lin.dwijaAvatar border
TS
lin.dwija
Keindahan Gunung dan Kisah Lain Dibaliknya





Mencapai puncak gunung, menjadi kepuasan sendiri untuk para pendaki. Kembali ke rumah dalam keadaan sehat dan selamat, itu tujuan mereka. Keindahan Tuhan menjadi obsesi mereka untuk melihatnya.

Seperti hari ini, setelah menunggu waktu yang telah ditentukan, kini dua orang pemuda tengah mempersiapkan perlengkapan pendakian. Keduanya akan mengalahkan puncak Gunung Lawu.

Gunung Lawu terletak di Pulau Jawa, Indonesia, tepatnya di perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Gunung Lawu terletak di antara tiga kabupaten yaitu Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, Kabupaten Ngawi, dan Kabupaten Magetan, Jawa Timur.

Gunung Lawu memiliki tiga puncak, Puncak Hargo Dalem, Hargo Dumiling dan Hargo Dumilah. Terakhir yang adalah puncak tertinggi.

Perjalanan dari Jakarta ke Jawa Timur, membutuhkan waktu yang lumayan lama. Setelah sampai di vila, tempat mereka menginap. kedua pemuda itu diminta beristirahat, karena pendakian yang dipilih adalah malam hari.

"Ki, jangan sampe ada yang ketinggalan. Siapin dari sekarang barang-barangnya," ucap Andri, si pemuda bertubuh kurus.

"Udah, tinggal jalan aja nanti malem. Gue mau tidur dulu," ucap Riski. Pemuda bertubuh subur, berkulit kecoklatan dan tinggi.

***
Tepat pukul delapan malam, Riski dan Andri bersiap mendaki. Setelah mendengarkan instruksi dari pemandu, keduanya pun akhirnya memulai pendakian. Jalan yang dilewati pun masih mudah. Beberapa menit berlalu, mereka pun sampai di pos 1.

Mereka memang mendaki hanya berdua. Kelompok lain menyusul di belakangnya. Keduanya mendengar mitos, jika ingin mendaki di Gunung Lawu, jangan pernah berkemah di pos 4. Riski dan Andri menyadarinya dan berusaha untuk tidak beristirahat di pos itu atau berkemah.

Beberapa menit kemudian, akhirnya keduanya sampai di pos 3. Mereka memutuskan untuk beristirahat seraya menunggu kelompok lain. Udara yang dingin, membuat Riski akhirnya menyeduh kopi dan susu.
Tiba-tiba, suasana terasa hening. Tak terdengar suara binatang malam satu pun.

"Ini, kok, nggak kaya biasanya, ya? Hening banget," tanya Andri. Pemuda itu perlahan menyeruput kopinya.

"Nggak tau, tumben banget, ya?" jawab Riski.

Demi mengurangi keheningan, akhirnya Riski mengeluarkan sebuah musik box dari dalam tasnya, lalu menyetel sebuah lagu. Udara yang semakin dingin itu, terasa agak hangat saat ada suara berisik dari lagu. Setelahnya, terdengar suara langkah kaki dan tak lama terlihat kelompok lain sampai. 

Keduanya melanjutkan pendakian dengan para kelompok lain yang berada di belakang. Tepat pukul sebelas malam, suasana terasa mengerikan. Dingin yang semakin menusuk dan suara angin yang menyebabkan daun dan pohon bergesekan, menimbulkan suara seperti orang membuka pintu. Keduanya sudah tidak heran dengan hal itu dan menganggapnya biasa saja.

"Ki, nanti kalo ada trek yang rata atau landai, kita camping di sana aja, ya?" ucap Andri. Malam memang semakin larut. Sudah waktunya beristirahat.

"Oke siap."

***
"Ki, kok pundak gue berat banget, ya?" tanya Andri seraya memijat bahunya.

"Itu tasnya kali, sini tukeran sama gue," jawab Riski. Ia pun melepaskan tasnya.

"Bukan! Ini bukan karena tas tapi emang berat banget ini pundak gue."

Perasaan tak keruan mulai merasuki pikiran kedua pemuda itu. Riski mencurigai ada hal yang tidak beres dengan Andri. Namun, ia berusaha untuk mengabaikannya agar hal yang sebenarnya tidak ada, menjadi ada.

Tubuh Andri perlahan melemas. Punggungnya semakin berat seperti ada sesuatu yang menimpanya. Tak ingin terjadi hal buruk, akhirnya Riski memutuskan untuk berkemah di pos 4 karena sudah tidak mungkin untuk turun dan naik masih sangat jauh.

Pikiran Riski teringat tentang larangan untuk berkemah di tempat itu.

"Mudah-mudahan nggak ada apa-apa, deh," batinnya.

Tepat pukul dua belas, tenda pun berdiri. Mengusir keheningan, Riski menyetel lagu dari musik box-nya. Ada hal yang aneh. Baik Riski maupun Andri menyadarinya. Udara yang biasa sangat dingin, berbeda dengan malam ini. Udara terasa hangat seperti tidak berada di sebuah gunung. Andri keluar dari tenda untuk mengecek suhu di luar. Ternyata minus enam derajat. Masuk lagi ke dalam, mengecek suhu, anehnya di dalam tenda adalah 15 derajat. Sungguh jauh perbandingannya.

Akhirnya keduanya memutuskan untuk tidur. Tak terlihat juga kelompok lain datang menyusul. Mungkin masih dalam pendakian.
Saat ingin memasuki alam bawah sadar, Riski melihat bayangan seperti seseorang tengah memutari tenda. Tidak hanya sekali, tapi berkali-kali. Semakin menakutkan karena memang mereka hanya berdua di pos itu.

Riski terbelalak saat merasakan gerakan dari patok tenda seperti tersenggol orang. Segera ia membangunkan Andri yang lebih dulu tertidur.

"Ndri, lo ngerasa ada orang nggak di luar?" tanya Riski.

"Iya, ngerasa," jawab Andri. Ternyata pemuda itu tak betul-betul tertidur.

Tak lama, terdengar suara geraman dari luar tenda dan seketika itu pula udara di dalam tenda berubah dingin. Persis dengan di luar. Riski dan Andri saling menatap. Keduanya ketakutan tetapi mencoba menahan dan mengalihkannya dengan tidur.

***
Pagi harinya, kelompok lain datang. Niat hati tak ingin melanjutkan ke puncak karena kejadian semalam tetapi saat melihat banyaknya kelompok lain, akhirnya Riski dan Andri memutuskan bergabung.

Naik dan turun nanti Riski dan Andri bersama dengan kelompok itu. Sesampainya di puncak, Riski dan Andri serta kelompok lain itu beristirahat. Mereka memang mengejar sunset dan otomatis turun sore.

Singkat cerita, mereka sudah menikmati sunset yang diinginkan. Kemudian bersama turun. Sampai di pos 3 terdengar suara panggilan yang membuat semua peserta pendakian terdiam lalu mencari asal suara itu.

"Woy!" Terdengar lagi suara itu yang entah datang dari mana. Bukan hanya Riski dan Andri tetapi semua orang.

"Woy, woy!" Salah satu anggota kelompok lain itu membalas. Khawatir jika ada pendaki yang juga akan turun. Namun, setelah lama menunggu, tak ada siapa pun muncul.

***
"Oh, itu emang begitu, Nak. Kebetulan tadi malam itu bulan purnama. Tidak ada pendaki lain yang naik selain kalian. Hanya ada orang sini, yang memang kesana untuk berdoa dan menaruh sesajen di gunung itu.

Mendengar penjelasan itu, Riski dan Andri serta beberapa orang dari kelompok lain itu saling berpandangan.

"Itu cara mereka berkenalan, Nak. Mereka menyambut kalian dengan baik. Nggak apa-apa, kok."

-Tamat-

idaalfaqieh
agungdar2494
anasabila
anasabila dan 2 lainnya memberi reputasi
3
2K
24
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan