- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Tawa Misterius di Padang Sabana


TS
rirandara
Tawa Misterius di Padang Sabana

Setelah susah payah bernegosiasi, akhirnya ijin pun kudapatkan dari mama. Betapa senangnya hatiku. Segera kuhubungi Mita dan Heni. Mengabarkan tentang bergabungnya aku dalam pendakian kali ini.
Bersama enam orang, teman kerja dan SMA dulu, akhir pekan ini aku berencana menghabiskan liburan dengan menikmati indahnya Merbabu. Salah satu gunung tertinggi di Jawa Tengah. Dengan ketinggian mencapai 3.142mdpl. Jujur meski tinggal di ibu kota Jawa Tengah, tapi aku belum pernah mendaki ke Merbabu. Justru Gunung Ciremai dan Galunggung aku pernah.
*
Aku beserta rombongan memilih pendakian melalui jalur Wekas. Menurut Purba --ketua rombongan, jalur ini memiliki trek medium dan pemandangan yang indah. Kami pun hanya manggut-manggut saja mendengarkan berbagai penuturannya. Lelaki itu memang kali keempat mendaki Merbabu. Itu ceritanya padaku saat di kantor.
"Ingat, ya, gaes. Meski kita sudah sering bersinggungan dengan gunung. Tapi, tatakrama wajib kita jaga. Anggap kita sedang bertamu ke rumah orang. Jaga lisan dan sikap kalian." Petuah dari Purba mengingatkanku pada pesan yang selalu mama ucap jikalau aku hendak mendaki. Aku melihat antara keduanya tak jauh beda. Geli sendiri jadinya.
"Malika? Ada masalah?"
Sontak aku tergagap tatkala Purba menegur. Aku pun menggeleng cepat-cepat. Khawatir terjadi salah paham padanya. Sebelum pendakian dimulai, seperti biasanya kami pun berdoa bersama.
*
Setelah berjalan kurang lebih sekitar tiga setengah jam dari basecamp, kami pun tiba di pos 2. Area dengan lahan luas dan lapang. Cocok sekali jika mendirikan tenda di sini. Kulihat juga banyak tenda yang telah berdiri. Ada delapan belas tenda jika aku tak salah hitung. Kami pun memilih beristirahat sesaat.
"Habis ini, jalur yang akan kita tempuh cukup berkelok-kelok dan menanjak juga padat berbatu. So, usahakan kalian harus benar hati-hati. Ingat. Jaga lisan dan sikap."
"Yaelah, Pur, lu kek makemak. Dari tadi ngoceh mulu. Kita-kita udah pada gede. Bukan bocah bau kencur yang kudu diingetin tiap waktu. Gue dah paham. Meski ini pertama kalinya gue ke Merbabu tapi pengetahuan gue soal mendaki gak kalah sama lu, kok. Tenang saja."
Di luar dugaan, Baskoro mengoceh seenak jidatnya.
Aku melongo. Begitu pun yang lain. Aku tak habis pikir akan sikap Baskoro. Ranting kecil yang sedari tadi kumainkan, seketika mendarat di kepala teman SMA-ku itu. Baskoro menoleh. Mimik wajahnya menyiratkan rasa tak terima.
Meski Baskoro seolah menyepelekan dirinya, Purba tetap tenang. Tak tampak gurat kekesalan di wajahnya yang … sempurna di mataku.
*
Sebagai leader, Purba berada di barisan paling depan. Aku mengambil posisi tepat di belakangnya. Lalu diikuti Mita, Heni, Marta, Baskoro dan Triyono sebagai sweeper.
Pendakian kali ini cukup membuatku kepayahan. Beberapa kali aku berhenti sejenak.
"Ka, kalo lu berhenti mulu. Kapan kita sampainya. Jangan manja kek anak kecil deh. Lu kan bukan pertama kalinya manjat," protes Baskoro sengit.
Lagi-lagi dia. Menyesal aku sudah mengajaknya. Bikin kacau saja. Tapi, ucapannya ada benarnya juga, sih.
"Kita jangan kemaleman pas di jembatan setannya. Horor tau." Marta menyela.
Aku bergidik.
Semua setuju. Kami pun melanjutkan pendakian. Di saat perjalanan, Baskoro membikin ulah lagi. Dia menyerobot barisan dan mengambil tempat di depanku. Hampir saja aku oleng ke samping.
"Apa-apaan sih lu, Bas?" umpatku kesal.
"Males gue jalan di depan si Triyono. Dijailin mulu. Masa ransel gue ditarik-tarik. Terus, nih, batu-batu ini dia sangkutin di saku ransel. Kan berat beban gue jadinya." Baskoro mendengkus kasar. Ditunjukkannya tiga buah batu sekepalan tangan orang dewasa.
Kutoleh Triyono. Lelaki itu hanya mengangkat bahu. Dari sorot matanya, aku kira lelaki berjambang tipis itu pun heran akan sikap Baskoro.
Tibalah kami di jalur persimpangan --Jalur Kopeng. Purba mengomando agar beristirahat sejenak.
"Yon, kira-kira dong, lu. Masa ransel gue lu isi bebatuan," omel Baskoro seraya berkacak pinggang.
Semua mata menuju padanya. Triyono yang dituduh demikian terlihat bingung.
"Eh, kalian jangan pada cekikikan, ya. Ini gue bukan lagi ngelawak. Dari mulai padang sabana tadi, kalian itu ketawa terus. Emang ada yang lucu? Hah?" Kali ini Marta dan Heni yang menjadi sasaran umpatan Baskoro.
"Bas, lu kenapa, sih? Kita semua gak da yang ketawa. Kita pada diem," sanggahku cepat.
Air muka Baskoro berubah warna. Wajahnya mendadak pucat. Mulutnya menganga.
"Terus … siapa dong yang dimaksud sama Baskoro, Ka?" sela Mita. Suaranya begitu bergetar.
kikkikikikiiikk !!! Hiihihihii ....
Deg!
Kudukku meremang seketika. Sepanjang pendakian, bersyukur aku tak pernah dapat kejadian aneh-aneh. Tapi kali ini ….
Siapa? Ya, siapa sosok yang dimaksud Baskoro?

sumber: https://abstract.desktopnexus.com/wa...lpaper/270974/
Kami semua saling bertukar pandang.
Aku menatap Purba dan Heni bergantian. Hanya mereka yang kulihat tak sebingung aku dan lainnya. Mereka lebih tenang.
"Gaes, kalian ingat pesan Purba di awal sebelum jalan, 'kan?"
Serempak kami mengangguk.
"Mungkin 'anak-anak sini' kurang suka dengan kehadiran kita."
"Anak-anak?" ucapku, Marta dan Mita kompak
Heni tersenyum simpul. "Anak-anak yang tak bisa kita jangkau dan lihat."
"Tapi, kenapa cuma gue yang digangguin?" tukas Baskoro, masih emosional.
"Ya, kamu introspeksi lah, Bas. Ada gak lisan dan sikapmu yang kelewat batas," pungkas Heni.
Kulihat Baskoro menunduk dalam. Mungkin dia teringat ucapan dan sikapnya yang menurutku tadi sedikit arogan. Entah apa juga penyebabnya. Hingga anak itu bersikap demikian.
*
Menurut penuturan Heni, yang ia pun dapat cerita dari sesama pendaki, biasanya ada 'anak-anak' penghuni lembah Merbabu kerap bermain di padang sabana antara pos dua dan tiga. Bisa jadi, yang mengganggu Baskoro adalah gerombolan bocah tak kasat mata itu.
Setelah tenang semuanya, perjalanan pun kami lanjutkan. Tak sabar rasanya aku ingin sampai di Puncak Kenteng Songo. Merasakan sejuknya udara di sana. Juga menyaksikan kecantikan Merapi yang kerap kudengar dari para pendaki.
-Tamat-
Jatim, September 19
*Cerita ini hanyalah fiksi*
- Leader : ketua rombongan. Biasanya berada paling depan
- Sweeper : orang yang bertugas sebagai 'penyapu' rombongan. Agar tidak ada yang tertinggal. Posisinya berada paling belakang.
Diubah oleh rirandara 04-10-2019 07:14






4iinch dan 10 lainnya memberi reputasi
11
3.5K
51


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan