- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Era Energi Bersih Butuh Perbaikan Iklim Investasi


TS
noldeforestasi
Era Energi Bersih Butuh Perbaikan Iklim Investasi

Satu demi satu raksasa batubara di Amerika Serikat mulai rontok. Terakhir ada nama Murray Energy yang berbasis di Ohio yang menyatakan pailit, Selasa 29 Oktober 2019 lalu.
Kepailitan yang diderita para raksasa batubara menandai terjadinya transformasi bisnis dalam dunia energi di Negeri Paman Sam. Kini era industri energi bersih yang efisien dan murah, yang selama ini selalu diposisikan sebagai anak tiri, mulai mencuri perhatian.
Saat ini, data U.S. Energy Information Administration menyebutkan, pangsa batubara dalam portofolio pembangkit listrik diperkirakan akan terus turun. Tahun 2018 lalu pangsa batubara masih tercatat sebesar 28%, merosot ke angka 25% pada tahun 2019. Tahun depan porsinya diperkirakan akan turun kembali menjadi 22%.
Sementara itu, pangsa tenaga angin dan matahari masing-masing mencapai 21% dan 16% pada tahun 2018 dan diprediksi akan terus naik pada tahun-tahun mendatang.
Satu alasan utama mengapa perusahaan-perusahaan pembangkit energi meninggalkan bahan bakar fossil adalah adanya tuntutan dari para pelanggannya untuk beralih ke energi terbarukan. Perusahaan-perusahaan besar, yang haus akan energi mendorong disediakannya pembangkit listrik tenaga surya dan bayu di negara-negara bagiaman dimana menanggulangi perubahan iklim bukan menjadi prioritas.
Di Alabama, dimotori oleh Walmart pada 2015, perusahaan-perusahaan lain termasuk Toyota dan Amazon akhirnya mengekor dengan tujuan yang sama, demi menekan emisi gas rumah kaca.
https://www.voaindonesia.com/a/kelan...n/4946420.html
Pertanyaannya, giliran Indonesia kapan??
Tidak bisa dipungkiri negara-negara di Asia, khususnya China, India dan Indonesia, masih “gila” batubara. China merupakan negara pengguna batubara tertinggi di dunia dengan tingkat konsumsi sebesar 1.907 MTOE (Million Tonnes Oil Equivalent/Ton Setara Minyak) per tahun. Negara kedua yang banyak mengkonsumsi batu bara ditempati oleh India dengan jumlah konsumsi 452 MTOE per tahun

Di posisi ketiga ditempati oleh Amerika Serikat dengan total konsumsi 317 MTOE. Sedangkan, Indonesia berada di peringkat sembilan dengan konsumsi 62 MTOE.
https://cnnindonesia.com/ekonomi/201...bara-indonesia
Memang ironis mengetahui AS berada di tempat ketiga. Namun setidaknya saat ini angin perubahan energi bersih berhembus makin kencang dan mereka mulai berjalan di trek yang benar.
Harus diakui pemanfaatan energy bersih dan terbarukan di Tanah Air masih sangat minim. Menteri Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) Arifin Tasrif bilang, pemanfaatan energi baru terbarukan di Indonesia masih berada di angka 8% dari total potensi keseluruhan yang mencapai kurang lebih 400 giga watt.
Artinya, penggunaan energi terbarukan di Indonesia masih sekitar 32 giga watt saja. Padahal pemerintah memasang target bauran energi terbarukan di Indonesia sebesar 23% pada 2025.
Jujur saja, bercermin pada kondisi yang terjadi saat ini, target tersebut bisa dibilang maha sulit. Presiden Jokowi telah mengamanatkan optimalisasi sektor energi terbarukan untuk menekan defisit perdagangan minyak dan gas bumi. Namun tentunya butuh iklim investasi energi terbarukan perlu diperbaiki untuk mengoptimalkan sektor ini.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) Arthur Simatupang meminta pemerintah mempermudah birokrasi di sektor energi mulai dari mempercepat proses perizinan hingga membuat sejumlah strategi yang menguntungkan investasi energi baru terbarukan.
Untuk mewujudkan investasi listrik yang terus berkembang dan terjangkau serta meningkatkan industrialisasi, investasi di sektor ketenagalistrikan harus menjadi salah satu prioritas.
Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Darma menyebut, ada sejumlah regulasi yang mesti direvisi pemerintah baru untuk meningkatkan investasi pembangkit energi baru terbarukan.
Para pengembang merasa keberatan dengan skema bangun, miliki, operasikan, dan alihkan atau build, own, operate, transfer (BOOT) pada pembangkit listrik karena tidak menguntungkan. Selain itu, tarif beli PT PLN (Persero) sebesar 85% dari biaya pokok penyediaan (BPP) pembangkitan juga masih menjadi persoalan karena berkaitan dengan bankability proyek.

Produsen listrik swasta Indonesia pun sebenarnya tertarik mengembangkan pembangkit energi baru terbarukan, namun masih terbentur dengan sejumlah hambatan yang berbeda-beda tergantung jenis energi yang ingin dikembangkan.
Misalnya, pembangkit tenaga panas bumi (PLTP) yang perlu melakukan eksplorasi hingga harus membangun infrastruktur di daerah tersebut. Adapula pengembangan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) maupun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang memiliki sifat intermiten sehingga perlu investasi lebih yang harus dikeluarkan oleh pengembang.
Begitu juga dengan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) yang kerap terbentur dengan biaya pengelolaan sampah atau tipping fee yang harus dikeluarkan oleh pemerintah daerah.
https://ekonomi.bisnis.com/read/2019...rgi-terbarukan
Hambatan-hambatan tersebut menyebabkan antusiasme produsen listrik swasta di lapangan yang ingin mengembangkan pembangkit energy terbarukan berjalan lambat.
Dan last but not least, pemerintah perlu mengevaluasi kembali sistem kelistrikan nasional yang bersifat monopoli oleh PLN. Pemerintah harus memberikan insentif kepada sistem jaringan listrik independen untuk mengurangi beban negara dan mendorong investasi infrastruktur kelistrikan swasta, terutama dengan sumber daya terbarukan.
Diubah oleh noldeforestasi 06-11-2019 17:26




4iinch dan sebelahblog memberi reputasi
2
1.1K
5


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan