Baru-baru ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur merilis pandangannya mengenai salam dari semua agama. Fatwa ini sempat ramai dibicarakan publik karena dianggap tidak mendukung adanya kerukunan antar umat beragama.

Mungkin banyak yang salah paham dengan maksud MUI Jatim tersebut. Karena opini yang beredar di media sosial cukup jauh dengan penjelasan dari para ulama sendiri.

Ketua MUI Jatim, Kiai Abdusshomad Buchori menjelaskan bahwa toleransi pada dasarnya bukan menggabungkan, menyeragamkan, atau menyamakan keyakinan yang berbeda, melainkan kesiapan menerima adanya perbedaan dengan cara bersedia hidup bersama di masyarakat dengan prinsip menghormati.

Nah, menurutnya, dalam mengimplementasikan toleransi antarumat beragama itu, perlu ada kriteria dan batasannya agar tidak merusak kemurnian ajaran agama.

Oleh sebab itu, pengucapan salam sebaiknya disesuaikan dengan agama yang dianut agar tidak merusak kemurnian ajaran agama. Karena di dalam pengucapan salam ada nilai dan ajaran yang bersifat ibadah dari masing-masing agama.

Menurut MUI Jatim, mengucapkan salam pembuka dari semua agama adalah perbuatan yang tidak pernah ada di masa lalu dan mengandung syubhat yang patut dihindari.

Selanjutnya, persoalan salam pembuka sebaiknya dilakukan sesuai ajaran agama masing-masing. Ini akan lebih baik, dibandingkan menggabungkan ucapan salam semua agama.

Misalnya, khusus kepada umat Islam cukup mengucapkan Assalamualaikum Wr. Wb. agar dapat terhindar dari syubhat yang dapat merusak kemurnian agama yang dianut.

Begitu juga dengan umat lain yang cukup mengucapkan salam sesuai ajarannya masing-masing.

Seperti itulah maksud dan tujuan dari adanya fatwa MUI Jatim mengenai salam dari semua agama. Semoga kita bisa memahaminya agar bisa menjaga kemurnian agama masing-masing.