Elemen NU Siap Lawan Kelompok yang Berupaya Menggagalkan Pelantikan Presiden
Koalisi Masyarakat Banyumas Pembela NKRI menggelar aksi unjuk rasa di Alun-alun Purwokerto, Jawa Tengah, Kamis (3/10/2019).(KOMPAS.COM/FADLAN MUKHTAR ZAIN)
Sekitar 500-an orang yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Banyumas Pembela NKRI menggelar aksi unjuk rasa di Alun-alun Purwokerto, Jawa Tengah, Kamis (3/10/2019).
Aksi damai tersebut diikuti anggota Banser, Ansor, Pagar Nusa dan elemen NU lainnya. Aksi diawali dengan orasi, kemudian longmarch keliling kota dan diakhiri dengan teatrikal.
Mereka menolak upaya sekelompok orang yang disinyalir berupaya menggagalkan pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih dengan menunggangi aksi demonstrasi mahasiswa.
Koordinator Lapangan Andri Widyanto menyayangkan adanya penumpang gelap dalam aksi demonstrasi yang berakhir ricuh.
Belakangan juga muncul kembali seruan khilafah yang menjadi ancaman nyata keutuhan NKRI.
Menurut Andri, pasangan Joko Widodo dan KH Ma'ruf Amin (Jokowi-Ma'ruf) terpilih dan ditetapkan berdasarkan konstitusi sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.
"Kami warga Banyumas bersedia lahir batin jika dibutuhkan untuk membantu pengamanan pelantikan presiden dan wakil presiden. Kami bersedia menghadang kelompok manapun yang akan menghalangi pelantikan presiden," kata Andri.
Andri mengatakan, pihaknya mendukung penuh TNI dan Polri agar menindak tegas siapapun yang berupaya menghalangi pelantikan presiden. TNI dan Polri harus menjamin keamanan pelantikan presiden dan wapres.
"Kepada kelompok yang terus bikin rusuh dan menyerukan khilafah jangan coba-coba mengganggu pelantikan. Kami telah bertekad dan bersumpah menjaga Bumi Pertiwi sampai titik darah penghabisan," tegas Andri.
SUMBER BERITA:https://regional.kompas.com/read/201...medium=twitter
Wiranto Sebut Ada Upaya Penjegalan Pelantikan Presiden, Ini Kata Pakar
Pakar hukum tata negara (HTN) Margarito Kamis menyatakan, dalam situasi sekarang ini tidak ada alasan menolak pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih hasil Pemilu 2019. (dok JawaPos.com)
Pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopulhukam) Wiranto yang menyebut bahwa ada upaya menjegal pelantikan Jokowi – Ma’ruf, pada 20 Oktober menuai banyak respons. Tak terkecuali dari kalangan pakar hukum tata negara.
Wiranto yang merupakan mantan panglima ABRI era Orde Baru itu juga menyebut, ada kelompok yang mengunggangi aksi mahasiswa agar menduduki gedung MPR/DPR, sehingga lembaga tinggi negara itu tidak bisa menyelenggarakan pelantikan Presiden dan Wapres.
Menanggapi hal itu Pakar hukum tata negara (HTN) Margarito Kamis menyatakan, dalam situasi sekarang ini tidak ada alasan menolak pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih hasil Pemilu 2019.
“Saya pikar itu mungkin itu soal politik ya. Sistem tata negara kita tidak menyediakan jalan keluar yang masuk akal untuk mengelola situasi seperti ini. Jadi pertaruhannya sangat besar,” ujar Margarito, Senin (30/9).
Margarito juga menilai, hingga saat ini dirinya tidak melihat ada gelagat dari gerakan mahasiswa yang menolak RKUHP hingga perubahan UU KPK, untuk mengagalkan pelantikan Presiden dan Wapres terpilih. Karena tanggal 20 Oktober itu masa berakahirnya pemerintahan dan kabinet Jokowi.
“Kalau digagalkan pelantikannya, maka tidak ada pemerintahan, karena tidak bisa dilantik, lalu negara ini dikelola dengan apa? Saya pikir soal pembatalan itu terlalu berlebihan,” lanjut Margarito.
Mengacu Undang – Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, masalah Presiden dan Wapres terpilih batal dilantik diantur dalam Pasal 427. Pada Ayat 3 disebutkan, Dalam hal calon Presiden terpilih berhalangan tetap sebelum pelantikan, calon Wakil Presiden terpilih dilantik menjadi Presiden.
Kemudian pada Ayat 4 berbunyi; Dalam hal calon Presiden dan Calon Wakil Presiden terpilih berhalangan tetap sebelum dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden maka Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menyelenggarakan sidang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua Pasangan Calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang Pasangan Calonnnya meraih suara terbanyak pertama dan kedua.
Lalu bagaimana dengan kabar Jokowi meminta pelantikannya dipercapat sehari, dari 20 Oktober yang diagendakan KPU RI, menjadi 19 Oktober 2019? Margarito justru mempertanyakan dasar hukum percepatan itu. Sebab, jadwal yang ditetapkan penyelenggara Pemilu sudah sesuai aturan.
“Memang masa jabatan itu dari sisi hukum tata negara tidak boleh kurang satu menit, tidak boleh juga lewat satu menit. Tidak ada dasar untuk mempercepat atau memperlambat, Ini sudah sesuai aturan,” tandas Margarito.
SUMBER BERITA:https://www.jawapos.com/nasional/pol...ini-kata-pakar