Quote:
Bangganya Jokowi Resmikan Jembatan Youtefa di Hari Sumpah Pemuda
Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) hari ini meresmikan jembatan Youtefa yang terletak di Papua. Jokowi menyampaikan dirinya sangat bangga bisa meresmikan jembatan ini di hari Sumpah pemuda.
"Hari ini saya senang, bisa meresmikan jembatan Youtefa yang bertepatan dengan hari sumpah pemuda. Sumpah pemuda adalah tonggak penting dalam perjalanan bangsa kita, ketika itu 28 Oktober 1928 pemuda dan pemudi dari seluruh nusantara bersumpah untuk bersatu," kata Jokowi dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden, Senin (28/10/2019).
Dia menyampaikan, jembatan Youtefa ini juga menjadi tonggak sejarah yang penting di Papua. Karena bukan hanya simbol tetapi juga sebagai tanda kemajuan untuk membangun tanah Papua.
"Tanah Papua harus maju seperti daerah lain di Indonesia. Papua adalah surga kecil yang jatuh ke Bumi, itu yang saya lihat setiap saya ke Papua," imbuh dia.
Jokowi mengajak ke seluruh masyarakat untuk bersama-sama merawat dan memajukan tanah Papua. Dia menyebut, usai pelantikan, kunjungan kerja yang ia lakukan adalah ke Papua. Hal ini untuk memastikan jika pembangunan di Papua tetap berjalan.
"Saya ingin memastikan sendiri di tanah Papua dibangun dan tidak dilupakan dalam kemajuan Indonesia yang kita cintai ini," jelas dia.
Jembatan ini, membentang 1.328 meter di atas Teluk Youtefa, yang menyambungkan Kota Jayapura dengan Distrik Muara Tami. Jembatan ini sebelumnya akan diresmikan pada September lalu. Dengan melewati jembatan ini, perjalanan dari Jayapura ke perbatasan di wilayah Skouw terpangkas dari 3,5 jam jadi cuma setengah jam.
Sumber :
detik
Nugroho Notosusanto dalam Sedjarah Operasi-operasi Pembebasan Irian Barat (1971) menyebutkan bahwa pada 2 Januari 1962, melalui Keputusan Presiden Nomor 1/1962, Presiden Sukarno membentuk Komando Mandala untuk merebut Papua. Mayor Jenderal Soeharto ditunjuk jadi komandan operasi militer ini. Situasi ini membuat Belanda tertekan dan terpaksa bersedia berunding lagi dengan Indonesia. Hasilnya, pada 15 Agustus 1962, disepakati Perjanjian New York yang menyatakan bahwa Belanda akan menyerahkan kekuasaannya atas Papua kepada United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA). Perjanjian New York mensyaratkan Indonesia melaksanakan suatu Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera). Rakyat Papua bagian barat akan memutuskan sendiri apakah bersedia menjadi bagian dari Indonesia atau tidak. Batas waktu pelaksanaan Pepera ditetapkan sampai akhir 1969 dengan PBB sebagai pengawasnya. Baca juga: Ambisi Amerika di Balik "Pembebasan" Irian Barat Akhirnya, pada 1 Oktober 1962 Belanda menyerahkan otoritas administrasi Papua kepada UNTEA. Lalu, tanggal 31 Desember 1962, bendera Belanda resmi diturunkan dan digantikan dengan bendera Merah Putih sebagai tanda dimulainya kekuasaan de jure Indonesia atas tanah Papua di bawah pengawasan PBB.
Sumur :
tirto
Quote:
Namun sebelum menyerahkan Irian Barat ke pangkuan RI, Belanda telah melakukan langkah licik dengan secara diam-diam membentuk negara boneka Papua. Belanda bahkan membentuk pasukan sukarelawan lokal bernama Papua Volunteer Corps ( PVC) yang sudah terlatih baik dan sempat bertempur melawan pasukan RI ketika melancarkan Operasi Trikora.
Ketika Belanda menyerahkan Irian Barat, secara sengaja Belanda rupanya tidak membubarkan negara boneka Papua yang saat itu dipimpin warga lokal . Pasukan PVC juga tidak dibubarkan dan banyak di antaranya masuk ke hutan dan membentuk pasukan perlawanan (pemberontak) yang kemudian dikenal sebagai Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Pada tahun 1964-1967 OPM bersama 14.000 warga di bawah pimpinan Lodewijk Mandatjan masuk hutan di daerah Kepala Burung dan melancarkan pemberontakan bermodal senapan-senapan tua peninggalan PD II. Pada 28 Juli 1965 terjadi serangan ke asrama Yonif 641/ Cenderawasih Manokwari sehingga mengakibatkan tiga anggota TNI gugur dan empat lainnya luka-luka.
Tahun 1967 pasukan baret merah RPKAD (sekarang Kopassus) pun diturunkan untuk menangani pemberontakan dan kekacauan dengan cara pendekatan perang serta non perang. Tapi pendekatan non perang yang dilakukan secara persuasif dengan cara menghargai adat istiadat setempat ternyata lebih berhasil. Mandatjan bersama semua pengikutnya pun keluar hutan dan secara suka rela mau bergabung dengan NKRI. Pendekatan persuasif terus dilakukan TNI ketika terjadi gangguan keamanan di Papua hingga saat ini. Para pengacau keamanan di Papua umumnya masih membawa-bawa nama OPM ‘warisan’ Belanda agar mendapat perhatian secara internasional.
Mereka juga kerap menyerang para pekerja freeport dalam upaya ‘cari perhatian’. Tapi pemerintah RI tidak mau terkecoh dan menyebut para pengacau keamanan itu sebagai Kelompok Keriminal Bersenjata (KKB) saja. Penanganannyapun diupayakan secara persuasif dan hanya mengerahkan polisi serta bukan merupakan operasi militer. Apalagi motivasi KKB melakukan tindakan kriminal adalah karena masalah ekonomi dan bukan politik. Untuk itu Pemerintah RI pun telah berupaya membangun Papua sehingga mengalami perbaikan secara ekonomi termasuk ‘memanfaatkan’ saham Freeport demi membangun Papua.
(Sumber : Sintong Panjaitan Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando, Hendro Subroto, Penerbit Buku Kompas, 2009).
Quote:
'Pada 30 Desember 1999 dimulai jam 8 malam dialog dengan berbagai elemen dilakukan di gedung pertemuan Gubernuran di Jayapura. Meskipun dengan cara perwakilan, tetapi banyak sekali yang datang karena penjagaan tidak ketat,' demikian dikutip dari artikel NU Online berjudul Alasan Gus Dur Ubah Nama Irian Jaya Menjadi Papua.
Dalam dialog itu Gus Dur disebut mempersilakan mereka yang hadir untuk berbicara lebih dulu. Ada beragam pendapat, dari keras menuntut kemerdekaan sampai yang memuji pemerintah. Setelah semua pendapat diungkapkan baru Gus Dur merespons. Dalam salah satu responsnya Gus Dur bahkan mengubah nama Irian Jaya jadi Papua. "Saya akan mengganti nama Irian Jaya menjadi Papua. Alasannya? Pertama, nama Irian itu jelek. Kata itu berasal dari bahasa Arab yang artinya telanjang (Urryan). Dulu ketika orang-orang Arab datang ke pulau ini menemukan masyarakatnya masih telanjang, sehingga disebut Irian," ujar Gus Dur kala itu.
Gus Dur lalu melanjutkan, "Kedua, dalam tradisi orang Jawa kalau punya anak sakit-sakitan, sang anak akan diganti namanya supaya sembuh. Biasanya sih namanya Slamet. Tapi saya sekarang ganti Irian Jaya menjadi Papua." ujar Gus Dur menambahkan. Yenny mengatakan perubahan nama Irian jadi Papua menjadi salah satu cara Gus Dur mengembalikan harkat martabat masyarakat Papua sebagai sesama warga bangsa Indonesia. "Itu langkah besar, karena sebelumnya sekadar menyebut kata Papua saja bisa mengakibatkan orang masuk penjara," tuturnya. Selanjutnya, kata Yenny, Gus Dur juga memperbolehkan pengibaran bendera Bintang Kejora sebagai identitas bendera kultural Papua. Gus Dur juga membantu membiayai penyelenggaraan kongres rakyat Papua.
Sumur :
cnn
Pembangunan terus berlanjut hingga sekarang. Pemerintah terus melakukan pembangunan untuk kemajuan Indonesia khususnya Papua. Di momen Sumpah Pemuda 28 Oktober, Pemerintah menunjukkan keseriusan peduli Papua dengan diresmikan jembatan Youtefa. Jembatan simbol penyambung pemuda Indonesia dan Papua. Diharapkan dapat memajukan perekonomian Papua, kelompok berontak segera berakhir dan masyarakat bisa hidup damai sejahtera.
Sekian