- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Ekspor RI Turun 10 Bulan Beruntun, Apa yang Salah?


TS
anarchy0001
Ekspor RI Turun 10 Bulan Beruntun, Apa yang Salah?
Quote:
Ekspor RI Turun 10 Bulan Beruntun, Apa yang Salah?
MARKET - Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
16 September 2019 12:21

MARKET - Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
16 September 2019 12:21

Jakarta, CNBC Indonesia - Ekspor Indonesia kembali terkontraksi alias turun pada Agustus. Dengan begitu ekspor sudah turun selama 10 bulan beruntun.
Pada Agustus, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor Indonesia pada Agustus adalah US$ 14,28 miliar. Turun 9,99% secara year-on-year (YoY).
Catatan ini memperpanjang rekor koreksi ekspor menjadi 10 bulan berturut-turut. Rantai terpanjang sejak Oktober 2014-Juli 2016.

Suharyanto, Kepala BPS, menyebutkan bahwa penurunan ekspor Indonesia disebabkan koreksi harga sejumlah komoditas andalan. Dia mencontohkan harga batu bara anjlok 44% YoY, minyak sawit mentah (CPO) amblas 19,42% YoY, dan karet ambrol 6,25% YoY.
Ketiga komoditas itu adalah memang andalan ekspor Indonesia. Sepanjang Januari-Agustus, ekspor bahan bakar mineral (yang sebagian besar adalah batu bara) menyumbang 14,84% dari total ekspor non-migas.
Sementara kelompok lemak dan minyak hewan/nabati (yang didominasi CPO) menyumbang 10,69%. Kemudian karet dan barang dari karet berkontribusi 4,07%. Tiga kelompok itu saja sudah mencakup hampir sepertiga ekspor non-migas Tanah Air.
Kinerja ekspor Indonesia belum berubah, masih sangat bergantung kepada komoditas. Ini yang membuat ekspor begitu tertekan saat terjadi penurunan harga di tingkat dunia. Andai Indonesia bisa mengubah haluan ekspor dari berbasis komoditas menjadi produk manufaktur, mungkin ceritanya berbeda.

Thailand dan Malaysia Kedepankan Manufaktur
Ambil contoh Thailand. Pada 2018, ekspor non-migas Negeri Gajah Putih didominasi oleh produk industri manufaktur seperti mesin (17,2%), peralatan elektronik (14%), dan kendaraan bermotor serta suku cadangnya (12,2%).
Ini membuat ekspor Thailand punya keunggulan kompetitif, bukan sekadar komparatif. Dengan menjual produk manufaktur, pendapatan ekspor Thailand bisa berlipat-lipat dibandingkan jika hanya menjual barang mentah.
Akibatnya, Thailand bisa menjaga kinerja ekspor mereka. Memang ada kontraksi karena penurunan permintaan global akibat perang dagang Amerika Serikat (AS) vs China, tetapi tidak sedalam di Indonesia.

Contoh lain adalah Malaysia. Pada Januari-Juli, 38,3% ekspor Negeri Jiran adalah alat listrik dan produk elektronik. Disusul oleh hasil minyak (7,3%) serta kimia dan produk kimia (5,8%).

Seperti halnya Thailand, kinerja ekspor Malaysia juga lebih baik ketimbang Indonesia karena tidak mengandalkan komoditas. Padahal Malaysia adalah salah satu produsen CPO terbesar di dunia, tetapi tidak terlena dengan menjual begitu saja.

Pelajaran yang bisa dipetik adalah, lagi-lagi, Indonesia harus berubah. Jangan menggantungkan diri kepada komoditas, yang membuat kinerja ekspor menjadi tidak jelas. Dampaknya adalah ekspor bisa membebani pertumbuhan ekonomi, bukan berkontribusi.
Indonesia harus berupaya membangun industri pengolahan. Ubah deindustrialisasi menjadi reindustrialisasi. Dengan begitu, ekspor Indonesia bisa lebih berkualitas seperti di Thailand atau Malaysia.
Quote:
Tahun 2019, tahun yang berat buat ekonomi Indonesia khususnya. 
Data memang tidak bisa berbohong.
Semoga bisa keluar dari zona hitam sektor ekspor kita di 2020, 3 bulan lagi

Data memang tidak bisa berbohong.

Semoga bisa keluar dari zona hitam sektor ekspor kita di 2020, 3 bulan lagi

Diubah oleh anarchy0001 17-09-2019 06:59






izzy713 dan 4 lainnya memberi reputasi
5
7.9K
Kutip
95
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan