tazdineAvatar border
TS
tazdine
Vonis Mati 5 Pemerkosa, PN Bangkalan: Hukuman Mati Tidak Langgar HAM

Foto: Pemerkosa dihukum mati (deni/detikcom)


Bangkalan- PN Bangkalan, Jawa Timur menjatuhkan hukuman mati kepada 5 pemerkosa yaitu Muhammad Sohib, Muhammad Jeppar, Muhammad Hajir, Muhammad, dan Muhammad Hayyat. Dalam putusannya, majelis menegaskan hukuman mati tidak melanggar HAM, sebagaimana yang didengungkan beberapa pihak.

Kelima pelaku diadili secara terpisah, dengan pelaku terakhir yang diadili adalah Muhammad Sohib. Komplotan itu terlebih dahulu membunuh teman lelaki korban, Ahmad agar mudah merudapaksa korban. Setelah itu, mereka ramai-ramai menggilir rudapaksa korban di Pantai Rongkang, Desa Kwanyar Barat, Bangkalan pada 17 Mei 2017.

Usai puas merudapaksa korban, mereka mencekik korban hingga tewas untuk menghilangkan jejak. Kedua mayat itu dibuang di dasar gua dan baru ketahuan 2 bulan setelahnya dengan kondisi busuk dan nyaris tinggal tulang belaka.

Polisi sigap mengejar para pelaku dan menangkap satu persatu. Kelimanya kemudian dihukum mati. Dalam pertimbangannya, PN Bangkalan sudah mengantisipasi bila mendapat kritikan melanggar HAM karena menjatuhkan hukuman mati.



Foto: Pemerkosa dihukum mati (deni/detikcom)


Namun majelis hakim atas terdakwa Sohib, yaitu Susanti Arsi Wibawani dengan anggota Putu Wahyudi dan Johan Wahyu Hidayat dalam pertimbangan hukumnya menegaskan hukuman mati tidak melanggar HAM.

Berikut pertimbangan lengkap ketiganya sebagaimana dilansir website PN Bangkalan, Jumat (4/9/2019):

Pidana mati di Indonesia masih terus menjadi bahan perdebatan kendati hukuman berupa pidana mati telah tercantum dalam hukum positif. Perdebatan muncul lantaran pidana mati menyangkut nyawa manusia dan merupakan vonis paling menakutkan dan dianggap paling menjerakan dibanding vonis-vonis hukuman lainnya.

Bahwa menyikapi suara publik yang terus menyerukan hukuman mati itu bertentangan dengan hak asasi manusia, maka pertama hal yang mendasar adalah hak asasi manusia adalah kewajiban asasi manusia, itu seharusnya sama.

Kedua sampai saat ini hukum positif kita mengakui adanya hukuman mati. Oleh karena itu masih berlaku karena pidanakita menganut asal legalitas. Maka berlaku ketentuan dalam hukum positif kita bahwa seseorang tidak bisa dipidana sebelum ada aturannya, sementara aturan saat ini diatur sampai hukuman mati. Dalam kasus-kasus tertentu diatur maksimal hukuman mati. Karena itu saat ini masih berlaku dan sah.

PBB telah mengeluarkan sebuah panduan berjudul Jaminan Perlindungan bagi Mereka yang Menghadapi Hukuman Mati berlaku karena pidana kita menganut asas Legalitas. Maka berlaku ketentuan (Safeguards Guaranteeing Protection of the Rights of Those Facing the Death Penalty) melalui Resolusi Dewan Ekonomi Sosial PBB 1984/50, tertanggal 25 Mei 1984). Panduan ini memperjelas pembatasan praktek hukuman mati menurut Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik. Pembatasan praktik hukuman mati tersebut antara lain:


Foto: Pemerkosa dihukum mati (deni/detikcom)


  1. Di negara yang belum menghapuskan hukuman mati, penerapannya hanya bisa berlaku bagi kejahatan yang paling serius, yang kategorinya harus sesuai dengan tingkat konsekuensi yang sangat keji;
  2. Hukuman mati hanya boleh berlaku bila kejahatan tersebut tercantum dalam produk hukum tertulis yang tidak bisa bersifat retroaktif (berlaku surut) pada saat kejahatan tersebut dilakukan. Dan jika di dalam produk hukum tersebut tersedia hukuman yang lebih ringan, maka yang terakhir ini yang harus diterapkan;
  3. Hukuman mati tidak boleh diterapkan pada anak yang berusia 18 tahun pada saat ia melakukan kejahatan tersebut. Hukuman mati tidak boleh diterapkan kepada perempuan yang sedang hamil atau ibu yang baru melahirkan. Hukuman mati tidak boleh dijatuhkan kepada orang yang cacat mental atau gila;
  4. Hukuman mati hanya boleh diterapkan ketika kesalahan si pelaku sudah tidak menyediakan sedikitpun celah yang meragukan dari suatu fakta atau kejadian.
  5. Hukuman mati hanya bisa dijatuhkan sesuai dengan keputusan hukum yang final lewat sebuah persidangan yang kompeten yang menjamin seluruh prinsip fair trial, paling tidak sesuai dengan Pasal 14 Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik, termasuk pada setiap kasus yang diancam hukuman mati, seorang terdakwa harus disediakan pembelaan hukum yang memadai.
  6. Seseorang yang dijatuhi hukuman mati berhak untuk mengajukan banding ke pengadilan yang lebih tinggi dan banding tersebut bersifat imperatif/wajib.
  7. Seseorang yang dijatuhi hukuman mati berhak untuk mengajukan pengampunan, atau perubahan hukuman. Hal ini harus mencakup semua jenis kejahatan;
  8. Hukuman mati tidak boleh diberlakukan untuk membatalkan upaya pengajuan pengampunan atau perubahan hukuman;
  9. Ketika eksekusi mati dijalankan, metodenya harus seminimal mungkin menimbulkan penderitaan.


Berdasarkan uraian tersebut, majelis hakim merujuk lepada poin 1, 4 dan 5 dalam mempertimbangkan hukuman mati.

Dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR). Hukuman mati diperlukan dalam rangka melindungi kepentingan masyarakat yang lebih besar. Pelaksanaan pidana mati bukan pelanggaran HAM dan tidak dapat dianggap sebagai penghambat dalam penegakan HAM dikarenakan secara yuridis formal pidana mati dibenarkan dan pidana mati tetap diperlukan dengan melihat adanya kejahatan-kejahatan manusia yang tidak dapat ditolerir lagi. Hukuman mati dalam konsep KUHP baru sebagai ius constituendum dilatarbelakangi pemikiran yang secara garis besar disebut ide keseimbangan yaitu perlindungan masyarakat dan perlindungan pembinaan individu.


Foto: Pemerkosa dihukum mati (deni/detikcom)


Hal ini dikaitkan dengan budaya Bangkalan Madura yang terkenal dengan budaya "carok" yang sangat membahayakan jiwa, dan berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan bahwa pantai rongkang dikenal sebagai tempat yang paling sering terjadinya begal ataupun perampasan yang mana hal tersebut tentu dapat membahayakan jiwa atau nyawa seseorang. Sehingga penjatuhan hukuman mati dipandang perlu agar menciptakan atau memberikan rasa perlindungan atau aman terhadap masyarakat yang lebih luas;

Pidana yang akan dijatuhkan terhadap Terdakwa bukanlah suatu bentuk balas dendam atau kesewenang wenangan dari Penguasa atau Negara, dan bukan pula sebagai alat pemuas bagi pihak-pihak tertentu.

Namun Pidana tersebut merupakan bentuk dari Penegakan Supremasi hukum dan merupakan cara dari Negara untuk melindungi dan menjamin keadilan bagi warga negaranya serta memberikan efek psikologis kepada setiap orang untuk tidak melakukan hal-hal yang dapat membahayakan jiwa atau nyawa orang lain.

Sumber : https://news.detik.com/berita/d-4733...-langgar-ham/3
Diubah oleh tazdine 06-10-2019 09:52
cichlidmania
jakompank
abangsukoy
abangsukoy dan 3 lainnya memberi reputasi
4
2.1K
31
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan