- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Refly Harun: Tidak Ada Satu RUU yang Bisa Lolos Kalau Presiden Mengatakan Tidak


TS
55rx.
Refly Harun: Tidak Ada Satu RUU yang Bisa Lolos Kalau Presiden Mengatakan Tidak

TRIBUNMANADO.CO.ID - Persetujuan pemerintah terkait disahkannya revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK), dikritik oleh Pakar hukum tata negara Refly Harun
Refly menyampaikan kritikannya saat menjadi narasumber acara Sapa Indonesia Malam Kompas TV, Rabu (25/9/2019).
Refly juga menyinggung soal tugas dan kewenangan Presiden.
Dia menyebut, dalam desain konstitusional Indonesia, Presiden memiliki 50 persen kekuasan legislatif.
Artinya tidak ada satu RUU yang bisa lolos, kalau Presiden mengatakan tidak.
"Tidaknya Presiden itu banyak sekali tempatnya. Tidak untuk membahas, tidak untuk persetujuan, dan tidak untuk mengesahkan," ujarnya
"Kalau tidak untuk mengesahkan tidak ada gunanya karena 30 hari akan sah dan wajib diundangkan. Tapi tidak persetujuan paripurna, itu membuat RUU tidak bisa diundangkan, dan lebih pangkal lagi tidak untuk membahasnya,"jelasnya.
Refly menyebut kesalahan fatal pemerintah adalah ketika UU KPK itu disetujui.
Menurutnya dalam UU KPK ada dua soal yang bermasalah yaitu prosedur dan substansinya.
Refly menerangkan, prosedur dalam UU KPK yang sudah disetujui pemerintah, membuat operasi tangkap tangan dari KPK tidak akan lagi terlaksana.
"Kalau kita mengikuti prosedur maka tidak adalagi operasi tangkap tangan, dan itu kecerobohan yang luar biasa," tegasnya di depan pembawa acara Aiman Witjaksono.
Refly kemudian mengungkap sisi lain kelemahan dari UU KPK dalam pasal 12 B.
Isi pasal tersebut menjelaskan soal penyadapan yang harus ada izin dari dewan pengawas.
Refly menyebut pengertian pasal tersebut jangan hanya di mengerti sampai disitu saja.
"Coba baca penjelasannya, izin penyadapan diberikan setelah dilakukan gelar perkara di depan dewan pengawasan," ungkapnya
"Bagaimana mungkin kita mengott seseorang, kalau sebelum OTT kita harus melaksanakan gelar perkara. Karena kalau kita mengott orang tanpa sadapan, kita kan nda tau konteksnya seperti apa," jelasnya
Refly pun memberikan satu contoh kasus.
"Misalnya saya memberikan satu tas uang kepada seseorang, kan tidak mungkin ditangkap KPK kalau tidak ada konteks percakapan yang disadap," jelasnya
Mendengar hal tersebut pembawa cara Aiman pun ikut berpikir, semestinya permasalahan ini sudah bisa dibayangkan oleh pembuat Undang-undang dan Pemerintah
"Artinya kalo itu diloloskan ada kesengajaan untuk menghilangkan OTT KPK, ujar Aiman,"
Refly pun kembali menjabarkan soal area pelemahan dalam UU KPK.
Area tersebut yaitu meletakan KPK dibawa eksekutif, dimana KPK tidak lagi menjadi badan indepedent.
"Ini bisa memberikan legitimasi bagi eksekutif untuk membuat peraturan pemerintah, karena itu lembaga dirana eksekutif, demi menjalankan undang-undang sebagaiaman semestinya" jelas Refly.
Selain itu pelemahan lainnya yang dinilainya, saat pegawai KPK dijadikan ASN yang bertugas sebagai penyidik dan penyelidik.
"Kalau mereka membalelo paling tinggal dipindakan saja, beda dengan lembaga independent, hanya pegawai lingkup internal KPK," jelasnya.
Kemudian soal dewan pengawas KPK yang memiliki tiga fungsi.
Pertama, fungsi pengawasan yang dinilainya seperti bawaslu di pemilu.
Kedua, fungsi instansi pemberian izin menyadap, menggeledah dan menyita.
Ketiga dewan pengawas seperti (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu RI
(DKPPP) yang menyidangkan pelanggaran kode etik pimpinan KPK dan pegawai KPK.
"Kalau kita bicara adminitrasi pemerintahan, dimana-mana pegawai cukup ditindak oleh pimpinannya dalam hal ini pimpinan KPK atau Sekjen KPK. Yang jadi persoalan pimpinan dan pegawai disamakan yang bisa disidang kode etik oleh dewan pengawas KPK," jelasnya
Sumber : https://manado.tribunnews.com/2019/0...-tidak?page=3
Diubah oleh 55rx. 02-10-2019 09:43


eyasser memberi reputasi
1
2.5K
47


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan