Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

YulianAnggitaAvatar border
TS
YulianAnggita
Bintang Yang Tak Berwujud
Bintang Yang Tak Berwujud



Bintang Yang Tak Berwujud

Gambar : suaramerdeka.com


Saat dipaksa untuk ikut serta dalam pendakian, aku merasa bimbang. Secara, aku memang tidak begitu suka dengan kegiatan pencinta alam yang salah satunya adalah rajin mendaki gunung.

Semua karena kamu. Aku mengiyakan dengan hati tetap menggerutu. Takut kamu nanti tak lagi simpatik padaku. Secara, aku begitu tertarik padamu. Sosok cantik yang amat mencintai alam.

Hari yang kita tunggu pun tiba. Segala persiapan sudah kamu lakukan. Dari bekal makanan, hingga obat-obatan pribadi. Asal kamu tahu, aku sedikit penakut. Tapi mana mungkin kuungkapkan itu padamu. Apa kata dunia nanti. Aku hanya berharap tidak menemui keganjilan apapun nanti di gunung itu.

Kalian bilang, pegunungan yang akan kita daki kali ini belum banyak yang tahu tempatnya. Jadi bisa dibilang kalau tempatnya masih amat natural. Itu bahasa kalian untuk menyebutnya seram. Makin banyaklah aku berdoa khususnya untuk diriku ini.

Sesampainya di kaki gunung, kulihat wajah kalian berenam amat sumringah. Tak ada rasa takut ataupun kegalauan yang nampak. Mungkin hanya jantungku yang berdetak amat kencang kala itu.

Bintang Yang Tak Berwujud
Gambar : youtube.com


Sekelebat bayangan muncul dari balik rimbunnya pepohonan. Namun coba kutepis. Aku tak mau dianggap cengeng. Doa-doa mulai kulantunkan kembali. Kaki sedikit gemetar. Terhembus angin dingin sepoi-sepoi membuat bulu kuduk sedikit berdiri apalagi teringat bayangan hitam di balik rerimbunan yang menyambut kedatangan kami.

Sang ketua pendakian bernama Elang, mengkomando untuk bergegas naik agar tak didahului senja. Berharap esok pagi saat fajar menyingsing, kita sudah ada di puncaknya. Memang, kali ini hanya anak gunung yang kami daki. Jadi tak perlu cemas berhari-hari. Mungkin hanya perjalanan sehari semalam saja. Elang juga mengingatkan agar tak berbuat yang aneh-aneh. Jika menemukan keganjilan, tak perlu dipedulikan. Tetap fokus dan jangan berfikir yang bukan-bukan.

Wejangan Elang bukan membuatku tenang tapi malah semakin membuat hatiku berlomba-lomba menabuh genderang. Angin senja mulai menyapa, siluetnya pun sudah mulai terbentuk. Saat pendakian, aku memilih berada di tengah-tengah barisan. Gemericik air terdengar jelas di telingaku padahal di kanan kiri kami tak ada sungai ataupun lembah yang ada sungainya. Aku semakin celingak-celinguk saja. Kamu, Bintang, menangkap ketakutanku.

Kau tepuk pundakku meminta tetap fokus. Jalanan setapak sedikit licin. Rimbun pohon-pohon besar di kanan kiri kami. Seketika Elang berhenti lalu menyuruh kami istirahat sejenak. Jam menunjuk pukul satu dini hari. Nafas mulai tersengal karena dingin lebih mendominasi. Kuatur duduk agar sedikit nyaman. Kembali sekelebat bayangan hitam itu muncul diikuti suara berbisik di telingaku lalu berdesir angin menyambut wajah.

Semua bercakap-cakap satu sama lain tapi tidak denganku. Secangkir kopi disuguhkan Bintang dihadapanku. Hatiku berdetak makin kencang.

"Bukannya kamu dari tadi duduk di sebelahku, Bintang?" tanyaku sedikit cemas menunggu jawabannya.

"Aku kan dari tadi bersama Joni bikin api buat bikin kopi. Nih, diminum dulu. Udara makin dingin," kata Bintang sambil berlalu.

Kutengok sebelah kanan tempat di mana aku merasa Bintang ada di sana dari tadi menemaniku. Ternyata kosong. Kembali angin dingin menyeruak menembus tulang hingga akupun beringsut mencari tempat di tengah-tengah kerumunan. Tak kuhiraukan lagi bulu kuduk yang semakin merinding.

Udara makin dingin, namun perjalanan tetap harus dilanjutkan agar berjumpa fajar di puncak nanti. Aku makin sering berdoa. Tak lagi terpikir untuk mendekati Bintang. Yang ada hanyalah jangan sampai terulang ada Bintang yang lain menemani perjalananku.

Aku hanya ingin cepat pulang. Akan kujadikan ini pendakian pertama dan terakhirku. Tak lagi terpikirkan tentang Bintang. Tentang fajar yang katanya begitu cantik dinikmati di puncak gunung. Semua itu musnah. Yang tersisa hanyalah bayangan rumah yang nyaman.



Oleh : Yulian Anggita
Sahabat #bbb


ceuhetty
sebelahblog
nona212
nona212 dan 9 lainnya memberi reputasi
10
837
23
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan