Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (Perppu KPK) dinilai belum perlu diterbitkan. Sebab, hingga hari ini, keadaan negara belum lah genting sebagaimana syarat penerbitan Perppu.

Hal ini dibenarkan oleh pakar hukum dari Universitas Atmajaya, Daniel Yusmic. Menurutnya, saat ini situasinya tidak dalam kondisi darurat. Sehingga penerbitan Perppu UU KPK justru tidak konstitusional.

Senada dengan itu, Direktur Politik Wain Advisory, Sulthan menyatakan, ada tiga keadaan yang perlu diperhatikan sebelum menerbitkan Perppu. Yakni, pertama, kebutuhan mendesak atau keadaan genting yang memaksa.

Kedua, undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada, sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada UU tetapi tidak memadai.

Dan, ketiga adalah kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membentuk UU secara prosedur.

Dari beberapa kriteria tersebut, UU KPK tidak berada dalam konteks sebuah Perppu harus diterbitkan. Inilah alasan kuat mengapa Perppu UU KPK tak perlu dikeluarkan oleh Presiden Jokowi.

Kemudian, berdasarkan konsep Soepomo, Presiden berwenang mengeluarkan Perppu hanya dalam keadaan darurat. Sementara saat ini negara dalam kondisi baik, maka desakan agar Presiden menerbitkan Perppu KPK adalah tidak tepat dan tidak perlu.

Karena itu,  jika nanti Presiden Jokowi tidak menerbitkan Perppu KPK, masyarakat yang tak terima dengan UU KPK hasil revisi bisa mengajukan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).

DIbandingkan Perppu, langkah tersebut justru lebih konstitusional dan sesuai dengan aturan hukum di negara ini. 

Kita berharap polemik soal UU KPK ini bisa diselesaikan dengan konstitusional. Tidak dengan upaya memaksakan kehendak dan semaunya sendiri.

Bagaimanapun, Indonesia adalah negara hukum. Inilah yang harusnya dipahami bersama.