- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Anies Baswedan Gagal Paham Fungsi Atap JPO
TS
nadaramadhan20
Anies Baswedan Gagal Paham Fungsi Atap JPO
07 November 2019
Instagrammable
#RE
Quote:
Pemprov DKI bilang atap JPO dicopot agar masyarakat bisa swafoto. Tapi ini aneh mengingat fungsi atap untuk menahan dari panas dan hujan.
Quote:
Rabu (6/11/2019) siang, jagat media sosial dihebohkan dengan hilangnya atap salah satu jembatan penyeberangan orang di Jalan Sudirman, Jakarta Pusat. JPO itu persisnya berada di antara Menara Astra, Gedung Bumiputera, Gedung Sudirman Plaza/Indofood Tower, dan Wisma Nugra Santana.
Hanya JPO itu yang 'plontos'. JPO sebelum dan sesudahnya masih beratap.
Dinda Denita (23), salah satu pekerja yang kantornya tak jauh dari lokasi, merasa "aneh" dengan keadaan JPO tersebut. "Kalau menyeberang terus enggak ada atapnya, kalau kepanasan atau kehujanan, bagaimana?" katanya kepada reporter Tirto.
Dinda sempat mencari tahu perkara ini di internet. Dia lantas menemukan alasan "agar orang bisa melihat pemandangan." Tapi rasa heran Dinda tidak hilang.
"Pemandangan apa maksudnya? Mobil-mobil yang berderet dan macet? Itu katanya mengikuti Hong Kong dan negara lain, tapi, kan, di sana cuacanya enggak separah ini."
Agar Masyarakat Bisa Swafoto
Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta Hari Nugroho mengatakan tak hanya JPO itu yang atapnya dicopot. JPO yang ada di Jalan Sudirman-Thamrin memang akan dikonsep beratap terbuka.
Tujuannya seperti yang Dinda bilang tadi: agar yang menyeberang bisa melihat pemandangan.
"Jadi terbuka itu bisa melihat view dari Thamrin-Sudirman, trotoar yang sudah besar, lebar, dan bagus. Kemudian view ke gedung-gedung tinggi, menambahkan suasana dan pengalaman lain," katanya saat dihubungi Rabu siang.
Pencopotan atap JPO juga bertujuan agar masyarakat bisa swafoto dengan pemandangan itu.
"Pengalaman lain lagi nih. Selain untuk pejalan kaki, juga untuk swafoto, ber-selfie ria. Instagrammable-lah," katanya.
Hari menjawab kritik yang mengatakan atap JPO dicopot hanya akan merugikan pejalan kaki karena rentan kehujanan dan kepanasan. Menurutnya, JPO-JPO tersebut memang didesain menyatu dengan trotoar yang tak beratap.
"Jadi fungsi JPO itu adalah bangunan pelengkap jalan yang menghubungkan dari trotoar ke trotoar. Yang dikhawatirkan orang-orang, kan, kehujanan dan kepanasan. Lah, kan, trotoar kita memang sudah terbuka? Kalau kehujanan otomatis orang enggak menyeberang dong? Wong hujan," kata Hari.
"Kecuali kalau trotoar ditutup semuanya. Nah, JPO-nya terbuka itu baru aneh. Trotoar tertutup, kok, JPO terbuka. Ya kehujanan. Ini kan trotoar terbuka semua."
Menurutnya pencopotan atap hanya berlaku pada JPO yang tak menyatu dengan halte Trans Jakarta.
"Konsep kedua, kalau memang dari awal tertutup seperti sebelahnya (JPO setelahnya yang terhubung dengan halte Trans Jakarta), menghubungkan ke halte, itu tetap kanopinya ditutup, bukan dibuka. Mosok orang mau naik TJ basah kuyup?"
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sudah menginstruksikan kepada Hari agar seluruh JPO dicopot atapnya. Itu ia katakan saat rapat dengan para kepala dinas, 23 Oktober silam.
"Saya sudah minta bapak kepala dinas, nanti bapak ulangi. Ini semua penyeberangan-penyeberangan yang ada di sini, di sisi sini, kan ada JPO-JPO, pak, atapnya dicopot, pak. Jadi tanpa atap. Tidak usah pakai atap. Karena memang dari tempat panas ke tempat panas lagi," katanya saat rapat.
Ucapan Hari mengenai swafoto juga dibenarkan oleh Anies dalam rapat tersebut.
"Itu tempat selfie paling sering pak nanti. Karena pemandangan gedung di malam hari, bagus sekali. Sore, siang. Jadi atapnya copot, itu langsung jadi space terbuka. Ini tidak perlu pakai kerumitan, tinggal copot atap saja," lanjutnya.
"Tapi JPO kita itu atapnya ada, supaya tidak kena hujan dan panas. Itu benar bila dari indoor ke indoor. Tapi kalau dia dari ruang terbuka ke ruang terbuka, sebetulnya tidak perlu ada penutup."
Alternatif
Ketua Fraksi PDI-P DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono mengatakan sangat tidak tepat atap JPO dicopot dengan alasan pengguna bisa leluasa melihat pemandangan.
"Bukan tidak tepat, tapi sangat tidak tepat [copot atap JPO]," kata Gembong, Rabu siang.
Gembong mengatakan Anies dan jajaran pemprov gagal paham karena bila tujuan Pemprov DKI melepas atap JPO ini untuk melihat keindahan Jakarta, semestinya itu dilakukan dengan cara membangun atap JPO yang terbuat dari bahan transparan.
Keputusan Dinas Bina Marga melepas JPO itu juga dinilai tidak memberikan kenyamanan bagi pejalan kaki. Mereka akan kepanasan kalau panas, dan kehujanan bila hujan. "Padahal tugas kita adalah memberikan kenyamanan bagi pengguna."
Siska Oktami (27), salah satu pekerja di Gedung AIA Central Sudirman yang kebetulan siang itu melewati JPO, mengatakan jika memang tujuannya adalah memanjakan mata pengguna, maka caranya bukan dengan mencopot atap, tapi memasang pembatas di kanan dan kiri JPO yang lebih rendah.
"Jangan terlalu tinggi," katanya, lalu mengatakan jika ini diteruskan dan hujan tiba, "turun tangga, kehalangan, bisa-bisa kepleset."
TKP
Hanya JPO itu yang 'plontos'. JPO sebelum dan sesudahnya masih beratap.
Dinda Denita (23), salah satu pekerja yang kantornya tak jauh dari lokasi, merasa "aneh" dengan keadaan JPO tersebut. "Kalau menyeberang terus enggak ada atapnya, kalau kepanasan atau kehujanan, bagaimana?" katanya kepada reporter Tirto.
Dinda sempat mencari tahu perkara ini di internet. Dia lantas menemukan alasan "agar orang bisa melihat pemandangan." Tapi rasa heran Dinda tidak hilang.
"Pemandangan apa maksudnya? Mobil-mobil yang berderet dan macet? Itu katanya mengikuti Hong Kong dan negara lain, tapi, kan, di sana cuacanya enggak separah ini."
Agar Masyarakat Bisa Swafoto
Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta Hari Nugroho mengatakan tak hanya JPO itu yang atapnya dicopot. JPO yang ada di Jalan Sudirman-Thamrin memang akan dikonsep beratap terbuka.
Tujuannya seperti yang Dinda bilang tadi: agar yang menyeberang bisa melihat pemandangan.
"Jadi terbuka itu bisa melihat view dari Thamrin-Sudirman, trotoar yang sudah besar, lebar, dan bagus. Kemudian view ke gedung-gedung tinggi, menambahkan suasana dan pengalaman lain," katanya saat dihubungi Rabu siang.
Pencopotan atap JPO juga bertujuan agar masyarakat bisa swafoto dengan pemandangan itu.
"Pengalaman lain lagi nih. Selain untuk pejalan kaki, juga untuk swafoto, ber-selfie ria. Instagrammable-lah," katanya.
Hari menjawab kritik yang mengatakan atap JPO dicopot hanya akan merugikan pejalan kaki karena rentan kehujanan dan kepanasan. Menurutnya, JPO-JPO tersebut memang didesain menyatu dengan trotoar yang tak beratap.
"Jadi fungsi JPO itu adalah bangunan pelengkap jalan yang menghubungkan dari trotoar ke trotoar. Yang dikhawatirkan orang-orang, kan, kehujanan dan kepanasan. Lah, kan, trotoar kita memang sudah terbuka? Kalau kehujanan otomatis orang enggak menyeberang dong? Wong hujan," kata Hari.
"Kecuali kalau trotoar ditutup semuanya. Nah, JPO-nya terbuka itu baru aneh. Trotoar tertutup, kok, JPO terbuka. Ya kehujanan. Ini kan trotoar terbuka semua."
Menurutnya pencopotan atap hanya berlaku pada JPO yang tak menyatu dengan halte Trans Jakarta.
"Konsep kedua, kalau memang dari awal tertutup seperti sebelahnya (JPO setelahnya yang terhubung dengan halte Trans Jakarta), menghubungkan ke halte, itu tetap kanopinya ditutup, bukan dibuka. Mosok orang mau naik TJ basah kuyup?"
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sudah menginstruksikan kepada Hari agar seluruh JPO dicopot atapnya. Itu ia katakan saat rapat dengan para kepala dinas, 23 Oktober silam.
"Saya sudah minta bapak kepala dinas, nanti bapak ulangi. Ini semua penyeberangan-penyeberangan yang ada di sini, di sisi sini, kan ada JPO-JPO, pak, atapnya dicopot, pak. Jadi tanpa atap. Tidak usah pakai atap. Karena memang dari tempat panas ke tempat panas lagi," katanya saat rapat.
Ucapan Hari mengenai swafoto juga dibenarkan oleh Anies dalam rapat tersebut.
"Itu tempat selfie paling sering pak nanti. Karena pemandangan gedung di malam hari, bagus sekali. Sore, siang. Jadi atapnya copot, itu langsung jadi space terbuka. Ini tidak perlu pakai kerumitan, tinggal copot atap saja," lanjutnya.
"Tapi JPO kita itu atapnya ada, supaya tidak kena hujan dan panas. Itu benar bila dari indoor ke indoor. Tapi kalau dia dari ruang terbuka ke ruang terbuka, sebetulnya tidak perlu ada penutup."
Alternatif
Ketua Fraksi PDI-P DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono mengatakan sangat tidak tepat atap JPO dicopot dengan alasan pengguna bisa leluasa melihat pemandangan.
"Bukan tidak tepat, tapi sangat tidak tepat [copot atap JPO]," kata Gembong, Rabu siang.
Gembong mengatakan Anies dan jajaran pemprov gagal paham karena bila tujuan Pemprov DKI melepas atap JPO ini untuk melihat keindahan Jakarta, semestinya itu dilakukan dengan cara membangun atap JPO yang terbuat dari bahan transparan.
Keputusan Dinas Bina Marga melepas JPO itu juga dinilai tidak memberikan kenyamanan bagi pejalan kaki. Mereka akan kepanasan kalau panas, dan kehujanan bila hujan. "Padahal tugas kita adalah memberikan kenyamanan bagi pengguna."
Siska Oktami (27), salah satu pekerja di Gedung AIA Central Sudirman yang kebetulan siang itu melewati JPO, mengatakan jika memang tujuannya adalah memanjakan mata pengguna, maka caranya bukan dengan mencopot atap, tapi memasang pembatas di kanan dan kiri JPO yang lebih rendah.
"Jangan terlalu tinggi," katanya, lalu mengatakan jika ini diteruskan dan hujan tiba, "turun tangga, kehalangan, bisa-bisa kepleset."
TKP
"Pengalaman lain lagi nih. Selain untuk pejalan kaki, juga untuk swafoto, ber-selfie ria. Instagrammable-lah," kata Kepala Dinas Bina Marga DKI.
Instagrammable
#RE
Diubah oleh nadaramadhan20 07-11-2019 02:53
tepsuzot dan 28 lainnya memberi reputasi
27
34.9K
Kutip
374
Balasan
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan