Sikap tidak taat konstitusi dan menyalahi aturan tata negara dipraktikan oleh Persaudaraan Alumni 212. Pasalnya, mereka tak mau mengakui kepemimpinan yang sah menurut konstitusi RI.

Ketua Umum Persaudaraan Alumni atau PA 212 Slamet Maarif menolak kekuasaan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin sebagai presiden dan wakil presiden 2019-2024.

Slamet mengatakan pihaknya menuruti hasil Ijtimak Ulama 4 yang menolak hasil Pilpres 2019 karena berbagai dugaan kecurangan.

Sikapnya yang tak taat terhadap aturan konstitusi negara sebagaimana yang telah diputuskan oleh KPU itu menunjukan sikap bebal mereka.

Pernyataan dari Ketua PA 212, Slamet Maarif bahwa Pemilu dihasilkan oleh kecurangan adalah sebuah tuduhan tak berdasar. Tuduhan tersebut tak memiliki bukti kuat bahkan hingga MK pun tak menyatakan terdapat kecurangan.

Penolakan tersebut hanyalah wujud sikap emosional merapatnya Prabowo ke Jokowi serta anggapan bahwa pemerintahan Jokowi melakukan kriminalisasi ulama.

Padahal tak ada arang jika tak ada api, permasalahan yang terjadi di beberapa ulama pendukungnya telah memiliki dasar hukum yang kuat, termasuk kaburnya Rizieq Shihab yang hingga kini masih meninggalkan permasalahan di Indonesia.

Yang jelas, penolakan tersebut justru menggiring pihaknya sendiri bersikap separatis, sehingga harus dapat diluruskan kembali melalui berbagai medium dan strategi.

Kita sebaiknya tinggalkan saja kelakuan kekanak-kanakan PA 212 dan kubunya tersebut. Pada dasarnya mereka hanya ingin mencari ribut saja.