Fahira dikenal dekat dengan ormas exstrim seperti FPI, ia juga sebaris dng Neno warisman dan Hanum rais dalam menyuarakan kedengkian pada penguasa dng bungkusan mengkritisi dan memberi masukan, ngakunya sih oposisi tapi tone nya kebencian bahkan pernah hoax juga.

Fahira melaporkan ade armando karena status ade di facebook memuat photo Anies sebagai joker, pada waktu yg belum begitu jauh dan yg sama ia terdiam bahagia saat jokowi dibuat bayangan pinokio oleh Tempo, sebuah sikap yang double standard.
Setelah Tempo menurunkan berita utama dng anies sebagai cover apakah fahira akan menggugat Tempo juga, kita tunggu saja.

Di era kebebasan ini siapapun boleh kritik pejabat publik, Abdul shomad saja sudah tidak segan-segan nyinyirin pemerintah dalam setiap ceramahnya, disambut riuh tepuk tangan jamaah kajiannya, di era kebebasan ini sudah tak ada lagi sekat mana kritik mana dengki, semua sumir, semua sulit dibedakan, pengajian artis hijrah pun sudah tak ragu mengkonsumsi kajian-kajian nyinyir tersebut, shomad seperti menjadi wakil mereka, jadi jika nanti viral maka shomad yang akan dibully dan artis2 hijrah yang cari aman tersebut tinggal nonton saja, shomad jadi bulan-bulanan netizen.

Pejabat publik memang harus dikritisi karena ia di amanahi membuat aturan dan menyusun anggaran, tapi jika sudah menyerang pribadi apalagi privacy maka ada konsekwensi hukum, bisa saja mereka melaporkan atas dasar pencemaran nama baik karena sudah ada contoh orang-orang yang sudah jadi korban UU ITE.


Fahira membuat LBH yang menurut opini saya gak jelas apa yang mereka bela, LBH ini tak terdengar membela kaum marjinal atau kaum minoritas, yang mereka fokus hanya pada melindungi pejabat pilihannya saja, padahal pilihannya terpilih dari proses politisasi agama dengan isu primordial yang sudah jadi catatan hitam sejarah di indonesia. Mereka seperti memelihara monster yang bernama rasisme jika diteruskan maka keutuhan NKRI tergrogoti.