Kaskus

News

unicorn.phenexAvatar border
TS
unicorn.phenex
Rancangan qanun Aceh 'buka ruang pernikahan anak' DPR Aceh: 'Jangan anti syariah lah'
Rancangan qanun Aceh 'buka ruang pernikahan anak' DPR Aceh: 'Jangan anti syariah lah'

Pengesahan rancangan Qanun Hukum Keluarga di Provinsi Aceh yang dijadwalkan berlangsung pada pekan ketiga bulan September 2019, dikhawatirkan bakal memberi ruang untuk praktik pernikahan anak.

Kerisauan itu dikemukakan sejumlah pegiat perlindungan perempuan dan anak saat membahas sejumlah pasal yang tertera pada rancangan qanun atau peraturan daerah bertajuk Hukum Keluarga.

"Kalau dikatakan untuk memberikan perlindungan, maka qanun ini tidak memberikan jawaban apapun."

"Selain itu qanun ini sangat tidak konsisten dalam pembahasan. Ini adalah qanun yang sangat kacau cara berpikirnya," kata Khairani Arifin, Ketua Presidium Balai Syura Ureng Inong Aceh, kepada Hidayatullah, wartawan di Aceh yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Rabu (04/09).

Akan tetapi, Wakil Ketua Komisi VII DPR Aceh, Musannif, menekankan bahwa qanun tersebut sudah melalui proses penelaahan.

"Rancangan Qanun Hukum Keluarga ini sudah kita bahas sejak awal Januari lalu. Jadi kalau dikatakan kita terburu-buru, sepertinya ini merupakan kesalahan besar, karena ini sudah melewati proses yang panjang," terang Musannif.

"Teman -teman pegiat jangan anti syariah lah, ini kan sudah kita kaji bersama kemudian kita juga sudah mengundang segala pihak dalam prosesnya, jadi tidak mungkin kita tergesa-gesa dalam merumuskan satu hukum," lanjutnya.

BBC News Indonesia mendapatkan salinan draf Qanun Hukum Keluarga yang akan disahkan akhir September nanti.

Pada Pasal 14 yang mengatur pernikahan disebutkan, calon mempelai pria paling kurang berusia 21 tahun dan calon mempelai wanita paling kurang berusia 19 tahun.

Namun, pada Pasal 14 ayat 2, "Bagi calon mempelai yang belum mencapai umur sebagaimana dimaksud ayat 1 untuk melangsungkan pernikahan harus mendapatkan izin dari orang tua/wali."

Kemudian pada ayat 3, "Dalam keadaan tertentu calon mempelai pria yang belum berusia 21 tahun dan calon mempelai wanita belum berusia 19 tahun dapat memperoleh dispensasi pernikahan dari Mahkamah Syar'iyah."

Direktur LBH Banda Aceh, Syahrul, menilai pengesahan pasal ini dalam Qanun Hukum Keluarga akan membuka ruang untuk pernikahan anak.

"Ada beberapa persoalan soal perlindungan perempuan dan anak, kita berharap dengan adanya qanun keluarga dapat menjawab. Rupanya setelah disusun qanun ini malah membawa kemunduran terhadap perlindungan anak dan perempuan," keluh Syahrul

Namun, Wakil Ketua Komisi VII DPR Aceh, Musannif, mengatakan kriteria pernikahan usia anak sengaja dimasukkan dalam qanun agar pernikahan usia anak di Provinsi Aceh dapat melewati serangkaian proses hukum yang telah ditentukan.

"Ini tidak semudah yang dipikirkan, para dewan hakim adalah orang-orang yang senior dan ahli di bidangnya. Sekarang kalau bukan keputusan Hakim Mahkamah Syar'iyah yang harus kita dengarkan, apakah kita mendengarkan keputusan dari pegiat?" terang Musannif.

Menurut Musannif, rancangan qanun hukum keluarga yang digodok oleh Pemerintah Provinsi Aceh bersama dengan dewan legislatif tinggal menunggu keputusan dari Kemendagri terkait Produk Hukum Daerah (PHD) yang telah diajukan.

Dalam buku Profil Gender Aceh yang disusun pada tahun 2017, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Aceh mencatat angka pernikahan usia anak perempuan 16 -18 tahun mencapai 19,53%, sementara usia 15 tahun ke bawah sebanyak 3,08%.

Pernikahan usia anak tersebut, menurut beberapa pegiat, didasari oleh beragam penyebab, antara lain adat perjodohan, seks di luar nikah, sampai pada tuntutan ekonomi keluarga yang mendorong orang tua untuk menyegerakan pernikahan anak perempuan mereka.

Aturan poligami

Qanun Hukum Keluarga ini menuai polemik sejak dibahas Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA).

Selain mengatur pernikahan usia anak, ada pasal lain yang mengatur tentang pernikahan antara satu laki-laki dengan beberapa perempuan (poligami).

Aturan mengenai poligami ini disambut baik salah seorang istri yang sudah dipoligami, Munawarah.

"Lebih baik adanya legal hukum poligami, karena laki-laki mau kita larang sekalipun tetap akan menikah secara siri. Jadi dari pada mereka harus diam-diam dan berselingkuh di luar sana, maka lebih baik dia menikah, jadi suami juga tidak bawa pulang penyakit ke rumah," kata Munawarah, seorang istri pertama yang tinggal di Banda Aceh.

Namun, suara penolakan tak kalah gencarnya.

Salah satu suara yang paling vokal diutarakan oleh Darwati, istri gubernur Aceh nonaktif, Irwandi Yusuf.

Darwati, yang dilaporkan telah dipoligami, mengatakan bahwa ia tidak setuju dengan praktik poligami, seharusnya pemerintah mendidik masyarakat untuk setia dan bertanggung jawab dalam perkimpoian, untuk menjaga seluruh anggota keluarga baik secara lahir maupun batin.

"Secara syariah dalam hukum Islam segala ketentuan dalam poligami sudah diatur dengan sedemikian rupa, masih banyak nilai lain yang harus dipenuhi, salah satunya akhlak.

"Jadi tidak penting mengurus poligami karena monogami saja belum tentu beres," jelas Darwati.

Hal senada juga diungkapkan pegiat dari organisasi Balai Syura Ureung Inong Aceh bahwa praktik poligami sebenarnya hanya akan mendiskreditkan perempuan dan nantinya akan menjadi sebuah tradisi baru bagi kaum lelaki untuk memiliki istri lebih dari satu.

syariah
perkimpoian anak emoticon-Shakehand2
rizaradri
winner4016
hhendryz
hhendryz dan 11 lainnya memberi reputasi
8
11.4K
298
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan