Kaskus

Entertainment

SaptaJameelaAvatar border
TS
SaptaJameela
Buah Penyebab Petaka
Buah Penyebab Petaka

Buah Terlarang Penyebab Petaka


Di penghujung tahun.

Hendy dan Rio, dua sahabat ini biasanya melakukan aktifitas, sama seperti tahun-tahun lalu. Mendaki gunung. Kegiatan yang dilakukan hampir setiap menjelang pergantian tahun. Sekadar memenuhi hasrat menaklukkan puncak, dan menantang arunika.

Keduanya pun berencana akan mengulangi kebiasaan yang menjadi hobi mereka itu. Namun, kali ini ada yang berbeda. Mereka tak lagi jomlo seperti tahun yang lalu. Tanpa sengaja, di suatu acara perpisahan sekolah tempo hari, secara kompak keduanya mendapatkan tambatan hati hampir bersamaan.

Merasa bahagianya, mereka berdua pun berencana, untuk mengukir hari jadi mereka dengan membawa serta gebetannya mendaki bersama. Dengan tujuan mengambil moment indah saat matahari terbit.

So sweet.

***

"Hen, udah lu hubungi Maya, belum? Kalau kita perginya besok pagi," tanya Rio kepada sobatnya itu.

Sementara Hendri sedang sibuk mempersiapkan bekal buat dibawa besok mendaki gunung Sibayak.

"Udah kok. Nah, lo sendiri gimana? Apa udah ngabarin Novi, cewek baru lo?"

Hendi balik bertanya sambil tertawa mengejek.

"Sialan, lu. Apaan cewek baru. Baru juga nemu bareng elu. Hei, sadar Bray, kemarin kita masih sama-sama jomblo."

Keduanya pun tertawa terbahak-bahak. Menertawakan nasib mereka tahun sebelumnya.

"Eh, Rio, ngakak muluk lo. Sini bantuin gue, dong! Malah nyantai ngeliatin."

"Ya ellah, elu ya, susah banget liat orang seneng."

Sambil bersungut-sungut, Rio bergas menghampiri Hendi, yang kepayahan mengemas tenda.

"Nah, elo senengnya liat orang susah. Kamfrett, lo!" Hendi memaki.

"Apalagi nih, yang kurang? Tenda, udah. Senter, udah. Kompas, udah. P3K, udah. Bahan makanan juga udah. Fix, lengkap semua."

Rio mendata ulang pelengkapnya, lalu, keduanya sama-sama berkemas.

***

Pagi hari begitu cerah, awan berarak putih menghiasi langit yang biru. Mereka bersiap, dan janji berkumpul pada jam dan tempat yang sudah ditentukan. Setelah semuanya berkumpul, kemudian bergegas pergi melakukan perjalanan, ke gunung Sibayak.

"Sepertinya cuaca sangat mendukung, nih. Ayo kita cepat berangkat, sebelum langit cerah berubah mendung. Ntar gagal, deh," ucap Rio kepada rekannya.

"Oke ... !" Seru dua perempuan itu, secara serentak.

Perjalanan menuju tempat tujuan, memakan waktu cukup lama. Sekitar tiga jam dari tempat tinggal mereka. Hendi dan Rio mempersiapkan motornya, sementara tugas para cewek menyandang ransel.

"May, bersiaplah. Pegang yang kenceng ya," kata Hendi pada kekasih hatinya.

"Siap, bos! Jan ngebut, tauk. Ngebut, jitak!" Hardik Maya, sembari melengkungkan lengannya ke pinggang Hendi.

"Dih, kejam amat sih. Kaga ada mesra-mesranya." Hendi pasang muka manyun.

"Biariiin, demi keselamatan." Maya merepet sambil senyum manis sekali.

"Apaan sih, kalian berdua ini, ribut muluk deh."

Giliran Novi menimpali perdebatan antara Hendi dengan Maya.

"Tauk, nih. Ayo, cepat go! Tunggu apa lagi?" Seru Rio.

Suara motor bersahutan. Mereka melintasi jalan raya beriringan, dengan hati gembira ria. Sesekali suara tawa pun pecah dari mulut mereka.

***

Tiga jam telah dilalui, akhirnya mereka sampai ke tempat tujuan. Motor diparkiran di tempat yang sudah disediakan.

Kemudian mereka bersiap melakukan perjalanan panjang. Untuk mencapai puncak gunung Sibayak, butuh waktu 8 sampai 10 jam, lamanya. Kalau banyak berhenti, malah bisa jadi 12 jam sampai ke puncak.

Buah Penyebab Petaka
Sumber gambar : IG

Pendakian pun dimulai. Menapaki jalan setapak, yang kiri kanannya ditumbuhi oleh belukar. Posisi Hendi memimpin barisan, Maya dan Novi urutan berikutnya, sementara Rio, menjaga dibarisan belakang.

Dengan bermodalkan tongkat kayu, Hendi mengibaskan rerumputan dan ranting yang menghalangi jalan. Setengah perjalanan, Maya dan Novi mengeluh. Maklumlah, ini kali pertama mereka mendaki.

"Hufttt, capeknya. Kita berhenti dulu sebentar. Kaki gue kek mau copot rasanya."

"Iya, gue juga. Hosh ... " Novi menghembuskan nafasnya yang tersengal.

Maya meringis menahan letih. Begitu juga Novi, yang berdiri setengah membungkuk memegangi lututnya. Terlihat peluh membasahi baju mereka.

"Jiah, payah kalian berdua. Dasar wanita, lemah! Gue kata juga apa, bawa cewek itu, ribettt!" Rio menggerutu.

"Huhhh ...!" Serang keduanya kepada Rio.

"Sudah, sudah. Jangan ribut. Baiklah kita istirahat sebentar. Lagian hari juga sudah siang, pasti kalian pada lapar, makanya bising. Ayo kita cari tempat untuk duduk," ucap Hendi sambil tertawa melihat gadisnya kelelahan.

Mereka menggelar tikar, duduk di bawah pohon rindang, Maya dan Novi mengeluarkan bekal, lalu menyiapkan makan siang buat mereka berempat. Sementara Rio mencari ranting kering yang ada di sekitar, kemudian menyulutnya.

Kebetulan tak jauh dari situ terdapat mata air kecil yang mengalir. Lumayan, untuk membasuh penat.

"Ayo kita makan, selesai makan kita langsung gerak. Takut ntar keburu malem, kita belum sampai ke puncak. Bahaya kalau kita kemah di sini," ucap Hendi.

"Emang kenapa, ay?" tanya Maya pada kekasihnya.

"Di sini itu bukan tempatnya untuk kemah. Gak aman. Masih banyak yang belum "dipagari" istilah orang pendaki."

"Oh .... " Maya membulatkan bibirnya, mendengar penjelasan Hendi.

Selesai makan, Hendi dan Rio kembali mengemas ranselnya. Sementara Maya dan Novi, pergi menuju mata air kecil, untuk membasuh peralatan makan.

"Hei! ingat, jangan langgar peraturan yang ada ya. Selesai mencuci, cepat kembali kemari," teriak Hendi pada dua perempuan itu.

Ketika berjalan menuju mata air, Novi menoleh ke sebelah kirinya.

"PERINGATAN! -
DILARANG MENGAMBIL/MEMETIK BUAH YANG TUMBUH DI AREA INI."

Novi membaca kalimat yang tertulis di papan plang yang terlihat usang. Sepertinya sudah lama sekali dibuat. Maya pun menghentikan langkahnya, ikut memperhatikan.

"Buah apaan sih ini? Apa iya, tulisan itu bener? Emang kenapa kalau dipetik? Ah ... impossible!"

Serampang pernyataan Maya kepada Novi. Sementara Novi memperhatikan buah itu. Ya, buah berwarna merah memikat, bentuknya cantik, persis buah strawberry mini. Tetapi ini beda, pohonnya merambat. Lebih tepatnya, Raspberry hutan. Menarik sih untuk dipetik.

Buah Penyebab Petaka
Sumber gambar : IG

Tiba-tiba, tangan Maya menjulur seperti hendak memetiknya. Secepat kilat Novi menampik tangan Maya.

"Maya! Jangan sembarangan, deh! Baca tuh!" repetan Novi segera terlontar dari bibir tipisnya.

"Aduh! Sakit tauk!" Maya kaget.

"Sudahlah, ayo cepat kita kembali. Hendi dan Rio pasti sudah lama menunggu."

Novi segera berjalan duluan, tanpa tahu apa yang dilakukan Maya dibelakangnya. Maya, kemudian berlari kecil menyusul Novi.

"Novi! Tunggu!" teriak Maya.

"Makanya, cepetan ... !" Novi pun tak kalah teriak.

Keduanya menghampiri kekasih mereka, kemudian kembali melanjutkan perjalanan.

***

Di ketinggian 800 KM,

Suasana semakin pengap, udara semakin menipis. Bernapas seperti ikan yang kehabisan air. Langkah mereka pun melambat, peluh membanjiri seluruh tubuh.

Maya, yang tadinya banyak bicara terdiam seketika. Senyap. Hanya suara jangkrik saja yang terdengar. Krik krikk krikkk ...

Hari pun semakin gelap. Suasananya kini berbeda, hiup. Udara terasa lebih dingin. Hingga sesekali membuat bulu kuduk merinding.

"Ayo, kita harus cepat sampai ke puncak sebelum malam tiba," ucap Hendi memecah kesunyian. Sadar akan keganjilan yang terasa.

"Hei, apa kau baik-baik saja, Maya? Apa kau sakit?" tanya Rio yang memperhatikan dari belakang.

Dia lihat Maya tak seperti biasanya, periang. Kali ini terlihat agak pucat. Tapi Maya sedikit pun tak bergeming. Hanya diam tertunduk. Mendengar ucapan Rio, Hendi pun balik badan menghampiri Maya. Disusul Novi dan Rio.

"Sayang, kamu kenapa? Kamu sakit?" tanya Hendi, seraya memegang pundak Maya. Mengguncangnya pelan.

Tapi Maya tetap diam dan masih tertunduk. Wajahnya begitu pucat. Hendi menggenggam kedua tangannya, terasa dingin seperti es. Hendi mulai panik. Novi mulai ketakutan memeluk Rio.

"Hihihihi ... Hihihihi .... "

Tiba-tiba Maya tertawa aneh, suara tawanya nyaring memenuhi telinga, bikin bulu kuduk berdiri.

"Astaghfirullah ... Maya! Kau kenapa?" Hendi semakin panik. Maya tak henti terus tertawa.

"Rio! Tolong ... !" teriak Hendi.

"Iya," sahutnya, "kamu di sini aja ya. Jangan terlalu dekat," ucapnya kepada Novi. Ia pun mengangguk.

Kemudian Rio memegang paksa jempol kaki Maya, seketika tubuh Maya limbung, jatuh ke rerumputan, sambil menangis kesakitan. Ia berteriak keras. Hingga suaranya menggema ke mana mana.

Hendi berusaha memegang tubuh Maya, supaya tak berontak. Sementara Rio, membacakan Ayat Kursi. Tak henti.

"Siapa kau!? Keluar!!? Jangan sakiti Maya!" bentak Hendi pada sesosok yang merasuki tubuh Maya.

Sementara Maya terus berteriak, menangis, meraung kesakitan. Hingga suaranya berubah parau, dan itu bukan suara Maya.

"Aaarrgghhh! Lepaskan aku! Dasar kalian manusia jahanam! Kalian yang menggangu ketenanganku! Arghhh ... Sakittt .... !" Suara parau itu berkata.

Novi hanya bisa menatap dari tempatnya berdiri, ketakutan dan menangis sesunggukan. Rio tak henti-hentinya membaca Ayat suci Al-Qur'an.

"Maaf kalau kau terganggu, kami tidak bermaksud untuk mengganggu. Keluar dari tubuh Maya sekarang juga, Maya tidak bersalah."

Hendi coba berdialog dengan sosok yang merasuki tubuh Maya.

"Kau bilang dia tidak bersalah!? Hei manusia jahanam! Dia telah memetik buah keramat itu, dan memakannya!" pekik makhluk gaib itu.

"Ya, Tuhan. Novi!! Aku sudah ingatkan bukan!?" cetus Hendi kepada Novi.

"I-iya ... bukan aku, t-tapi aku tak tahu, k-kapan Maya memetik buah Raspberry itu, s-sungguh aku tidak melihatnya."

Novi coba jelaskan meski terbata-bata. Akhirnya ia pun menangis.

***

Satu hentakan tangan Rio di ubun-ubun Maya, membuat tubuh Maya jatuh pingsan. Hendi segera merangkulnya.

"Hei! Manusia jahanam! Jangan pikir kalian bisa selamat! Kesalahannya harus dibayar dengan nyawa!"

Hihihihi ... suara misterius itu, menggema di seluruh hutan ini, lengkingan tawanya begitu nyaring. Bikin Merinding.

Hendi memapah tubuh Maya, lalu berkata, "ayo, cepat kita tinggalkan tempat ini, putar arah. Kita turun balik!" Perintah Hendi.

Buah Penyebab Petaka
Sumber gambar : IG

Hendi jalan duluan. Novi dan Rio pun ikut di belakangnya. Dengan susah payah Hendi berjalan, berharap Maya segera siuman. Namun, Maya tetap tak bergerak.

Sampai pada tepian jurang yang agak curam, Hendi pun kepayahan. Dengan hati-hati sekali melangkahkan kakinya.

Apalah daya, untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Karena beban tubuh Maya yang berat, kaki Hendi tak sengaja memijak kerikil kecil, lalu tergelincir.

"Aaaaarrrhhhh .... !!!"

Hendi terjatuh ke dalam jurang, bersama tubuh Maya.

"Tidaakkk!!! Mayaaa!!! Hendiii!!!"

Serentak Novi dan Rio berteriak, tak sempat mereka menolong, dikarenakan lokasi kejadian memang cukup terjal. Lalu, Novi menangis sejadinya dipelukan kekasihnya. Sementara Rio hanya bisa menitikkan air mata tanpa suara.

Mereka pun terbodoh, hanya duduk di tepi jurang, sambil terisak meratapi kedua sahabatnya yang mungkin saja sudah menemui ajal di bawah sana.

Hingga sampai hari ke tiga, team juru kunci datang bersama Tim SAR mengevakuasi mereka, juga kedua mayat Hendi dan Maya. Nasib Novi dan Rio pun kini kehilangan warasnya.

Tamat.

Malaysia,
30-09-2019
Diubah oleh SaptaJameela 30-09-2019 14:00
ceuhettyAvatar border
sebelahblogAvatar border
zafinsyurgaAvatar border
zafinsyurga dan 5 lainnya memberi reputasi
6
486
6
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan