Dunia tidak tinggal diam menyaksikan kematian misterius aktivis lingkungan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Golfrid Siregar!

Lebih dari 240 organisasi lingkungan dunia desak kematian Golfrid diselidiki secara transparan oleh Pemerintah Indonesia. Mereka menunjukkan solidaristas yang kuat dengan mendatangi maupun mengirimkan surat ke sejumlah kantor perwakilan RI di luar negeri.

Di Australia misalnya, kelompok aktivis lingkungan 'Friends of the Earth' telah mendatangi kantor KJRI di Melbourne, Kamis (31/10), lalu untuk menyampaikan surat tekait meninggalnya Golfrid. KJRI Melbourne telah menerima surat yang akan diteruskan ke KBRI Canberra

Dilansir ABC Indonesia, Sam Cossar mengatakan mereka menyampaikan kecurigaan kematian Golfrid Siregar memiliki kaitan dengan profesinya sebagai pengacara lingkungan bersama WALHI di Sumatera Utara. “Kami meminta agar pemerintah Indonesia membuka penyelidikan yang transparan atas meninggalnya Golfrid.”

Aksi serupa juga berlangsung di perwakilan RI diantaranya di KBRI Madrid, KBRI London, KBRI Tokyo, serta di banyak kota lain di berbagai belahan dunia. Tuntutan mereka satu suara, menghendaki adanya penyelidikan yang independent dan lewat tim khusus yang diprakarsai langsung oleh Komnas HAM.

Mereka juga meminta Presiden Joko Widodo membuat peraturan yang menjamin dan melindungi hak-hak aktivis lingkungan dan HAM, agar mencegah "kriminalisasi" bagi mereka yang mencoba membongkar ketidakadilan.

https://www.abc.net.au/indonesian/20...?sf222699783=1

Kasus kematian misterius yang menyita perhatian segenap aktivis lingkungan dunia tersebut bermula ketika Golfrid Siregar ditemukan tak sadarkan diri dengan tubuh terlentang dan sebuah motor di sebuah jalanan di kota Medan, Sumatera Utara, 3 Oktober 2019, dini hari.

Pria berusia 34 tahun tersebut meninggal tiga hari setelah mendapat perawatan di rumah sakit karena luka di bagian kepala. "Yang bersangkutan meninggal karena kecelakaan tunggal," ujar Kapolda Sumatera Utara, Irjen Pol Andriyanto dalam sebuah konferensi pers pertengahan Oktober lalu.

Polisi juga mengaku telah adanya bukti jika Golfrid mengkonsumsi alkohol sebelum mengendarai motor. Namun Walhi mengatakan ada "kejanggalan" dari kematian Golfrid, seperti ditemukannya keretakan pada kepala, luka memar di mata kanan, pakaian yang banyak lumpur. Sebelum ditemukan, Golfrid yang kerap kali mendapatkan ancaman, sempat dilaporkan hilang selama beberapa hari.

Seperti diketahui, pembangunan PLTA Batang Toru adalah proyek kontroversial yang memberikan dampak pada lingkungan, sosial, keanekaragaman hayati dengan sejumlah aktivitas yang mencurigakan yang dilakukan PT North Sumatera Hydro Energi (NSHE) sebagai pengembang proyek.

Sebagai Koordinator Bidang Hukum Walhi, Golfrid menggugat perusahaan tersebut karena dianggap telah menyalahi sejumlah peraturan, termasuk melapor ke KPK dengan dugaan adanya potensi korupsi antara PT NSHE dan pemerintah setempat.



Golfrid juga sebelumnya aktif menyediakan layanan advokasi bagi warga yang pernah mengalami kerugian atau menyuarakan masalah penebangan pohon ilegal, pertambangan, atau perusakkan hutan.

https://majalah.tempo.co/read/158740...a4Y--RcDXzPy-c

Tren kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan hidup memang terus meningkat dewasa ini; sebuah ongkos mahal dari pembangunan yang mengabaikan prinsip kemanusiaan.

Laporan Global Witness mencatat sekitar 185 pejuang lingkungan hidup yang tersebar di 24 negara dibunuh pada 2015. Menurut organisasi nirlaba pada isu eksploitasi sumber daya alam, konflik, kemiskinan, korupsi, dan pelanggaran HAM di seluruh dunia itu, angka kekerasan tersebut meningkat menjadi 200 kasus pada 2016.

Di Indonesia, dalam laporan yang dirangkum Yayasan Perlindungan Insani Indonesia, angka kasus pelanggaran HAM terhadap pejuang lingkungan merupakan yang paling banyak di antara bentuk pelanggaran HAM lain: 103 kasus dari total 132 kasus pelanggaran HAM dalam sewindu terakhir.

Catatan Walhi bahkan lebih buruk. Tahun 2018 setidaknya ada 163 pejuang lingkungan yang dikriminalisasi.

Tentu masih banyak kejadian-kejadian lainnya di berbagai tempat di tanah air. Memang ironis hidup para pejuang lingkungan. Proteksi atau perlindungan terhadap pihak-pihak yang dianggap sebagai pejuang lingkungan hidup di Indonesia masih sangat minim. Kriminalisasi dan kekerasan terhadap mereka masih tumbuh subur bahkan di Rezim Nawa Cita.

Padahal tidak banyak orang yang mau ambil resiko memperjuangkan sesuatu yang hasilnya bukan untuk dirinya sendiri. Bahkan mungkin hasilnya nantinya akan dinikmati oleh anak-cucu dari orang-orang yang menentangnya..

I Wayan Suardana (Walhi Bali), Muhammad Miki, Budi Pego, Golfrid Siregar dan ratusan pejuang lingkungan lainnya yang tidak bisa disebutkan namanya satu per satu..



Indonesia yang mengaku dirinya bangsa yang ramah, santun dan demokratis, ternyata terbukti belum atau bahkan tidak ramah pada pejuang lingkungan. Kita sesungguhnya tengah dihadapkan pada situasi ‘darurat perlindungan pejuang lingkungan”.

UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) Tahun 2009 Pasal 66 menyebutkan pejuang lingkungan tak bisa dikenai hukum. Sayangnya, pasal ini seakan tak bergigi karena masih banyak kriminalisasi dialami pejuang lingkungan hidup.

https://www.mongabay.co.id/2018/09/1...erjerat-hukum/

Kalau sudah begini, bagaimana mungkin kita berharap Komisi Uni Eropa (UE) akan mau meringankan blokadenya atas produk minyak sawit (crude palm oil/CPO) Indonesia?

Tampaknya selama ini Pemerintah Indonesia gagal paham bahwa definisi ‘ramah lingkungan’ yang dimaksud oleh negara-negara di Benua Biru bukan hanya terbatas pada industri yang ramah lingkungan dan berkesinambungan (sustainable), tetapi juga mencakup ‘perlakuan yang ramah’ terhadap para aktivis pejuang lingkungan…