17 Album yang Tidak Terlalu Intelek Kaya yang Lo Kira
TS
sapibelang3
17 Album yang Tidak Terlalu Intelek Kaya yang Lo Kira
Bego? Tidak ada yang senang jadi orang bego. Sepanjang hidup, kita selalu berusaha memajukan diri, menjadi pribadi yang lebih intelek dibanding kemampuan otak kita sesungguhnya.
Misalnya, pernah baca artikel-artikel Noisey? Gw disini selalu pamer selera adiluhung dalam film, seri TV, sastra dan musik. Tapi kadang ketika kita mundur selangkah dan melihat hal-hal yang kita anggap adiluhung, hal-hal yang melambangkan selera tinggi kita, terlihat jelas film macam Garden State dan buku macam Fight Club bukanlah pencapaian tertinggi dalam bidang hiburan umat manusia.
Berdasarkan argumen macam ini, berikut beberapa album yang gw lumayan suka dan kadang jadi lambang tingkat intelektualitas seseorang. Album-album ini tentu saja tidak jelek, tapi setelah diteliti lebih jauh, mungkin tidak se-intelek yang kita bayangkan semasa remaja dulu.
Berhubung semua album ini pernah gw puji, gw mengakui pernah terbawa suasana dalam pencarian diri menjadi individu-individu 'berbudaya'.
Jangan mengulangi kesalahan yang sama.
1. Metallica - Master of Puppets
Spoiler for Metallica - Master of Puppets:
Master of Puppets adalah album yang hampir sempurna, dan semua orang yang membantah ini sudah pasti salah.
Dalam strata metal, album ini tinggi di atas bersama Reign in Blood atau Number of the Beast, dan saya suka banget album ini.
Masalahnya, setengah resensi tentang album ini selalu membahas hal-hal yang sama: bagaimana album ini memiliki "komentar sosiopolitik" yang pedas dan berani membahas topik "tabu" macam perang dan penggunaan narkoba. Plis deh, stop.
Biarpun memang Metallica ingin menyampaikan pesan di album ini, semua "komentar" tersebut tidak lebih dari sekedar kemarahan remaja di era pemerintahan Reagan di AS.
Lha coba kita teliti isi albumnya.
Satu lagu tentang kemarahan dan memukul-mukul barang.
Satu lagu tentang menyedot terlalu banyak kokain.
Satu lagu tentang buruknya institusi mental.
Satu lagu tentang buruknya perang.
Satu lagu tentang bagaimana agama dan televangelis itu buruk.
Satu lagu gak ada liriknya.
Satu lagu lagi tentang kemarahan dan kekerasan.
Satu lagi lagu yang terinspirasi penulis Lovecraft.
Udah, gitu doang.
Isinya Master of Puppets itu gitu doang—marah, pake narkoba, dan menganggap monster itu keren.
Musiknya sendiri emang keren, solo bass Cliff Burton itu legendaris, dan suara James Hetfield masih bagus di sini.
Tapi sama seperti band metal "intelek" lainnya, album ini gak segitu dalam liriknya kok.
2. The Who – Tommy
Spoiler for The Who – Tommy:
Ingat adegan film Almost Famous ketika Zooey Deschanel meninggalkan Patrick Fugit secarik pesan bertuliskan "Dengarkan Tommy ditemani lilin menyala dan kamu akan menyaksikan seluruh masa depanmu?" Jujur, ini nasihat yang keren buat seorang remaja rebellious 18 tahun ke adiknya yang nerdy di awal 70an.
Terutama kalau "lilin" itu maksudnya "ngebaks". Ya namanya juga era 70'an.
Ok, jujur, Tommy—filmnya—itu seru banget, terutama kalau lo sambil menyalakan beberapa "lilin". Tommy adalah koleksi dari rock klasik mendalam. Yang lebih penting lagi, Tommy adalah foto dari periode ketika kultur pop dan rock sedang kreatif-kreatifnya, ketika seniman tidak takut berlaku dan terlihat aneh, terutama di saat ketika menjadi aneh dianggap revolusioner. Bahkan hingga hari ini, film Tommy masih terus menjadi film aneh pertama bagi banyak anak kampus generasi baru.
Tapi tetap saja ini tidak mengubah fakta bahwa Tommy adalah album konsep yang berantakan dan tidak memiliki plot jelas. Menjadi ambigu tidak membuat sesuatu menjadi "intelek". Jadi, silakan tutup pintu kamar, kencangkan volume Tommy, dan nyalakan lilin atau apapun yang lo mau, tapi sama seperti banyak hal yang kamu sukai ketika berumur 16 tahun, album ini gak segitu inteleknya kok.
3. The Mars Volta – De-loused in the Comatorium
Spoiler for The Mars Volta – De-loused in the Comatorium:
The Mars Volta adalah tikungan paling curam yang ditempuh dua orang mantan anggota band post hardcore super keren, At The Drive-in.
Yang bikin keren, mereka mengeksekusi album ini dengan spektakuler.
Album panjang pertama The Mars Volta, De-loused in the Comatorium, adalah album trippy namun lebih tegas dan lebih aneh dari segala yang pernah digubah At The Drive-in.
Masalahnya, lirik yang ditulis Cedric Bixler-Zavala—konon isinya ode panjang untuk Jeremy Michael Ward, salah satu pendiri The Mars Volta yang tewas karena overdosis heroin—hampir enggak masuk akal.
Ini adalah jenis lirik yang lahir dari pemikiran "pokoknya masukan semua kata-kata aneh kamu pasti kedengeran intelek." mau contoh? Coba yang ini "Transient jet lag ecto mimed bison / This is the haunt of roulette dares / Ruse of metacarpi," kayak orang ngelantur kan? Seperti lirik-lirik album ini sepertinya ditulis Cedric yang baru bangun terus langsung ngulik kamus, nyari istilah yang aneh dan jadilah lirik The Mars Volta (cara yang sama sepertinya digunakan band indie Indonesia yang ngerasa paduan kata-kata aneh sebagai sebuah lirik).
Asal kamu tahu, bikin lirik dengan kata-kata njilemet enggak ada salahnya, setidaknya kata-kata itu bisa digunakan elemen sonik murni.
Yang salah adalah berpura-pura menganggap lirik dalam album ini sebagai karya jenius, padahal cuma racauan ngelantur orang kobam opium.
4. The Beatles - Sgt. Pepper's Lonely Hearts Club Band
Spoiler for The Beatles - Sgt. Pepper's Lonely Hearts Club Band:
Ada dua jenis orang yang doyan make: Mereka yang make, dan yang hobi nyeritain gimana mereka make.
Nah Sgt. Pepper's Lonely Hearts Club karya The Beatles itu yang kedua dalam bentuk musik.
Jangan salah: empat orang berambut mop ini menciptakan salah satu album paling menawan dan progresif di era musik modern dan kalau gue ketauan ngomong jelek soal album ini, bokap dan temen-temen gue yang fans garis keras pasti sewot.
Masalahnya, konten lirik album ini tingkat intelektualitasnya sepadan dengan percakapan mabok gue dengan teman pas jam tiga pagi.
Misalnya, di album ini ada lagu berjudul "Fixing a Hole" yang menampilkan Paul McCartney ngeriff selama dua setengah menit bernyanyi tentang kepuasan mental akibat perbaikan rumah.
Terus ada satu lagu tentang pria bernama Mr.Kite dan trampolin.
Terus ada lagu yang dalemmmm banget berjudul "Lucy in the Sky with Diamonds" yang sesungguhnya tentang LSD.
Album ini emang menawan dan "When I'm Sixty-Four" adalah lagu cantik yang diputar Ayah gw untuk Ibu di pernikahan mereka, tapi astaga lirik album ini sama dalemnya dengan kolam renang anak-anak.
Coba jujur deh, album ini sebetulnya cuma 13 lagu berbeda dengan pesan yang sama: "'make' tuh keren lho."
5. The Smashing Pumpkins - Mellon Collie and the Infinite Sadness
Spoiler for The Smashing Pumpkins - Mellon Collie and the Infinite Sadness:
Saat album ini rilis, Smashing Pumpkins sedang menjulang tinggi berkat sukses dari album Siamese Dream, dan lewat album-dobel ini, sang kuartet langsung menduduki puncak gunung Rock Alternatif.
Buktinya? Album mereka bertengger di puncak chart musik, menjadi nominasi tujuh penghargaan Grammy, dan tentunya jutaan kaos "Zero" yang memenuhi kloset anak-anak indie di era tersebut.
Jangan lupa juga sosok frontman Billy si botak, yang entah bagaimana bisa mengeluarkan aura braggadocio pemenang platinum dan tetap terlihat seperti anak indie outsider. "I fear that I am ordinary / Just like everyone," nyanyi Billy dengan suara cemprengnya yang khas.
Dalam banyak hal, album ini—berisikan 28 lagu—merupakan bukti dia bukan orang biasa (ordinary).
Bahkan judul lagu-lagunya aja udah kelewat ambisius: "Porcelina of the Vast Oceans," "Where Boys Fear to Tread," "Tales of the Scorched Earth." "I sensed my loss before I even learned to talk," dia menangis di "To Forgive," dan di lagu lain justru berteriak: "GOD IS EMPTY / JUST LIKE ME!" Wah Billy ngertiin kita banget.
Dia virtuoso! Seniman sejati! Tapi plis deh, santai dikit ngapa.
Album ini tidak sebesar ego artistiknya Billy kok.
Mellon Collie adalah album yang lancang dan berani, kadang lebay dan justru nge-twee ("Only Come Out at Night"), dan juga soundtrack yang sempurna untuk melempar barang-barang ("X.Y.U.").
Ketika dia tidak sedang memaksakan diri, Corgan menyampaikan kelembutan, lagu-lagu yang dimaksudkan untuk membawa kenyamanan lebih besar daripada guling yang sedang kamu peluk.
Dan tentunya album ketiga mereka ini melahirkan salah satu single indie rock terbaik sepanjang masa: "1979."
Tidak banyak lagu yang bisa dengan sempurna menangkap kebingungan dan kebebasan masa muda. Intelek sih enggak, tapi bukan berarti gak boleh baper lho.
6. Green Day – American Idiot
Spoiler for Green Day – American Idiot:
Gue inget era dimana ngeliat gambar ini pernah jadi keren, jadi ALAY banget.
American Idiot itu adalah album konsep opera punk rock.
Dan seluruh konsep ini bisa diutarakan hanya dengan dua kata: "pemerintah jahat." Dan ini bukan lantas sebuah kritik terhadap album.
Lha emang pemerintah itu jahat kok, dan mestinya setiap generasi muda paham dengan konsep ini.
Tapi sebagai pendengar dewasa, kita bisa melihat American Idiot dan menyadari Green Day sama sekali tidak melahirkan ide yang baru dan meneriakkan pesan politik yang umum. Lagian apa iya kita butuh musikal Broadway tentang kesadaran bahwa semua media punya agenda dan George Bush itu presiden yang buruk?
7. Neutral Milk Hotel - In the Aeroplane Over the Sea
Spoiler for Neutral Milk Hotel - In the Aeroplane Over the Sea:
Kisah tentang konsep album In the Aeroplane Over the Sea sudah menjadi rahasia umum: Jeff Mangum membaca buku jurnal Anne Frank, sedih, dan mengatakan ke majalah Puncture (wawancara ini diunggah situs Pitchfork), "Saya setiap malam bermimpi memiliki mesin waktu dan kembali ke masa lalu dan menyelamatkan Anne Frank." Narasi ini saja telah menghasilkan banyak analisa lebay—sampai ada thread 4chan gak serius yang menuliskan teori konspirasi seandainya Mangum benar-benar bisa kembali ke masa lalu—tapi sesungguhnya menjelaskan banyak aspek album ini (gak susah kok mengartikan lirik macam "then they buried her alive / One evening 1945" dari lagu "Holland, 1945"). Biarpun banyak lirik NMH muter-muter dan sulit dipahami—karena banyak perumpamaan seksual dan agama—dan kesannya mesti dibedah habis-habisan, sebetulnya pesannya lumayan sederhana: mereka semua hanyalah gambar mimpi yang cocok dijadikan frasa lirik. Seks dan agama itu seperti pelajaran dasar surrealisme. Coba lihat lukisan Salvador Dali dan lirik Jeff Mangum, liriknya Jeff bakal bikin kamu mengerutkan dahi. Di wawancara yang sama, Mangum mengatakan bahwa proses penulisan liriknya tidak bersifat serebral, dan pikirannya cenderung mengikuti kemauan mimpi-mimpi, dan secara alami banyak membahas agama dan seks. Mencoba mencari tahu tema besar lirik In the Aeroplane Over the Sea, menanyakan Mangum pesan album tersebut itu sama saja dengan melewatkan inti dari pesan yang coba disampaikan.
Intinya: album ini gak ada makna mendalamnya. Aeroplane memang album konsep, tapi konsepnya hanya berkisar tentang empati radikal, ide bahwa sejarah dan kemanusiaan paling baik dimengerti dengan cara terjun ke dalam psikologi seseorang. Apanya yang intelek soal menulis lirik tentang Perang Dunia II? Apa juga inteleknya menulis lirik tentang bagaimana realita hanyalah mimpi panjang?—ada alasan profesor filosofi melarang muridnya membahas The Matrix di kelas—tapi bukan berarti kamu tidak bisa menemukan kedalaman emosional dari lirik tentang mimpi seseorang yang diungkapkan dengan sangat mendetil. Cuman jangan salah ya, koneksi perasaan dan intelektualisme tidak ada hubungannya.
8. The War On Drugs – Lost in the Dream
Spoiler for The War On Drugs – Lost in the Dream:
Gara-gara album ini sangat dicintai kritikus musik, Adam Granduciel dari band The War on Drugs menato dirinya sendiri pakai tulisan "Five stars. Magnificent." Para kritikus menyebut Lost in the Dream sebagai album patah hati yang maknanya dalam banget dan berlapis-lapis—"menakjubkan dan dalem" kalau kata Pitchfork—karena ditulis, sesudah kandasnya hubungan asmara Granduciel, dan mengandung banyak referensi tentang hidup penuh kehampaan dalam liriknya.
Tentu saja ini semua bohong. Kenyataannya semua kritikus rock yang tumbuh mendengarkan Bruce Springsteen, harus menghabiskan satu dekade terakhir berpura-pura mengakui kejeniusan Beyonce dan Lil Wayne, sambil menyangkap panggilan mereka: mengenakan rompi denim sambil menyanyikan lagu-lagu anthem rock Amerikana.
Inilah alasan sesungguhnya para kritikus menyukai album ini, bukan karena album ini membuat mereka merasa kesepian, tapi justru membuat mereka merasa aman. Album ini terkesan sangat bangga dengan introspeksinya sendiri hingga kadang lagu-lagunya terdengar tidak lengkap, dan berakhir dalam sesi jamming tanpa makna. Bahkan lagu-lagu yang upbeat terdengar seperti musik tunggu ponsel 80an. Banyak asumsi bahwa ada semacam pesan tersembunyi di bawah album ini, biarpun sebetulnya kamu gak bisa mendengar apa-apa. Para kritikus mengatakan ada sesuatu yang intelek tentang album ini, biarpun sebetulnya mereka cuman suka karena musiknya terdengarnya seperti musik yang mereka dengarkan di masa kecil. Intinya album ini seperti Dire Straits yang sedang memakai obat Ambien. Gak usah sok-sokan deh.
9. Muse – Black Holes and Revelations
Spoiler for Muse – Black Holes and Revelations:
Kalau kamu lagi mencari bukti Muse adalah soundtrack bagi kaum sok radikal-intelektual, silakan simak tulisan ini: Muse adalah band favorit Glenn Beck
10. Joey Bada$$ - B4da$$
Spoiler for Joey Bada$ - B4da$:
Gak ada yang bilang Joey Bada$$ itu rapper yang jelek loh ya.
Memang dia tangkas menggunakan kata-kata, terutama dalam beberapa bait ketika dia menjadi bintang tamu. Dia menunjukkan bahwa dia bisa fleksibel dan dapat merubah delivery style rapnya. Tapi ide naif bahwa satu-satunya rapper yang 'keeping it real' itu hanya Joey Bada$$ layak ditertawakan mengingat beberapa rapper paling besar di dunia saat ini—Kendrick Lamar dan Kanye West misalnya—juga banyak membahas diskusi seputar ras, identitas dan politik korporasi AS. Banyak lirik Joey Bada$$ yang terlihat pintar sebetulnya hanyalah asosiasi kata yang sederhana: Kok dia bisa kepikiran pake kata cattle pas ngomongin beef?! Ya karena dua-duanya berhubungan, dongo. Young Thug itu gak ngerusak musik rap karena dia ngerap soal metafora sayuran yang terlihat seperti kantong bajunya, sama perihal bahwa Joey Bada$$ bukan penyelamat rap hanya karena dia berhasil mempadukan rima "lyrical fajitas" dengan "vegeta." Tidak realitis untuk berusaha mencari makna intelek di dalam musiknya.
Permainan kata Joey memang menyenangkan, tapi kerap subyek dari musik rapnya hanyalah rap itu sendiri. Gak usah terlalu ribet mikir deh.
Bersambung..
kadoet2k9 dan 14 lainnya memberi reputasi
15
9.3K
Kutip
96
Balasan
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru