noisscatAvatar border
TS
noisscat
Muslim India Cemas Jelang Putusan MA soal Situs Masjid Ayodhya



9 November 2019
The Supreme Court will pronounce the much-awaited verdict on the Ayodhya title suit on Saturday, almost a decade after the Allahabad High Court had partitioned the disputed site in the ratio of 2:1 between Hindu and Muslim litigants. Both sides had then moved the top court against the judgment.

The ruling is expected to impact the course of politics in the country, given that the Ram Janmabhoomi issue is a cornerstone of the Hindutva movement and one of the longstanding pledges of the ruling BJP. It will also likely define the future of the relationship between the two communities.

The country was put on alert to prevent religious violence that could erupt following the verdict in an emotive issue that has led to some of the worst riots India has seen over the past decades. The chief justice himself held meetings with UP officials in this regard.

Hindu groups say the Babri Masjid, which stood on the site and was brought down on December 6, 1992, was built after demolishing an ancient temple that stood at the birth place of Lord Ram.



In the high court decision, the deity itself, Ram Lalla, and the Nirmohi Akhara, got twothirds, including the land on which the structure stood.

The Uttar Pradesh Sunni Central Waqf Board was to get a one-third share of the land from the surplus 67 acres acquired by the central government in and around the structure to facilitate entry and exit. Both sides were unhappy and moved the top court, seeking sole possession of the disputed 2.77 acres. The top court later stayed the ruling.

A five-judge bench, comprising outgoing chief justice Ranjan Gogoi and justices SA Bobde, DY Chandrachud, Ashok Bhushan and S Abdul Nazeer, will pronounce the ruling at 10.30 am in Court 1, according to a notice issued by the court registry on Friday. Court 1 is the chief justice’s court room. Bobde is to take over as the next chief justice on November 18. The move came as a surprise as Supreme Court benches don’t normally function on Saturday, although the registry is open.

Gogoi’s unprecedented meeting with the Uttar Pradesh director general of police and chief secretary earlier on Friday had fanned speculation that the judgment was round the corner. The court is shut on Monday and Tuesday on account of a local holiday and Guru Nanak’s birthday, respectively.

Security was tightened throughout the country as the home ministry issued advisories to all states to keep a sharp eye on trouble-makers.

The top court will not only have to decide who owns the land but also how it will be divided. It will have to decide if the Sunni board gets any of the 2.77 acres. Legal analysts said the court will have to ensure the wording of the judgment contains language that will assuage the losing party’s sentiments. They said the court may decide to give the Sunni board land in the surplus 67 acres to build a mosque.

The court will also try and limit the decision to this case, so it can’t be used as a precedent and be extended to other parts of the country, they said. Mathura and Kashi are two sites with similar conflicts.

Representatives of both sides have also reached out to their respective communities to caution them against reacting with violence and instead accept the court verdict.


https://m.economictimes.com/news/pol...w/71974661.cms

Muslim India Cemas Jelang Putusan MA soal Situs Masjid Ayodhya


Komunitas Vishva Hindu Parishad (VHP), sebuah organisasi nasionalis Hindu India beraksi menuntut pembangunan kuil di bekas reruntuhan masjid kuno di Ayodhya, India. Foto/REUTERS/Pawan Kumar/File Photo

4 november 2019
Komunitas minoritas Muslim di kota Ayodhya, India, cemas ketika mereka menanti putusan Mahkamah Agung (MA) mengenai status situs reruntuhan masjid abad 16. Situs kuno jadi sengketa setelah komunitas mayoritas Hindu menuntut pemerintah membangun kuil.

Di situs kuno itu pernah berdiri Masjid Babri. Namun dihancurkan oleh kelompok Hindu garis keras pada tahun 1992 dalam kerusuhan mematikan yang menewaskan hampir 2.000 orang, yang sebagian besar korbannya dalah Muslim.

Bulan lalu, Ketua MA India, Ranjan Gogoi merampungkan sidang sengketa. Hasil putusan diperkirakan akan keluar dalam beberapa minggu ke depan.

Putusan tersebut kemungkinan akan berdampak signifikan pada hubungan antara komunitas Hindu India dan Muslim di negara tersebut. Populasi Muslim di India mencapai 14 persen dari total penduduk sekitar 1,3 miliar.

Sebagian besar pemimpin Muslim menginginkan masjid yang dihancurkan di masa silam dibangun kembali. Sebaliknya, komunitas Hindu menyatakan ada bukti ada sebuah kuil di situs itu sebelum masjid dibangun pada 1528 oleh komandan Babur, pendiri dinasti Mughal.

Pembangunan "kuil agung" di Ayodhya telah lama menjadi janji pemilu dari Partai Bharatiya Janata (BJP), sebuah partai nasionalis Hindu yang saat ini menjadi partai berkuasa. Partai ini telah memenangkan Perdana Menteri Narendra Modi untuk berkuasa pada periode kedua.

Mohammed Shahid, 48, cucu imam terakhir masjid, memilih memindahkan keluarganya menjelang putusan MA. Dia khawatir ketegangan akan pecah setelah putusan tersebut.

Dia punya alasan untuk takut. Ayahnya, Mohammed Shabir, dibunuh oleh kelompok garis keras Hindu yang mengamuk di Ayodhya sebelum massa menghancurkan masjid pada 6 Desember 1992.

"Pada 1992, kami memutuskan untuk tetap tinggal, sebuah keputusan yang kami sesali," kata Shahid, yang duduk di halaman rumahnya yang kumuh dan berlantai dua, sebagaimana dikutip Reuters, Senin (4/11/2019).

"Selain membunuh ayah saya, mereka membakar rumah kami dan penggergajian kayu, satu-satunya sumber penghasilan kami," ujarnya.

Shahid mengatakan dia senang bahwa kakeknya, yang meninggal pada tahun 1990, tidak melihat kehancuran masjid kuno tersebut.

Tidak seperti Shahid, Haji Mahboob Ahmad, seorang pemimpin komunitas Muslim berusia 66 tahun yang tinggal di dekat situs itu, tidak berencana untuk pergi. Tapi, dia juga merasakan kecemasan Shahid.

"Kami sadar akan fakta bahwa beberapa elemen buruk dapat mencoba untuk menimbulkan masalah dengan mengambil keuntungan dari situasi dan itulah sebabnya saya telah meminta pihak berwenang untuk memastikan keselamatan umat Muslim Ayodhya," kata Ahmad.

Ahmad mengatakan para pendiri India menetapkan negara tersebut sebagai negara demokrasi sekuler, dan harus tetap seperti itu.

Hajari Lal, 57, salah satu bagian dari kelompok garis keras Hindu yang terlibat dalam penghancuran masjid kala itu lolos dari kematian. Lal menghancurkan masjid dengan sekop, palu, dan tangan kosong, merobohkan kubahnya sebelum seluruh bangunan runtuh.

Bangunan masjid itu menimpa Lal yang membuatnya terjebak dalam reruntuhan. Dia menderita patah tulang.

"Sejak hari yang menentukan pada tahun 1992, satu-satunya tujuan hidup saya adalah untuk melihat kuil permanen di situs. Saya bisa mati dengan tenang jika saya bisa melihat kuil itu," kata Lal.

Bagi umat Hindu, kata Lal, situs di Ayodhya sama sakralnya dengan Makkah bagi umat Islam. Itu karena Lal dan jutaan umat Hindu lainnya percaya bahwa masjid itu dibangun di tempat kelahiran Dewa Ram, salah satu dewa paling dihormati umat Hindu.

https://international.sindonews.com/...hya-1572859880







Masjid Babri hancur karena sengketa sejarah soal siapa yang lebih dulu berdiri di atas tanahnya. Pelajaran berharga dari India soal relasi mayoritas dan minoritas.


Amarah dan Kebencian yang Menghancurleburkan Masjid Babri


Masjid Babri hancur karena sengketa sejarah soal siapa yang lebih dulu berdiri di atas tanahnya. Pelajaran berharga dari India soal relasi mayoritas dan minoritas.

6 Desember 2016
Masjid Babri hancur karena sengketa sejarah soal siapa yang lebih dulu berdiri di atas tanahnya. Pelajaran berharga dari India soal relasi mayoritas dan minoritas.

tirto.id - India tidak ubahnya Indonesia: bangsa dengan multi etnis dan agama. Dibandingkan Indonesia, bahkan India menghadapi persoalan yang lebih laten dan keras. Sampai-sampai, India dan Pakistan berpisah pertengahan abad lalu dengan cara yang berdarah-darah karena konflik agama.

Kendati banyak muslim yang migrasi ke Pakistan, namun warga muslim di India masih sangat banyak jumlahnya. Bahkan cukup banyak muslim di Ayodya, kota tua dan bersejarah bagi sejarah India dan orang-orang Hindu.

Di kota itulah berdiri sebuah masjid bersejarah. Hanya saja, masjid itu walau pun bersejarah dan tidak berusia muda, tetap saja berdiri jauh setelah orang-orang Hindu tinggal di sana. Orang-orang Hindu mengklaim masjid tersebut berdiri di atas tanah yang dulunya menjadi tempat sebuah kuil suci yang sangat dihormati. Klaim sejarah inilah yang memicu konflik yang berakhir dengan pembakaran masjid.

Babur Sang Penakluk

Berabad-abad lalu, hiduplah seorang penyair sekaligus seorang jenderal bernama Babur. Konon, penyair ini lahir di hari yang diperingati sebagai hari kasih sayang (Valentine) yaitu 14 Februari 1483. Dia punya nama Islami Zhainuddin Muhammad. Sang jenderal ini rupanya keturunan kelima dari penakluk terkenal Timur Lenk.

Babur sejak berusia 12 tahun sudah menggantikan ayahnya Umar Syaikh Mirza sebagai penguasa Farghana, Asia Tengah. Di usianya yang ke-21 tahun, pada 1504, Babur berhasil menguasai kawasan sekitar Kabul dan Ghazni di Afganistan. Di sanalah ia kemudian mendirikan kerajaan.

Pada 1526, dua dekade setelah menguasai Afganistan, Babur mulai bergerak ke arah India. Mula-mula ia memasuki India Utara. Sultan Dehli Ibrahim Lodi dan panglima gabungan Raja Rajput Rana Sangram Singh berhasil dipecundanginya. Begitu menurut buku Jejak-jejak Islam: Kamus Sejarah dan Peradaban Islam dari Masa ke Masa (2015) karya Ahmad Rofi Usmani.

Setelah mapan menancapkan pengaruh di India, Babur pun mendirikan dinasti Mughal. Ini sebutan untuk dinasti raja-raja Islam yang berkuasa di India bagian utara selama ratusan tahun.

Ketika mulai mapan berkuasa di India, pada 1527, Babur yang cinta Qur'an, ilmu pengetahuan dan sastra ini memerintahkan pembangunan masjid. Salah seorang panglima bawahan Babur, Mir Baqi, diserahi tanggungjawab pembangunan masjid ini. Masjid itu berhasil dibangun dengan cepat dan hasilnya pun memukau.

Masjid ini menjadi yang terbesar di Uttar Pradesh, India. Masjid tinggalan Babur yang meninggal pada 1530 tersebut memiliki tiga kubah besar. Arsitekturnya terpengaruh gaya Jaunpur yang menggunakan batu. Posisi langitnya dibangun tinggi agar ventilasi udara terjaga. Selain itu terdapat enam jendela utama.

Orang-orang mengenalnya juga sebagai Masjid Babri, julukan yang terkait dengan nama Babur. Sebelum 1940, masjid ini juga dikenal dengan nama I Janmasthan yang berarti "tempat kelahiran". Nama itu merujuk kepercayaan orang-orang setempat, khususnya umat Hindu, yang meyakini masjid itu dibangun di kawasan kuil tempat kelahiran Sri Rama, tokoh suci umat Hindu yang dipercaya sebagai titisan Dewa Wisnu.

Profesor Ram Sharan Sharma dalam buklet berjudul Communal History and Rama's Ayodhya menyebut Ayodhya dulunya adalah tempat ziarah Hindu kuno. Ram Sharan, bersama Suraj Bhan, M Athar Ali dan Dwijendra Narayan, membahas bahwa masyarakat, terutama orang-orang Hindu, punya pendapat bahwa kawasan masjid itu dulunya kuil Hindu yang dirusak ketika Babur berkuasa.

Orang-orang Hindu percaya bahwa Mir Baqi, panglima yang ditunjuk Babur memimpin proyek pembangunan mesjid, yang memimpin penghancuran kuil yang dibangun untuk memperingati kelahiran Rama, raja yang memerintah Ayodya.

Penghancuran Masjid Babri

Masjid Babri tidak hancur seketika. Proses merebut lokasi berdirinya masjid mulai menguat sejak India meraih kemerdekaan dari Inggris. Kelompok Hindu garis keras yang selama ini berada di bawah bayang-bayang Inggris mendapatkan momentum untuk memperkuat posisinya. Perseteruan dengan Pakistan, yang memisahkan kedua negara, juga dipicu pasca kemerdekaan India.

Dalam hal sengketa Masjid Babri, pada 1949 potensi kekerasan sudah tampak. Dikabarkan sudah ada usaha memaksa meletakkan patung Sri Rama di dalam masjid. Setelah itu, mereka membangun isu bahwa patung Sri Rama muncul tiba-tiba di dalam masjid. Dan itu lantas dijadikan bukti bahwa Masjid Babri memang berdiri di atas lokasi kelahiran Sri Rama.

Pemerintah setempat dikabarkan tidak menyingkirkan patung tersebut dari dalam masjid. Namun, untuk meredam kemungkinan konflik fisik, pemerintah menjadikan kawasan tersebut sebagai tempat yang tertutup bagi umum. Ini berlaku untuk umat Islam maupun Hindu.

Namun tekanan dari kelompok Hindu terus menguat, salah satunya dimotivasi oleh keberadaan patung di dalam kawasan Masjid Babri. Letupan konflik terbuka dimulai setelah Partai Bharata Janatiya memenangkan Pemilu di Provinsi Uttar Pradesh pada 1991.

Puluhan ribu orang Hindu yang dipimpin oleh banyak tokoh politik dan agama akhirnyamenyerang masjid Babri pada 6 Desember 1992 dan menghancurkan monumen berusia 460 tahun itu. Akibatnya, kerusuhan massa nasional terjadi, di mana lebih 2.000 orang meninggal.

Setelah masjid hancur, menurut buku Sisi Balik Senyap: Suara-suara Dari Pemisahan India (2002) karya Urvashi Butalia, orang-orang Islam menjadi sasaran penyerangan di Bombay, Ahmedabad dan Surat. Serangan itu dilakukan secara terbuka dan didukung oleh partai-partai politik berhaluan kanan seperti Bharatiya Janata, Rashtriya Swayamsevak Sangh, Vishwa Hindu Parishad dan Shiv Sena.

Orang-orang Hindu militan dimobilisasi dengan argumentasi bahwa orang Islam telah merudapaksa dan membunuh perempuan Hindu. Propaganda disebarkan secara massif sehingga kebencian pun menjalar nyaris tanpa dapat dihentikan lagi.

Sudah menjadi suratan sejarah India bahwa Islam dan Hindu sangat sulit bersatu. Sulit berdampinganya dua agama itu setidaknya telah memecah India dengan Pakistan. Sebuah perpisahan yang penuh darah.

Meski orang-orang Islam kemudian bergabung dalam Pakistan, namun di India sendiri orang-orang Islam masih cukup banyak. Ketika kekacauan antara India-Pakistan berlangsung, Pemerintah Negara Bagian Uttar Pradesh mengambil-alih Masjid Babri ini. Tak lupa, baik kubu Hindu maupun Islam, tidak diperkenankan memakai masjid yang sudah berusia ratusan tahun itu agar tidak menjadi sumbu persengketaan.

Menurut Ahmad Rofi Usmani, pada 1986, pengadilan setempat memperbolehkan orang Hindu beribadah di tempat itu. Setelahnya, orang Islam pun menggalang sebuah Komite Aksi Masjid Babri. Konflik yang pernah terjadi pada 1949 pun terjadi lagi. Sikap saling benci pun lahir. Sampai kemudian orang-orang Hindu yang diarahkan secara politis itu menyerbu masjid dan menghancurkannya.

Muslim di Ayodya tak berkutik karena secara jumlah memang menjadi minoritas. Di mana pun, minoritas selalu rentan. Mereka seringkali harus menabung banyak hal, dari kesabaran hingga daya tahan, agar bisa hidup dengan baik di tempat yang dikelilingi kelompok lain yang lebih banyak dan lebih berkuasa.


https://amp.tirto.id/amarah-dan-kebe...jid-babri-b7GH

Gw rasa sejarahnya udah jelas.... Semoga masalah dua dekade ini bisa menempuh solusi yg baik dan keputusan MA india bisa diterima semua pihak warga india.

Japrian sama orang india dia bahas soal berita ini...

Diubah oleh noisscat 09-11-2019 02:22
sebelahblog
4iinch
4iinch dan sebelahblog memberi reputasi
2
3.3K
47
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan