- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Tengku Zulkarnain (Taliban) di KPK?


TS
User telah dihapus
Tengku Zulkarnain (Taliban) di KPK?
KPK diceramahi Tengku Zulkarnain. Sebuah foto beredar di media sosial menunjukkan gambar Ustad Tengku terlihat sedang memberi tausiah kepada hadirin di sebuah ruangan, yang diduga kuat ada di gedung KPK.
Kontan, netizen menghubungkan kehadiran Ustad Tengku dengan desas-desus adanya kelompok ‘Taliban KPK’. Sebuah kelompok islamis fundamental, yang sedang membangun kekuatan untuk memperjuangkan penegakan syariah, salah satu langkahnya adalah menguasai lembaga yang kian superbody ini.
Kehadiran Ustad Tengku di KPK tentu menimbulkan spekulasi, jika ingin tausiah atau dengar ceramah agama, bukankah penceramah ada banyak alternatif? Mengapa KPK memilih tokoh yang justru selama ini tercitra sebagai kelompok nyinyirman, yang selalu membuat status miring terkait kinerja pemerintahan.

Tausiah Tengku Zulkarnain
Foto Ustad Tengku melengkapi polemik yang mendera KPK.
Wadah pegawai: maneuver politik KPK
Di dalam tubuh KPK mencuat faksi yang berfungsi jadi alat untuk melakukan maneuver. KPK menggeliat, melalui wadah pegawai mereka perlawanan. Mereka mengancam akan mengundurkan tinggi. Maneuver yang ditunjukkan sama sekali tak mencitrakan sebagai lembaga ad hoc. Wadah pegawai adalah lembaga di dalam lembaga, sebuah aksi politik.
Saut, salah seorang pimpinan KPK bahkan menggelar konferensi pers, dan menyatakan mundur sebelum penetapan Firli Bahuri sebagai ketua KPK baru. Memang sejak awal, internal KPK sudah bereaksi termasuk pegawai, menentang Capim yang menurut mereka memiliki jejak rekam yang buruk.
Tapi, pada kesempatan lain Saut Situmorang, berharap dialog dengan predisen. Sebelumnya sudah menyatakan pengunduran dirinya.
“Tentunya kita punya perhitungan-perhitungan”
kata Saut
Entah perhitungan apa yang dimaksudnya. Padahal, ia sudah menyatakan undur diri. Lalu, untuk apa ia masih berharap ada pertemuan dengan presiden. Saut tampaknya lagi galau.
Padahal, mekanisme mengundurkan diri, hanya jika ia pensiun, meninggal dunia, atau menyatakan mengundurkan diri.
Mahfud MD mengusulkan digelar dialog antara presiden dengan KPK. Demi meredakan suasana, sambil menemukan konklusi untuk perbaikan kelembagaan. Semua pihak ingin KPK lebih kuat, termasuk presiden, juga pihak legislatif.
Lalu, apa masalah yang terjadi sebenarnya? Dan apa urgensi dialog antara presiden dengan pihak KPK? Bukankah jika mekanisme revisi berjalan, akan ada tahapan uji publik.
Pembelaan Jokowi
Saut yang menyatakan mundur, diikuti oleh pimpinan lain: menyerahkan mandat. Tapi, soal mandate dalam kapasitas apa? Bukankah KPK adalah lembaga ad hoc, dan mereka bukan bawahan presiden.
Di luar gedung KPK, suara-suara skeptic makin keras. Kekuatiran terjadinya pelemahan terhadap lembaga yang menyandang predikat benteng terakhir pemberantasan korupsi ini makin meluas. Aksi di depan gedung KPK berakhir ricuh.
Semua karena rencana revisi. Sebatas rencana, meski skemanya sudah berjalan. Secara tak terduga, DPR mulus menyepakati revisi. Presiden pun sudah melayangkan suratnya. Kekuatiran pihak ‘penyelamat KPK’ adalah revisi itu akan mengebiri fungsi dan melemahkan kekuatan KPK. Selama berdiri tahun 2004, KPK sudah menetapkan sebanyak 1.064 kasus.
Meski demikian, KPK seringkali dituding terlalu lemah, karena hanya sibuk mengurus uang receh, lewat OTT 100 hingga 200 juta. Soal revisi, presiden memberikan argumen:
Pertama, presiden tidak setuju jika KPK harus memperoleh izin dari pihak eksternal untuk melakukan penyadapan. Kedua, Jokowi juga tidak setuju penyelidik dan penyidik KPK hanya berasal dari kepolisian dan kejaksaan saja. Bisa juga berasal dari unsur ASN. Ketiga, Presiden juga tidak setuju bahwa KPK wajib berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dalam penuntutan. Tidak perlu diubah lagi. Keempat, perihal pengelolaan LHKPN yang dikeluarkan dari KPKdiberikan kepada kementerian atau lembaga lain, juga tidak disetujuinya.
instanapresiden.go.id
Tapi, kesalahan sepertinya tetap diarahkan ke Jokowi. Bahkan dalam edisi terbarunya, koran Tempo memuat gambar Jokowi dengan bayangan yang berhidung panjang. Gambar sampul itu bisa dibaca: “Jokowi berbohong ingin menjaga KPK”.
Tapi, sejatinya, jika merujuk ke alur pemilihan KPK, yang memilih ketua KPK adalah pihak DPR.
Keganjalan-keganjalan
Kejanggalan yang masih belum terpecahkan sampai sekarang adalah, terdapat sejumlah kasus yang ditangani KPK, namun terhenti begitu saja. Sebut saja, kasus dugaan korupsi Pameran Buku Frankfurt yang melibatkan Anies Baswedan. Yang terjadi, di akhir 2018 lalu, Anies malah mendapat tiga penghargaan dari KPK.
Kejanggala lain yang kian hari makin kabur adalah kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan. Kasus tersebut, mendapat perhatian khusus dari Presiden, dengan memerintahkan langsung kepada pihak kepolisian untuk menangkap pelaku. Tak hanya sampai di situ, presiden menalangi semua biaya pengobatan Novel selama pengobatannya di Singapura.
Tapi, karena soal RUU KPK, Novel Baswedan bahkan menembak Jokowi dengan pernyataan: “Koruptor berutang budi ke Jokowi”.
Kejanggalan mutakhir yang menyita perhatian public adalah penolakan revisi Undang-Undang KPK. Apa yang urgen dari revisi adalah tentu saja perbaikan dan penyempurnaan aspek legalitas demi mendukung kinerja KPK dalam tugas pemberantasan korupsi. Tapi kok, revisi justru dianggap akan mematikan KPK.
Tapi, revisi belum selesai, aksi demonstrasi menambah peliknya persoalan. Tak bisa dipungkiri, aksi demonstrasi yang bertajuk selamatkan KPK ini justru terlihat mengintimidasi. Jika memang KPK perlu diselamatkan, bukankah jalan terbaik adalah menyempurkana perangkat hukumnya. Sebab, bagaimanapun KPK tetap berposisi sebagai lembaga ad hoc, yang karena sifatnya yang sementara, ia tentu saja punya masa kadaluarsa, kelak jika kasus korupsi di negeri ini benar-benar terberantas.
Sejumlah kejanggalan itu, lalu menimbulkan pertanyaan, jika memang KPK ingin berbenah, tidak hanya puas dengan citra yang terbangun, bukankah sebaiknya mereka membuka diri untuk menerima perubahan itu. Ataukah, benar sindiran komikkita, ‘kalau gak selingkuh, ngapain takut diawasi’, kalau KPK memang selama ini bersih (termasuk dari kelompok ‘Taliban’), ngapain takut diawasi?
https://gema.id/taliban-di-kkpk
Hajar pakde bikin kampret nguik2, 5 tahun kedepan autopilot kek sby juga gpp.

Kontan, netizen menghubungkan kehadiran Ustad Tengku dengan desas-desus adanya kelompok ‘Taliban KPK’. Sebuah kelompok islamis fundamental, yang sedang membangun kekuatan untuk memperjuangkan penegakan syariah, salah satu langkahnya adalah menguasai lembaga yang kian superbody ini.
Kehadiran Ustad Tengku di KPK tentu menimbulkan spekulasi, jika ingin tausiah atau dengar ceramah agama, bukankah penceramah ada banyak alternatif? Mengapa KPK memilih tokoh yang justru selama ini tercitra sebagai kelompok nyinyirman, yang selalu membuat status miring terkait kinerja pemerintahan.

Tausiah Tengku Zulkarnain
Foto Ustad Tengku melengkapi polemik yang mendera KPK.
Wadah pegawai: maneuver politik KPK
Di dalam tubuh KPK mencuat faksi yang berfungsi jadi alat untuk melakukan maneuver. KPK menggeliat, melalui wadah pegawai mereka perlawanan. Mereka mengancam akan mengundurkan tinggi. Maneuver yang ditunjukkan sama sekali tak mencitrakan sebagai lembaga ad hoc. Wadah pegawai adalah lembaga di dalam lembaga, sebuah aksi politik.
Saut, salah seorang pimpinan KPK bahkan menggelar konferensi pers, dan menyatakan mundur sebelum penetapan Firli Bahuri sebagai ketua KPK baru. Memang sejak awal, internal KPK sudah bereaksi termasuk pegawai, menentang Capim yang menurut mereka memiliki jejak rekam yang buruk.
Tapi, pada kesempatan lain Saut Situmorang, berharap dialog dengan predisen. Sebelumnya sudah menyatakan pengunduran dirinya.
“Tentunya kita punya perhitungan-perhitungan”
kata Saut
Entah perhitungan apa yang dimaksudnya. Padahal, ia sudah menyatakan undur diri. Lalu, untuk apa ia masih berharap ada pertemuan dengan presiden. Saut tampaknya lagi galau.
Padahal, mekanisme mengundurkan diri, hanya jika ia pensiun, meninggal dunia, atau menyatakan mengundurkan diri.
Mahfud MD mengusulkan digelar dialog antara presiden dengan KPK. Demi meredakan suasana, sambil menemukan konklusi untuk perbaikan kelembagaan. Semua pihak ingin KPK lebih kuat, termasuk presiden, juga pihak legislatif.
Lalu, apa masalah yang terjadi sebenarnya? Dan apa urgensi dialog antara presiden dengan pihak KPK? Bukankah jika mekanisme revisi berjalan, akan ada tahapan uji publik.
Pembelaan Jokowi
Saut yang menyatakan mundur, diikuti oleh pimpinan lain: menyerahkan mandat. Tapi, soal mandate dalam kapasitas apa? Bukankah KPK adalah lembaga ad hoc, dan mereka bukan bawahan presiden.
Di luar gedung KPK, suara-suara skeptic makin keras. Kekuatiran terjadinya pelemahan terhadap lembaga yang menyandang predikat benteng terakhir pemberantasan korupsi ini makin meluas. Aksi di depan gedung KPK berakhir ricuh.
Semua karena rencana revisi. Sebatas rencana, meski skemanya sudah berjalan. Secara tak terduga, DPR mulus menyepakati revisi. Presiden pun sudah melayangkan suratnya. Kekuatiran pihak ‘penyelamat KPK’ adalah revisi itu akan mengebiri fungsi dan melemahkan kekuatan KPK. Selama berdiri tahun 2004, KPK sudah menetapkan sebanyak 1.064 kasus.
Meski demikian, KPK seringkali dituding terlalu lemah, karena hanya sibuk mengurus uang receh, lewat OTT 100 hingga 200 juta. Soal revisi, presiden memberikan argumen:
Pertama, presiden tidak setuju jika KPK harus memperoleh izin dari pihak eksternal untuk melakukan penyadapan. Kedua, Jokowi juga tidak setuju penyelidik dan penyidik KPK hanya berasal dari kepolisian dan kejaksaan saja. Bisa juga berasal dari unsur ASN. Ketiga, Presiden juga tidak setuju bahwa KPK wajib berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dalam penuntutan. Tidak perlu diubah lagi. Keempat, perihal pengelolaan LHKPN yang dikeluarkan dari KPKdiberikan kepada kementerian atau lembaga lain, juga tidak disetujuinya.
instanapresiden.go.id
Tapi, kesalahan sepertinya tetap diarahkan ke Jokowi. Bahkan dalam edisi terbarunya, koran Tempo memuat gambar Jokowi dengan bayangan yang berhidung panjang. Gambar sampul itu bisa dibaca: “Jokowi berbohong ingin menjaga KPK”.
Tapi, sejatinya, jika merujuk ke alur pemilihan KPK, yang memilih ketua KPK adalah pihak DPR.
Keganjalan-keganjalan
Kejanggalan yang masih belum terpecahkan sampai sekarang adalah, terdapat sejumlah kasus yang ditangani KPK, namun terhenti begitu saja. Sebut saja, kasus dugaan korupsi Pameran Buku Frankfurt yang melibatkan Anies Baswedan. Yang terjadi, di akhir 2018 lalu, Anies malah mendapat tiga penghargaan dari KPK.
Kejanggala lain yang kian hari makin kabur adalah kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan. Kasus tersebut, mendapat perhatian khusus dari Presiden, dengan memerintahkan langsung kepada pihak kepolisian untuk menangkap pelaku. Tak hanya sampai di situ, presiden menalangi semua biaya pengobatan Novel selama pengobatannya di Singapura.
Tapi, karena soal RUU KPK, Novel Baswedan bahkan menembak Jokowi dengan pernyataan: “Koruptor berutang budi ke Jokowi”.
Kejanggalan mutakhir yang menyita perhatian public adalah penolakan revisi Undang-Undang KPK. Apa yang urgen dari revisi adalah tentu saja perbaikan dan penyempurnaan aspek legalitas demi mendukung kinerja KPK dalam tugas pemberantasan korupsi. Tapi kok, revisi justru dianggap akan mematikan KPK.
Tapi, revisi belum selesai, aksi demonstrasi menambah peliknya persoalan. Tak bisa dipungkiri, aksi demonstrasi yang bertajuk selamatkan KPK ini justru terlihat mengintimidasi. Jika memang KPK perlu diselamatkan, bukankah jalan terbaik adalah menyempurkana perangkat hukumnya. Sebab, bagaimanapun KPK tetap berposisi sebagai lembaga ad hoc, yang karena sifatnya yang sementara, ia tentu saja punya masa kadaluarsa, kelak jika kasus korupsi di negeri ini benar-benar terberantas.
Sejumlah kejanggalan itu, lalu menimbulkan pertanyaan, jika memang KPK ingin berbenah, tidak hanya puas dengan citra yang terbangun, bukankah sebaiknya mereka membuka diri untuk menerima perubahan itu. Ataukah, benar sindiran komikkita, ‘kalau gak selingkuh, ngapain takut diawasi’, kalau KPK memang selama ini bersih (termasuk dari kelompok ‘Taliban’), ngapain takut diawasi?
https://gema.id/taliban-di-kkpk
Hajar pakde bikin kampret nguik2, 5 tahun kedepan autopilot kek sby juga gpp.







cantona78 dan 5 lainnya memberi reputasi
6
4.9K
49


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan