Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

fuckinghandsomeAvatar border
TS
fuckinghandsome
Belajar dari keberanian SBY terbitkan Perppu Pilkada

Kegaduhan produk legislasi di akhir masa jabatan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang saat ini terjadi, sesungguhnya adalah adegan ulang kegaduhan politik DPR di masa sebelumnya.
Sekadar melawan lupa. Menjelang akhir masa kerja DPR periode 2009-2014, para wakil rakyat itu juga membuat kegaduhan. Mereka menginginkan dalam RUU Pilkada, yang tengah dibahas, pemilihan kepala daerah tidak lagi dilakukan secara langsung, tapi melalui DPRD.

Tentu saja hal tersebut mengundang reaksi dari para penggiat demokrasi. Demo massa pecah baik di DPR maupun di halaman Istana Presiden. Pilkada melalui DPRD dianggap kemunduran demokrasi.

Jumat (26/9/2014) dini hari pukul 01.40 WIB, melalui voting DPR mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pemilu Kepala Daerah (RUU Pilkada) dengan opsi pilkada dikembalikan pada DPRD.
Sebanyak 226 suara memilih pilkada melalui DPRD. Mereka adalah adalah Fraksi Golkar: 73 orang, Fraksi PKS: 55 orang, Fraksi PAN: 44 orang, Fraksi PPP: 32 orang, Fraksi Partai Gerindra: 22 orang.
Sedang yang memilih pilkada langsung hanya 135 anggota. Mereka adalah: Fraksi Golkar: 11 orang, Fraksi PDIP: 88 orang, Fraksi PKB: 20 orang, Fraksi Hanura: 10 orang, Fraksi Demokrat: 6 orang.
RUU Pilkada ini sesungguhnya adalah inisiatif pemerintah. Namun ketika dibahas di DPR menjadi liar. Demokrat sebagai partai berkuasa saat itu, tak berhasil menjadi play maker. Akhirnya dalam voting, sebagian besar anggota Fraksi Demokrat memilih walk out.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang saat itu sedang Amerika Serikat, dari The Willard Hotel di Washington DC, langsung memberikan respons. Ia mengadakan jumpa pers pada Kamis (25/9) pukul 21.00 waktu setempat atau Jumat (26/9) pagi waktu Indonesia.
Ketua Umum Partai Demokrat itu merasa berat untuk menandatangani UU Pilkada dengan opsi pilkada dilakukan oleh DPRD. Ada beberapa hal yang menjadi alasan. Antara lain, UU Pilkada itu bertentangan UU MD3 dan UU Pemerintah Daerah. Pada kedua UU tersebut terdapat pasal-pasal yang mengatur tentang tugas, fungsi, dan kewenangan DPRD yang berbeda dengan UU Pilkada.
Alasan yang lain, ia tidak ingin capaian demokrasi di Indonesia selama satu dekade dengan pilkada langsung mengalami kemunduran. Pemilihan kepala daerah secara tidak langsung atau melalui DPRD, akan mengembalikan Indonesia pada Orde Baru.

Respons berikutnya, SBY menerbitkan Peraturan Presiden Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Perppu ini mencabut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang mengatur bahwa kepala daerah dipilih oleh DPRD.
Di saat yang sama SBY juga menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2014. Isinya adalah Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang mengembalikan pilkada langsung.
SBY Presiden menyatakan, penerbitan kedua Perppu tersebut merupakan bentuk perjuangannya bersama rakyat Indonesia untuk tetap mempertahankan pemilihan kepala daerah secara langsung. Pemilu langsung adalah produk reformasi yang telah menjadikan SBY sebagai presiden selama dua periode.
Demokrasi itu memang dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Kedua Perppu tersebut selanjutnya disetujui DPR periode 2014-2019, menjadi UU.
Saat ini posisi Presiden Joko "Jokowi" Widodo, nyaris serupa dengan SBY di tahun 2014. Tekanan rakyat melalui demo juga sangat tinggi. Rakyat ingin mengawal produk reformasi agar tidak dikhianati.
Yang membedakan adalah respons. Dalam hal UU KPK yang sudah disetujui DPR secara aklamasi, presiden terkesan dalam keraguan. Kegamangan itu terjadi karena pemerintah memang sejak awal dalam posisi mendukung UU KPK hasil revisi.
Karenanya, semula Jokowi memastikan tidak akan membatalkan UU tersebut dengan Perppu.
Namun, ketika muncul tekanan dari masyarakat melalui demo, juga bertemu dengan sejumlah tokoh masyarakat, ia berubah. Jokowi mengatakan akan mempertimbangkan membuat Perppu.
Masalahnya, Jokowi seperti tidak mendapatkan dukungan dari dalam untuk menerbitkan Perppu. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), yang juga rumah politik Jokowi, malah menjadi pihak yang menentang.
Wakil Ketua DPP PDIP Bambang Wuryanto misalnya, mengatakan bila presiden menerbitkan Perppu, berarti presiden tidak menghargai DPR.
Sedang Sekjen PDIP Hasto Kritiyanto mencoba mengingatkan bahwa UU KPK adalah kesepakatan bersama. Pemerintah maupun DPR sudah bulat melakukan revisi. Sehingga, tak tepat jika belum dijalankan sudah dibatalkan dengan Perppu.
PDIP mendorong dilakukannya uji materi melalui Mahkamah Konstitusi untuk menyelesaikan kemarut UU KPK tersebut. Artinya, PDIP menginginkan UU KPK yang baru direvisi DPR dijalankan dulu, selanjutnya dievaluasi, bila tidak efektif.
Harto yakin Presiden Jokowi tidak akan mengeluarkan Perppu sebelum berbicara dengan parpol yang ada di parlemen.
Sikap elite PDIP ini mengisyaratkan bahwa Jokowi dalam posisi yang tidak mudah untuk bisa menerbitkan Perppu pembatalan UU KPK.
Sebagai presiden, Jokowi boleh saja merespons aspirasi rakyat dengan bahasa yang menenangkan: Akan mempertimbangkan menerbitkan Perppu. Namun sebagai kader PDIP--atau "petugas partai" dalam bahasa Ketua Umum PDIP Megawati--Jokowi tidak bisa begitu saja menolak kemauan partai.

https://beritagar.id/artikel/berita/...perppu-pilkada


meniru kok kebo autopilot yg gagal 10 tahun emoticon-DP
lihat dong keberhasilan pak jokowi emoticon-Marah
Polling
0 suara
Apakah Pak Jokowi akan terbitkan Perppu?
88venomwolf88
pemburu.kobokan
tien212700
tien212700 dan 2 lainnya memberi reputasi
3
1.3K
25
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan