Pada 2014 Jokowi dielu-elukan sebagai harapan baru Indonesia, kini di periode keduanya sebagai presiden, sebuah survei mencatat harapan masyarakat "kian memudar".
Padahal biasanya angka harapan kepada presiden yang menjabat pada periode kedua lebih tinggi daripada periode pertama, tapi berbeda dengan Jokowi.

“Ternyata, tingkat kepuasan publik terhadap kinerja presiden turun,” kata Direktur Eksekutif LSI, Jayadi Hanan.

Simak juga:
Kritik dan harapan kelompok minoritas kepada Jokowi: 'Perhatikan hak-hak kami'
Jokowi: Resmi dilantik, target pendapatan warga Rp27 juta per bulan dan janji perombakan eselon
Prabowo Subianto: 'Saya sanggupi untuk membantu' kabinet Jokowi

Pada Oktober 2019, dalam jajak pendapat yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia, tingkat kepuasan publik terhadap kinerja presiden turun menjadi 67%. Sementara, survei lima tahun lalu, sebanyak 82% publik masih menilai dan berharap Jokowi mampu melaksanakan tugas-tugasnya sebagai presiden dengan baik.

Penurunan itu, menurut Jayadi disebabkan oleh kontroversi RUU KPK.

"Tidak ada faktor lain yang mempengaruhi, selain kontroversi revisi Undang-Undang KPK,” kata Jayadi.

Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi juga jadi faktor yang membuat angka kepuasan publik menurun.

Menurut Institute For Development of Economic and Finance (INDEF) angka pertumbuhan ekonomi pada 2015 yang jauh dibawah target pemerintah kala itu adalah salah satu penyebab tingkat kepuasan terhadap kinerja Jokowi turun hingga 41%.

Video Produksi: Silvano Hajid dan Anindita Pradana

https://www.bbc.com/indonesia/media-50127864


KPK Tak Lagi Berharap Presiden Terbitkan Perppu

UU KPK yang baru sudah berlaku efektif. Perppu yang disebut sedang dipertimbangkan oleh Presiden Jokowi pun tak kunjung terbit.

ADVERTISEMENT

"KPK hanya bergantung pada dukungan masyarakat. Tidak ada harapan apa pun terhadap pemerintah saat ini. Karena memang fakta. Kita tunggu Perppu saja tidak turun turun, sudah satu bulan," kata Fungsional Direktorat Pembinaan Jaringan Kerja antar Komisi dan Instansi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Budi Santoso, dalam diskusi di kampus UNJ, Selasa (22/10).

Fungsional Direktorat Pembinaan Jaringan Kerja antar Komisi dan Instansi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Budi Santoso. Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan

Budi mengatakan, KPK sedang dalam kondisi transisi terkait UU baru tersebut. Bahkan KPK sudah membentuk tim khusus untuk mempelajari soal pengaruh dari UU tersebut.
Menurut Budi, KPK saat ini terus bekerja untuk pemberantasan korupsi.

Semangat itu direalisasikan dengan gencarnya OTT yang dilakukan KPK belakangan ini.
Hal itu adalah pembuktian KPK kepada masyarakat terkait keseriusan lembaga tersebut dalam memberantas korupsi.

ADVERTISEMENT

"Sebelum UU efektif berlaku, kita terus menggempur dengan OTT. Kita enggak pernah menyerah," ungkap Budi.

Menurutnya lagi, upaya KPK untuk terus bergerak itu tak lain adalah bentuk dari sikap yang tak nyaman dengan potensi ancaman UU KPK yang baru. Ia meyakini masyarakat nantinya akan bisa menilai bagaimana kinerja KPK saat ini tanpa revisi UU, dengan kinerja KPK nanti dengan UU revisi.

"Biar masyarakat merasakan sendiri bagaimana KPK sebelum dan sesudah direvisi," ujarnya.

Warga memotret tulisan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tertutup kain hitam di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (9/9/2019). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

UU KPK versi revisi sudah mulai berlaku sejak 17 Oktober 2019. UU itu tercatat dengan Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

KPK sudah merilis ada setidaknya 26 poin yang berpotensi melumpuhkan lembaga antirasuah itu akibat UU baru tersebut.

Tulisan ini berasal dari redaksi kumparan. Laporkan tulisan

Tim Editor

https://m.kumparan.com/kumparannews/...pu-1s6buXRoHTX