Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo membeberkan penyebab keuangan BPJS Kesehatan selalu tekor. Menurut Mardiasmo, kategori peserta bukan penerima upah (PBPU) lah yang membuat keuangan BPJS Kesehatan berdarah-darah.
“Yang relatif mampu. Inilah yang sebenarnya sumber membawa BPJS Kesehatan defisit. Karena dia mendaftar (BPJS Kesehatan) saat sakit, dan begitu sudah sembuh dia berhenti bayar premi,” ujar Mardiasmo di Jakarta, Senin (7/10).
Mardiasmo menambahkan, kelompok PBPU ini berjumlah 29 juta orang. Dari 29 juta tersebut hanya 50% yang membayar iuran rutin tiap bulannya. “Dalam asuransi yang bagus itu kan no premi, no klaim. Jadi ini yang menyebabkan BPJS (Kesehatan) bleeding,” kata Mardiasmo.
Lebih parahnya lagi, lanjut Mardiasmo, rata-rata golongan PBPU tersebut memiliki penyakit yang masuk golongan katastropik atau penyakit yang perawatannya membutuhkan biaya yang tinggi.
“Kalau masyarakat desa tidak akan membuat defisit. Yang (kategori) jelita yang membebani jadi defisit,” ucap dia.
Saat ini, total peserta BPJS Kesehatan mencapai 223 juta orang. Adapun defisit yang dialami BPJS Kesehatan pada 2018 mencapai Rp 18,3 triliun. Sedangkan di 2019, defisit BPJS Kesehatan diperkirakan mencapai Rp 32 triliun.
Sebelumnya, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan, bila kenaikan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dilakukan, pemerintah akan menjadi pihak yang menanggung beban paling besar.
Menurut Fachmi, bila kenaikan iuran seperti yang diusulkan, maka pemerintah berkontribusi hampir 80% untuk membayar kenaikan iuran tersebut. Pasalnya, pemerintah menanggung kenaikan iuran Penerima Bantuan Iuran (PBI) sekaligus sebagai pemberi kerja.
"Jadi salah besar kalau kemudian beban ini adalah beban masyarakat karena pemerintah ada di depan untuk menyelesaikan masalah ini," tutur Fachmi, Senin (7/10).
Menurut Fahmi, saat ini pemerintah sudah menanggung peserta PBI pusat yang sebanyak 96,8 juta peserta ditambah PBI daerah sekitar 37 juta peserta. Hanya dari PBI saja, pemerintah sudah menanggung kenaikan tarif untuk 133 juta peserta. Ini belum dengan peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) PN.
sumur
kelakuan penduduk +62, giliran sakit baru buat, selesai sakit udah gak bayar iuran, giliran iuran mau dinaekin, teriak paling kenceng
pindah ke planet namec aja. 
Quote:
Original Posted By anarchy0001►nih gan hasil agustus 2019
Berikut pembiayaan kesehatan yang paling banyak makan biaya BPJS Kesehatan per Agustus 2019
1. Jantung: Rp 7,7 triliun
2. Gagal ginjal: Rp 1,8 triliun
3. Kanker: Rp 2,7 triliun
4. Stroke: Rp 1,9 triliun
5. Thalassaemia: Rp 387 miliar
6. Hepatitis: Rp 245 miliar
7. Leukemia: Rp 283 miliar
8. Hemofilia: Rp 294 miliar.
https://health.detik.com/berita-deti...a-agustus-2019
Jantung mungkin bisa dari merokok, pola makan atau memang bawaan. Sedangkan Gagal ginjal bisa dari merokok, pola makan dan pola tidur. Sedangkan Kanker bisa dari merokok atau pola makan.
Jantung mahal karena pasti kebanyakan pasang ring jantung, karena dicover BPJS dan biayanya itu paling rendah 80jt.
Quote:
Original Posted By kiryu06►
BPJS itu program bagus dan emang sesuai uu dan fungsi negara
Menurut saya negara yg berhasil pendidikan dan kesehatan mutlak gratis, walau RI belum bisa dibilang maju tapi sudah arahnya kesitu salah satunya BPJS walau gak gratis juga, kadang lucu juga, menolak BPJS sama saja melarang org miskin sakit, nah pertanyaannya anda org kaya? No no no no,,,, kalau kamu jatuh sakit uang mu pun habis biayain pengobatan mahal, org kaya pun bisa mendadak miskin! Jgn mencela kemiskinan, karna kamu lahir pun udah miskin (keluar dari perut ibu gak bawa berlian atau emas tho?), ortu mu tiba2 mati kamu jatuh miskin tho dikasih ke panti asuhan, ya nasib mu aja lagi baik bisa nikmatin semuanya,,,
tapi kamu miskin pada dasarnya,, bernegara tapi yg berhak dapat pelayanan kesehatan hanya kurang dari 30% populasi (anggapan tergolong kaya, saya gak ada datanya), dan ketika jatuh sakit 10% dari mereka akan turun level jadi menengah atau malah jatuh miskin
Tapi kalau biaya kesehatan dan pendidikan bisa sampe ada yg mahal sekali, artinya negara ini belum berhasil, karna sekolah/RS mahal karna ada demand dan juga tidak meratanya layanan pendidikan atau kesehatan, dan membuat pendidikan dan kesehatan gratis itu mutlak pendidikan merata
Juga ada beberapa level masyarakat istilahnya sok kaya padahal udah di pinggir jurang, biasa masih sehat mikirnya gua gak bakal sakit, gua masih sanggup lah bayar RS bla bla bla bla,, yeah, BPJS? Buat org miskin tuh bla bla bla,, kalau kamu ntar sakit ingat aja yg saya bilang, saya uda pengalaman soalnya buat bertahan hidup itu susah dan mahal
Quote:
Original Posted By billyns►JKN itu defisit karena salah struktur. belum lagi ada misinformasi parah soal BPJSK sebagai pengelolanya, berarti humas kemkes & BPJSK jelek.
PBI itu justru utilisasi dananya di bawah iuran yang dibayar pemerintah. yang parah itu PBPU yang utilisasinya >300%. jadi kalau harus naik iuran, cuma yang PBPU aja.
kalau mau aman ke semua, JKN harus direstrukturisasi total. sistemnya jangan pakai CBG, coba mencontoh di negara2 maju yang berhasil terapkan UC. besaran yang ditanggung harus dievaluasi ulang. contoh, masa bedah katarak bisa sekitar Rp 6 juta sementara kalau bedah katarak baksos ke daerah2 cuma sekitar Rp 1 juta, kalau ditambah honor dokter & perawat bisa lah sekitar Rp 2-2,5 juta. sementara bedah usus buntu cuma ditanggung Rp 2 jutaan, dokter bedah cuma dapat Rp 300 ribuan.