Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

khambing34Avatar border
TS
khambing34
Dana Otsus Papua-Papua Barat Dinilai Belum Hadirkan Kesejahteraan
MAU GIMANA YA, KALO KAYAK GTU KAN TERGANTUNG PENGELOLAANYA BUKAN BEGITU GAN AND SIST.


MINEWS.ID, JAKARTA– Salah satu pembiayaan pembangunan di Papua dan Papua Barat berasal dari dana otonomi khusus (otsus) yang sepanjang perjalanannya menimbulkan banyak polemik.

Masalah dasar kesejahtaraan masyarakat Papua dan Papua Barat, termasuk kemiskinan, tidak kunjung teratasi, padahal masa berlakunya tinggal dua tahun lagi.


Salah satu contohnya adalah kasus gizi buruk dan kejadian luar biasa (KLB) campak di Kabupaten Asmat, Provinsi Papua, Januari 2018 yang telah mengakibat 71 nyawa melayang. Seharusnya dana otsus itu untuk mempercepat penyelesaian masalah tersebut.

Tidak heran saat itu banyak kalangan menyoroti efektivitas pemberian dana otsus ke Papua dan Papua Barat. Sebab, jumlahnya dinilai hingga triliunan rupiah setiap tahun, di luar dana transfer pemerintah pusat lainnya seperti dana alokasi khusus (DAK) dan dana alokasi umum (DAU).

Sejak dana tersebut digelontorkan setelah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua disahkan, hingga 2017 pemerintah pusat diperkirakan sudah mengeluarkan Rp 67 triliun.

Jumlah itu tergolong luar biasa untuk mengurus sekitar 3,5 juta penduduk Papua-Papua Barat.
Namun, sekali lagi kasus seperti gizi buruk serta angka kemiskinan Papua yang besarannya masih sekitar 20, tidak juga bisa teratasi. Padahal, angka kemiskinan nasional sudah satu digit.

Efektifitas dana otsus itu juga pernah menjadi sorotan pemeriksaan BPK Februari lalu, yang menemukan sejumlah indikasi masalah seperti dilaporkan laman bisnis. Masalah tersebut yaitu;
Pertama, regulasi pelaksanaan Otonomi Khusus, sebagaimana yang diamanatkan peraturan perundang-undangan, belum ditetapkan secara lengkap;

Kedua, BPK menilai belum ada penetapan target capaian yang terukur atas pelaksanaan Otonomi Khusus.

Ketiga, struktur pelaksana pengelolaan dana belum dilengkapi dengan rincian tugas dan mekanisme kerja yang memadai, beserta target ouput kinerja yang terukur.

Keempat, penggunaan dana belum sesuai sepenuhnya dengan ketentuan peruntukan masing-masing sumber dana. Penggunaan dana yang berasal dari porsi 2 persen DAU dan Dana Bagi Hasil Migas dalam rangka Otonomi Khusus belum sepenuhnya menunjukan penempatan bidang pendidikan dan kesehatan sebagai prioritas penggunaan, dan penggunaan Dana Tambahan Infrastruktur tidak sepenuhnya terkait dengan upaya menghubungkan antar wilayah.

Kelima, monitoring dan evaluasi penggunaan dana tersebut belum memadai, antara lain terkait dengan monitoring pemanfaatan dan bagi hasil migas dalam rangka Otonomi Khusus, serta penggunaan sisa sumber dana Otonomi Khusus yang tidak terealisasi pada periode sebelumnya.
Keenam, pelaksanaan fungsi pengawasan terkait pertanggungjawaban penggunaan dana belum sepenuhnya memadai.

Keenam, pelaksanaan Otonomi Khusus yang belum optimal dalam meningkatkan ukuran kesejahteraan masyarakat di Provinsi Papua dan Papua Barat.

Padahal dua tahun lagi sebagian klausul dana tersebut akan dihentikan terutama berkaitan dengan dana dari  Pajak Bumi dan Bangunan yang sebesar 90 persen, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebesar 80 persen dan Pajak Penghasilan Orang Pribadi sebesar 20 persen.

Hal tersebut diatur pasal 34 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.


0
1.1K
18
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan