Kaskus

Food & Travel

hastawala.advAvatar border
TS
hastawala.adv
[CATPER] GUNUNG LAWU 3265 mdpl, via Candi Cetho


Management Waktu~
Pendakian GUNUNG LAWU 3265 mdpl
Dsn. Ceto, Ds. Gumeng, Kec. Jenawi, Karanganyar
20 - 22 Juli 2019


.


Spoiler for Gunung Lawu:


Wacana demi wacana kami gulirkan selama setahun belakangan, ingin kembali menikmati alam. Akhirnya kami mencapai mufakat: mendaki Gunung Lawu.

.


Sabtu, 20 Juli 2019

Kami 10 orang terdiri dari 2 rombongan:
Bekasi (Sarwo, Deris, Same, Irfan, Ersyad, Hilman),
Bandung (Riyadu, Agus, Posma, Lukman).

Tim Bandung naik KA Kahuripan (Kiaracondong - Blitar, Rp 80.000) pada jam 18.10 WIB. Tiba di stasiun Solo Purwosari jam 03.40 WIB.

Dari Bekasi kami naik KA Matarmaja (Pasar Senen - Malang, Rp 109.000) jam 15.15 WIB. Tiba di stasiun Solo Jebres hari Minggu, 21 Juli 2019 jam 01.00 WIB.

.


Minggu, 21 Juli 2019

Sambil menunggu tim Bandung tiba, sebagian dari kami belanja logistik air, lauk, sayur, dan buah di Pasar Jebres yang berada tepat di depan stasiun Solo Jebres. Sebagian lagi ngangkring di hik menikmati kopi, jahe, dan teh hangat. Ah nikmat.

Mobil elf yang telah kami pesan seharga Rp 800.000 PP sebagai jemputan kami menuju Candi Cetho, telah standby di area stasiun Solo Jebres.

Kami pun berangkat sekitar jam 05.00 WIB setelah semua tim komplit. Meski ngaret dan sempat miskomunikasi dengan supirnya hingga nyasar, akhirnya kami tiba di basecamp pada jam 07.30 WIB.

Spoiler for Rombongan:


Menikmati hawa-suasana, mandi, packing ulang, dan makan; kami pun start trekking jam 08.30 WIB, agak molor 30 menit dari jadwal ROP yang telah kami buat.

Spoiler for ROP (Rencana Operasional Perjalanan):


Tiba di Pos Simaksi Reco (Relawan Cetho) yang tak jauh dari basecamp, kami membayar Rp 15.000/orang. Kami mendapatkan tiket dan peta jalur pendakian yang lebih detail.

Spoiler for Pos Simaksi:


Jalur awal masih datar bebatuan lalu melewati Candi Kethek sebelum masuk ke area hutan. Menuju Pos 1 jalur berupa jalan setapak yang mulai menanjak dengan vegetasi masih lengang.

Biasanya beberapa pendaki mulai ngos-ngosan karena kaget setelah di awal melintasi jalan cor-coran.

Sekitar 60 menit kami tiba di Pos 1 Mbah Branti 1600 mdpl, berupa tanah lapang yang terdapat shelter kecil untuk beristirahat sejenak.

Spoiler for Jalur Awal Menuju Pos 1:


Di sini saya udah kepayahan, tarikan nafas pendek, perut sakit hingga terasa kram, keringat pun mengalir deras. Sangat pelan langkah ini. Sempat terbesit rasa ingin menyerah dan pulang agar tidak menyusahkan yang lain.
Juwancok, padahal wis rodok rutin ngelatih fisik kat H-20.

Tapi di satu sisi, diri ini masih ingin berjuang. Semacam ingin ikut merasakan perjuangan Mama saya yang telah berangkat Ibadah Haji pada 16 Juli 2019, dengan cara saya sendiri. Sugesti dan harapan. Kalo saya bisa mendaki dan kembali dengan selamat, maka Mama pasti juga bisa kuat berjuang Ibadah di Tanah Suci dan pulang dengan selamat pula.

Teman-teman menyadari kepayahanku. Meski terasa sangat malu, saya utarakan kondisi ini. Mereka pun menyemangati. Diputuskan untuk mengoper beberapa barang di carrier saya yang dirasa memberatkan, kebetulan saya salah satu yang kebagian membawa tenda. Saya pun masih payah setelah trekking hingga menuju Pos 2. Akhirnya saya pun tidak bawa apapun, carrier dibawa bergantian oleh teman-teman. Duh, sangat malu dan menyusahkan rasanya.

Spoiler for Payah:


Jalur menuju Pos 2 masih relatif sama, berupa tanah padat yang masih menanjak dengan vegetasi masih agak terbuka. Pos 2 Brakseng 2000 mdpl kami capai sekitar 90 menit. Berupa area lapang dan sebuah shelter lebih luas dari Pos 1 dengan vegetasi mulai rapat. Kami pun istirahat.

Spoiler for Jalur Menuju Pos 2:


Lanjut menuju Pos 3, merupakan jalur terpanjang. Medan tanah kering semakin menanjak dan hampir tak ada landai. Di musim kemarau seperti ini, debu pun semakin banyak menemani perjalanan kami. Sekitar jam 12.00 WIB kami tiba di Pos Air, tak jauh sebelum Pos 3 Cemoro Dowo 2250 mdpl.

Kami pun istirahat lama di sini. Isi air, makan semangka, melon dan roti, lalu seduh kopi. Amboi sekali. Energi telah terisi kembali. Tekad, nafas, dan fisik mulai mumpuni.
Saya pun kembali membawa carrier, ahaha.

Spoiler for Pos Air & Jalur Menuju Pos 3:


Nah, menuju Pos 4 adalah jalur paling menanjak. Masih berupa tanah lebar, lalu medan akar pohon juga menemani. Angin segar lebih terasa. Debu hasil dari tanah kering kemarau pun semakin menjadi.

Kami tiba di Pos 4 Penggik 2500 mdpl sekitar jam 15.30 WIB. Istirahat agak lama juga di sini, karena fisik semakin terkuras.

Spoiler for Jalur Menuju Pos 4:


Jalur ke Pos 5 berupa tanah setapak dengan vegetasi rapat. Medan mulai terbuka setelah melewati punggungan bukit dengan kombinasi hutan pinus dan rerumputan tinggi. Pemandangan semakin indah, sangat memanjakan mata. Setelahnya jalur pun menjadi datar dengan padang sabana mendominasi.

Kami pun memutuskan untuk camping di area sebelum Pos 5 karena telah hampir Maghrib. Pun angin semakin dingin mendera. Suhu saat itu sekitar 16°C.

Spoiler for Jalur Menuju Pos 5 & Sabana:


Tenda pun berdiri gagah. Setelah bebersih diri dan salin pakaian, kami pun memasak. Menu malam itu adalah nasi, sayur asem, teri kacang, tempe, nugget, sosis, dan sambal. Pun ditutup dengan menyeruput kopi. Alhamdulillah. Sangat menghangatkan di saat terpaan angin yang semakin deras

Dan suasana menjadi semakin panas, karena dengan cerobohnya saya menumpahkan kompor spirtus di dalam tenda ketika masak air untuk ngopi. Terbakarlah alas tendanya. Untung dengan cekatan saya segera melempar kompor keluar tenda, dan dibantu teman memadamkan apinya. Alhamdulillah, alas terpal tenda dan matras foil bolong sekitar 1 meter. Sarung tangan pun ikut terkena api, terbakar di beberapa jari. Ahaha. Pekok.

Kemudian terjadi diskusi, bahwa keesokannya tidak memungkinkan untuk muncak karena waktu mepet. Dari area camp ke Hargo Dumilah diperkirakan memakan waktu PP sekitar 5 jam. Sedangkan kami harus mulai turun jam 9 pagi untuk mengejar kereta tim Bandung yang lebih awal pada jam 16.30 WIB.

Ya sudah, kami berusaha ikhlaskan untuk tidak muncak. Kami pun tidur sekitar jam 10 malam.

.


Senin, 22 Juli 2019

Sedang nyenyak tidur, tetiba salah satu temen terbangun lalu mengajak ngopi. Dasar. Karena saya sebagai delegasi peracik kopi, jadilah saya menjamunya. Setermos kopi dan roti susu coklat menemani kami di 9°C jam 01.00 WIB itu. Brrr.

Mungkin karena agak berisik, kami pun membangunkan beberapa teman lainnya. Lanjutlah kami malah membuat api unggun agar sedikit terasa hangat. Terjadi diskusi lagi, 2 teman masih menyayangkan wacana untuk tidak muncak. Sayang katanya udah sejauh ini. Lalu mereka negosiasi lagi dengan leader, yang dibangunkan paksa dari tidurnya, ahaha. Blablablabla.

Akhirnya dimufakati bahwa kami boleh muncak asal kembali ke area camp pada jam 7-an. Sekalian ditujukan untuk membeli beberapa botol air di warung Mbok Yem untuk perbekalan trekking turun kami.

Jam 02.30 WIB kami berempat mulai summit. Ah dasar, kepayahan ini kambuh lagi. Baru trekking beberapa menit, perut ini sakit lagi, pun nafas kembali pendek. Saya lontarkan agar mereka bertiga saja yang summit, eh mereka tidak mau. Kalo saya gak lanjut, lebih tidak usah summit semua sekalian. Hmm, baiklah. Saya tidak ingin menyusahkan lagi. Dan dalam hati kecil, tekad dan harapan ini belum padam. Perlahan saya pun lanjut trekking dan mengatur tempo meski jalan sangat pelan.

Tak berapa lama tibalah kami di Pos 5 Bulak Peperangan 2850 mdpl lalu Gupakan Menjangan, area yang kami rencanakan untuk camping di sana. Tidak jauh ternyata, hanya sekitar 15 menit dari area camp kami saat ini.

Lanjut trekking. Luar biasa. Beberapa hamparan padang sabana membentang luas kami lewati. Angin pun semakin liar menghantam. Dingin.

Sampailah kami di Pasar Dieng. Area yang diwanti-wanti untuk lebih waspada, karena medan bebatuan membuat bingung jalur mana yang harus kami lewati. Dan waspada karena mitos angker yang telah melekat di sana. Setelah menerka dan dengan bantuan tali putih yang diikatkan di pepohonan, kami pun lanjut.

Landscape mulai terlihat. Luar biasa. Indah. Langkah demi langkah tergapai. Kami pun tiba di puncak Hargo Dumilah 3265 mdpl sekitar jam 04.30 WIB.

Spoiler for Landscape:


Sik sik. Sebentar. Kudunya kan kami melewati area warung Mbok Yem dan Hargo Dalem. Ini kenapa ujug-ujug langsung nyampe muncak. Hmm, ada yang aneh.

Sepi di sana. Rombongan kami yang pertama sampai di Hargo Dumilah hari itu. Di tengah kebingungan, kami sampai beberapa kali mencari pandang, lalu turun-naik jalur untuk menemukan dimana letak area warung Mbok Yem. Tidak terlihat. Sangat membingungkan.

Akhirnya ada rombongan lain sampai ke puncak, kami pun bertanya. Mereka malah bingung juga, seharusnya memang melewati warung Mbok Yem untuk tiba di puncak, meski itu naik dari Cemoro Sewu atau Cemoro Kandang. Entahlah.

Tak mau ambil pusing, kami pun ikut rombongan mereka ke puncak tugu Hargo Dumilah.

Alhamdulilah akhirnya saya bisa napak tilas ke sini. Di tahun 2008 ketika saya kuliah di Solo diajak teman ikut mendaki Gunung Lawu via Cemoro Sewu tanpa persiapan apapun, sekadar mengiyakan ajakan mereka, ahaha.

Cakrawala di ufuk terlihat sangat menakjubkan. Sang surya perlahan menunjukkan jati dirinya. Mengerjakan tugasnya: indah dan mencerahkan.

Sejenak menikmati suasana itu. Lalu berfoto. Kami pun memutuskan untuk turun. Selain karena waktu yang mendesak, pun angin semakin tajam menusuk. Suhu saat itu sekitar 5°C. Tangan sudah hampir mati rasa.

Spoiler for Puncak Tugu Hargo Dumilah:


Trekking turun. Mencari warung Mbok Yem. Dengan pandangan yang mulai terlihat jelas dan melalui beberapa jalur, akhirnya kami tiba di sana.

Kami membeli beberapa botol air 600 ml seharga Rp 12.000/botol. Niat hati ingin juga merasakan masakan legendaris, nasi pecel Mbok Yem. Eh saya malah dimarahi, karena saat itu jam 6an pagi tentu saja masakan beliau belum ada yang matang. Wong perapian saja baru dinyalakan. Ahaha. Lumayan, gak dapet nasi pecel, dapet omelan Mbok Yem.

Spoiler for View Sabana Saat Turun dari Warung Mbok Yem:


Dan sampailah kami di tenda pada jam 07.30 WIB. Tim masak mulai beraksi. Mie rebus dan mie goreng dengan topping telur, sosis, cireng serta pilus pun dihidangkan. Duile segar bat dah.

Tenda saya yang berisi 3 orang menghabiskan mayoritas porsi itu, hingga 4 nesting. Karena teman yang lain sudah kenyang katanya, dan khawatir kebelet ngising di perjalanan, ahaha. Ya sudah daripada mubazir, sayang, pamali buang-buang makanan. Maklum zaman kuliah sering susah makan, ahaha. Buah semangka dan melon sebagai penutup pun lahap kami habiskan.

Spoiler for Area Camping:


Kenyang. Kami pun beberes dan packing. Jam 9-an pagi kami sudah siap trekking turun. Tidak sampai 2 jam kami telah tiba di Pos 4. Wah bakal cepat nih nyampe basecamp, pikir kami saat itu. Ternyata salah.

Awalnya memang terasa ringan dan cepat. Seiring berjalan, beban semakin tertumpuk di paha dan dengkul yang menopang. Beberapa teman pun mulai merasakan cedera: kram, pegal, dan terkilir.

Kami pun istirahat agak lama di Pos Air setelah Pos 3. Sembari reload persediaan air di botol dan menyeduh kopi, serta memijit serta mengobati kaki-kaki yang cedera itu. 3 orang teman lalu duluan turun untuk jaga-jaga di basecamp dan mengejar waktu.

Jam 13-an kami lanjut trekking turun. Semakin berat dan pelan langkah ini. Tim pun semakin terbagi menjadi beberapa. Saya dan 2 teman berjalan perlahan paling belakang. Sedikit membalas budi, saya membawa tambahan 1 daypack teman yang kakinya sudah kram.

Waktu telah menunjukkan jam 15.00 WIB, saya dan seorang teman sampai juga Pos Simaksi. Setelah lapor dan ambil KTP, kami lanjut.

Duh, udah semakin keras ini kaki. Semakin berat langkah ini setelah kaki terkilir karena kurang waspada saat melangkah. Lalu dari kejauhan tampak seorang teman kembali, dia lalu membawakan salah satu tas yang saya bawa.

Alhamdulillah sekitar jam 15.30 WIB kami tiba di basecamp. Wah, teman-teman yang lain udah rapih beberes dan mandi. Saya tidak diperbolehkan mandi di sana, ahaha, karena mobil elf sudah ready dan kita akan langsung berangkat menuju stasiun Solo Jebres.

Mobil pun berangkat. Waktu yang semakin mepet untuk mengejar kereta tim Bandung, membuat mobil elf harus ngebut. Syukurlah tepat waktu. Jam 17.00 WIB kami tiba di saat KA Kahuripan juga baru datang di stasiun Solo Jebres. Tim Bandung pun pulang.

Kami tim Bekasi pun makan soto di depan stasiun sembari menunggu tibanya KA Brantas (Kediri - Pasar Senen, Rp 80.000) yang akan kami tumpangi pada jam 18.30 WIB. Kereta tiba tepat waktu. Kami pun pulang. Dengan selamat.

.


Meski sempat molor beberapa kali, terhitung pendakian kami kali ini lancar dan sukses.

Pentingnya memanage waktu dengan baik, namun harus tetap fleksibel mengikuti suasana.

Travelling lah bersama orang-orang terdekat yang peduli dan selalu mendukungmu.
ontaevo
abellacitra
tata604
tata604 dan 9 lainnya memberi reputasi
10
4.5K
27
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan