Sebagai kawasan Taman Nasional, tentu saja banyak wisatawan yang datang berkunjung, untuk menikmati eksotisme habitat asli hewan purba komodo. Baik wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara. Setiap tahun jumlahnya selalu mengalami peningkatan. Apalagi setelah pemerintah menetapkan pulau komodo sebagai salah satu dari 10 kawasan wisata utama. Tingginya angka pengunjung pertahunnya, dianggap bisa mengganggu habitat komodo secara tidak langsung.

Benar. Wacana itu sudah digulirkan Gubernur Nusa Tenggara Timur Viktor Bungtilu Laiskodat sejak awal tahun 2019. Tujuannya adalah untuk memulihkan populasi Komodo sekaligus konservasi habitat aslinya.

Menurut rencana, penutupan itu tidak untuk selamanya. Hanya berkisar satu tahun saja, kemungkinan besar dimulai 1 januari 2020.

Semua itu dilakukan untuk mengembalikan pulau komodo menjadi hutan yang sesuai dengan habitat komodo, lengkap dengan sederet binatang sumber pangan aslinya. Tujuan lainnya adalah untuk mengembalikan sifat asli komodo yang liar dan atraktif. Selama ini komodo yang ada di sana hidup berdampingan dengan manusia, bertolak belakang dengan sifat alami hewan purba itu.

Namun, wacana penutupan pulau komodo yang digulirkan Gubernur NTT, sepertinya kandas sudah, karena dianggap merugikan warga sekitar. Rapat koordinasi (Rakor) tingkat Menteri dan Gubernur NTTmemutuskan, pulau komodo tidak akan ditutup, tapi akan dikelolah secara bersama-sama Pemerintah Pusat dan Pemprov NTT, guna menuju kawasan wisata ekslusif kelas dunia.

Wisata ekslusif berarti, hanya bisa dikunjungi orang tertentu saja. Tidak bisa sembarangan orang untuk masuk ke pulau ini. Pengunjungnya akan diseleksi, tujuannya adalah agar kelestarian hewan langka ini tetap terjaga. Pengelolaannya dipegang langsung pihak profesional, untuk menata ulang pulau komodo ini sebagaimana mestinya.

Sebagai wisata ekslusif, harga yang dipatok untuk mendapatkan membership premiumberkisar 14 juta rupiah.

Jika seandainya wacana perombakan pulau komodo menjadi wisata eklusif jadi terealisasi, adakah kelebihan dan kekurangannya bagi zona wisata itu sendiri, dan Indonesia pada umumnya?

Menurut ane, di satu sisi mungkin memang ada hal baik yang akan didapat, jika wacana ini jadi terlaksana. Mahalnya tiket masuk, akan memberikan dampak positif kelestarian komodo beserta habitatnya, maupun organisme lain yang hidup di sana. Ini akan mempersempit langkah tangan-tangan jahil yang ingin berbuat semena-mena demi keuntungan pribadi maupun golongan, contohnya perburuan liar, seperti yang pernah diberitakan.

Namun, di sisi lainnya, ada dampak negatif yang akan dirasakan masyarakat sekitar. Pemolesan pulau komodo menjadi objek wisata ekslusif, tentu saja akan mempersempit ruang gerak masyarakat. Kebebasan berpetualang dan mengais rupiah, dihadang oleh peraturan-peraturan baru. Dan untuk menyokong perubahan ini, diperlukan sarana dan prasarana yang juga ekslusif. Pembangunan penginapan dan homestay yang bertaraf internasional contohnya, Hal ini akan memaksa masyarakat untuk mundur selangkah ke belakang.

Harapan ane, semoga pemerintah lebih bijak bertindak, untuk mewujudkan rencana ini. Jangan sampai demi sebuah tujuan yang tampak masih klise, masyarakat sekitar dan alam alami dikorbankan.

Itu saja.

Agan dan Sista berencana berkunjung ke Pulau Komodo? Mending atur jadwal dari sekarang, sebelum aturan baru berlaku. Bayar 14 juta lho Gansis!