dan polisi dijadikan sebagai sasaran utamanya. Tapi kenapa Polri lengah dan masih kebobolan?" sambung Neta mempertanyakan.

Neta pun menyarankan agar Idham segera memilih Bareskrim baru agar konsolidasi internal Polri menjadi kuat.

"Bagaimana Polri bisa mencermati dan mendeteksi manuver jajaran terorisme, jika Polri sendiri tidak terkonsolidasi dengan mengambangnya posisi Kabareskrim? Yang ada justru muncul manuver-manuver negatif di internal Kepolisian yang membuat jajaran Kepolisian menjadi bingung untuk bersikap di tengah maraknya serangan terorisme," katanya.

CNNIndonesia.com sudah berupaya menghubungi Karopenmas Mabes Polri Brigjen Polisi Dedi Prasetyo. Namun, sampai saat ini belum mendapat respons terkait pesan yang telah dilayangkan sejak malam kemarin. Status pesan singkat WhatsApp ceklis satu.

Sebelumnya, Densus 88 Mabes Polri telah mengamankan 18 orang terduga teroris usai ledakan bom bunuh diri terjadi di Polrestabes Medan. Mereka yang ditangkap seluruhnya ditetapkan sebagai tersangka. Data tersebut dirilis per tanggal Sabtu (16/11).

"Hingga hari ini total yang kita amankan ada 18 orang. Di antaranya ada diringkus di Aceh tiga orang, Hamparan Perak tiga orang, Jermal dua dan sejumlah titik lainnya," kata Kapolda Sumatera Utara Irjen Pol Agus Andrianto, Sabtu (16/11) malam.

Agus mengatakan Tim Densus 88 Polri dan Polda Sumut sendiri masih terus melakukan pengejaran terhadap para terduga teroris lainnya.

Sementara itu di kawasan Hamparan Perak, Sumatera Utara, Densus 88 Mabes Polri terlibat baku tembak dengan terduga teroris. Dalam baku tembak tersebut, satu personel Densus 88 terluka dan dua terduga teroris meninggal dunia.

"Kami dapat informasi tadi pagi ada baku tembak dengan dua terduga teroris dan anggota Densus 88. Satu anggota luka," kata Agus, Sabtu (16/11).
(rea)
sumber

☆☆☆☆☆

Salah kalau urusan terorisme hanya menyalahkan pihak kepolisian. Padahal urusan terorisme berhubungan juga dengan urusan kepercayaan sebagian orang didalam memahami sebuah agama, sebut langsung saja Islam.

Konteks jihad hanya ada pada agama Islam. Ini yang membedakan antara Islam dengan agama lainnya. Sebuah kekhususan yang teramat sulit buat dihilangkan, sebab hal itu melekat pada Firman Allah dan Sabda Rasulullah. Dan bagi muslim, ketetapan Allah adalah mutlak, begitu juga dengan Sabda Rasulullah yang terkandung dalam Hadits.

Yang jadi masalah, sebagian muslim Indoenesia, ada yang suka berlebihan memandang konteks jihad semata-mata hanya urusan perang, urusan menumpahkan darah. Ini yang salah. Salah kaprah.
Padahal utusan jihad meliputi banyak ragam, dari kewajiban menafkahi keluarga, sampai kewajiban membela negara dan bangsa.

Lalu dimana salahnya? Siapa yang patut dipersalahkan? Bukan para bomber atau calon penganten (calon pelaku bom bunuh diri), tapi lebih kepada mereka yang mendoktrin urusan jihad ini, baik secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung adalah mereka yang nyata-nyata berniat membuat kerusakan bagi bangsa yang majemuk ini. Mereka yang membawa urusan perang kedalam sebuah bangsa yang aman dan damai, tak ada penindasan agama apapun juga, apalagi agama Islam yang menjadi mayoritas di negeri ini.

Sementara mereka yang tidak secara langsung mengumandangkan jihad adalah mereka yang didalam ceramah-ceramahnya memberi narasi bersayap, malu-malu, memoles kata-kata bom bunuh diri menjadi sesuatu yang absurd, seolah-olah mereka mengijinkan atau mendukung praktek-praktek bunuh diri seperti yang banyak dilakukan manusia pekok. Artinya? Mereka inilah sumber masalah sebenarnya. Berlindung dengan tameng agama, menyebar kemunafikan, menyebar teror tanpa takut ditangkap, karena mereka berlindung dibalik nama ummat, dukungan ummat, jadi tak akan diusik. Ini yang jahat.

Polisi hanya aparat yang punya kelemahan. Di negeri seluas ini, dengan jumlah muslim mayoritas, dengan jumlah muslim yang terinfeksi jargon jihad, tak sebanding dengan jumlah aparat kepolisian, khususnya Densus 88. Padahal TNI punya Satgultor 81 yang sama-sama mengurusi teror. Tapi toh nyatanya anggota-anggota di Dewan tak setuju dengan ikut campurnya TNI mengurusi terorisme. Coba dilihat, dari partai nama saja yang tak setuju TNI ikut campur masalah terorisme.

Belum lagi tokoh-tokoh politik, tokoh-tokoh partai yang selalu kebakaran jenggot setiap ada penindakan kasus terorisme. Para munafikun ini tak mau agamanya terseret. Selalu membuat narasi bahwa teroris tak punya agama, padahal teroris itu melakukan kewajiban agama yang sama dengan pembuat narasi ini. Dan yang memalukan, diawal narasi bilang bahwa teroris tak punya agama, tetapi di ujung narasi mengatakan bahwa masyarakat wajib melakukan pemakaman sesuai syariat agama. Koplak!!!

Sudah dibilang, mereka para calon teroris ini ada dimana saja. Bisa keluarga kita, bisa sahabat, bisa tetangga. Mereka berlalu sebagai orang biasa. Sebab mereka memang orang biasa, melalukan hal sama dalam keseharian kita.

Kita cuma bisa terkaget-kaget ketika tiba-tiba.... Bummmm......!

Cobalah bercermin. Jika gw bisa menyadarkan seorang calon penganten bom bunuh diri, masa lu gak bisa? Sebelum mereka berbuat, jika sudah terdeteksi sejak awal, habisi keberaniannya. Sebab mereka juga manusia yang punya rasa takut.


knoopyAvatar border
sebelahblogAvatar border
4iinchAvatar border
4iinch dan 15 lainnya memberi reputasi
16
2.6K
42
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan