- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Aksi Sumpah Gunakan Alquran Dukung Airlangga Dinilai Mempermalukan Partai Golkar


TS
pupuj
Aksi Sumpah Gunakan Alquran Dukung Airlangga Dinilai Mempermalukan Partai Golkar
Jakarta - Sebuah video yang memperlihatkan Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat, Dedi Mulyadi mengeja sumpah di hadapan para pengurus DPD Golkar tingkat Kabupaten/Kota dan ikut mengulangi kalimat dalam sumpah tersebut, viral di media sosial.
Dalam video itu, tampak seorang tokoh agama Islam mengangkat tinggi Alquran pada posisi di atas kepala para pengucap sumpah. Terlihat dalam video itu, Ketua Umum DPP Partai Golkar, Airlangga berdiri mendengarkan sumpah yang diucapkan para bawahan partainya. Beberapa elite DPP Partai Golkarjuga terlihat menyaksikan pengucapan sumpah itu, di antaranya Melchias Markus Mekeng, Ketua Korbid Wilayah Timur.
Menanggapi hal itu, Wakil Korbid Pratama Partai Golkar, Bambang Soesatyo menilai telah terjadi anomali atau keanehan dalam praktek kepemimpinan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto. Menurutnya, hal itu mempermalukan Golkar sebagai partai politik modern berhaluan nasionalis tengahan.
Bambang menjelaskan, sejatinya, dalam setiap agama, sumpah yang diucapkan di bawah Kitab Suci (Alquran, Alkitab, dan lainnya), dengan membawa nama Allah sang pencipta alam semesta, merupakan sesuatu yang sakral, mulia, dan sarat pesan amanah. Kata dia, lazimnya seremoni pengucapan sumpah di muka kitab suci itu dilakukan oleh para pejabat di level jabatannya masing-masing, agar yang bersangkutan mengingat dengan sungguh-sungguh amanah yang diberikan melalui jabatan tersebut.
"Amanah itu berkorelasi denga harapan-harapan warga negara atau rakyat yang telah menitipkan amanah kepada sang pejabat, agar dapat berlaku adil, jujur, dan bertanggungjawab bagi kemaslahatan umum. Intinya, pejabat yang disumpah tidak boleh berkhianat kepada rakyat atau warga negara yang sudah menitipkan amanah mulia kepadanya," tutur Bambang, Minggu (1/9/2019).
Ia melanjutkan, apabila dihubungkan dengan situasi riil yang menimpa Partai Golkar hari-hari ini, maka aksi sumpah para pengikut Airlangga itu tampak tidak lazim dan cenderung aneh. Kata dia, bagaimana bisa di tengah kerusakan organisasi Partai Golkar yang telah ditimbulkan oleh Airlangga, para pengurus harus mengucapkan sumpah dengan membawa nama Allah untuk tetap mendukung Airlangga.
"Itu artinya, sumpah tersebut merupakan ikrar bersama untuk mendukung berbagai kerusakan organisasi yang telah ditimbulkan Airlangga," ujar Bambang.
Kata dia, yang sungguh mengherankan dari kejadian tersebut ketika para pengurus Partai Golkar di Jawa Barat itu juga bersumpah bahwa siapa yang berkhianat atau membuat penghianatan terhadap Airlangga, akan mendapatkan laknat.
"Bagaimana mungkin, Airlangga yang sudah berkhianat terhadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Golkar, serta berlaku semena-mena misalnya dengan aksi pendudukan sepihak Kantor DPP Partai Golkar, meminta para pengurus Golkar untuk tidak mengkhianatinya?," kata Bambang.
Ia berpendapat, sumpah tersebut menjadi proporsional dan logis diberikan kepada Airlangga, apabila Airlangga terbukti sebagai pemimpin yang amanah, menjadi sumber keteladanan, dan bijaksana. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya, kata dia, Airlangga adalah pemimpin yang telah menimbulkan banyak kerusakan di dalam organisasi, malah disumpah atas nama Allah untuk tetap dipilih.
"Pada titik ini, jelas terlihat, bahwa Airlangga, para loyalis, dan pengikutnya hanya menjadikan agama sebagai perkakas politik. Padahal, agama itu simbol kejujuran yang harus tercermin dalam setiap jabatan yang diemban oleh pemeluk agama termasuk yang sedang menjabat sebagai ketua umum," ujar Bambang.
Bambang melanjutkan, agama sebagai simbol moral tertinggi di mana aktualusasinya tercermin dalam kehidupan pribadi, penuh tanggung jawab, respinsif terhadap aspirasi, rela menderita demi orang yang di pimpinnya, berbelarasa dan melayani. Sayangnya, kata dia, perilaku mulia sebagai karakter pemimpin itu tidak tercermin pada diri Airlangga saat dia memimpin Partai Golkar semenjak Munaslub 2017.
"Itu artinya Airlangga, para loyalis dan pengikutnya hanya menjadi agama sebagai alat bagi pemuasan kepentingan kekuasaan politik belaka," ucap Bambang.
Lebih lanjut, Bambang mengatakan, dari perspektif kebangsaan dalam konfigurasi dan anatomi politik Indonesia, aksi sumpah politik bernuansa agama yang dilakukan oleh para pengurus Golkar di wilayah Provinsi Jawa Barat itu, semakin mengaburkan karakteristik Partai Golkar sebagai partai nasionalis tengahan. Sedangkan dari dimensi psikopolitis, apabila terjadi salah tafsir atas aksi sumpah politik ber-Alquran kepada Airlangga itu, maka Golkar menghadapi situasi bahaya secara ideologis.
"Anggota, kader, atau pengurus Golkar yang belum matang wawasan dan kurang memiliki kedalaman religiositas, dengan serta-merta menularkan sentimen agama secara tidak proporsional ke dalam praktek berpartai. Kalau kondisi negatif seperti ini terjadi, maka yang bertumbuh adalah embrio intoleransi, yang pada gilirannya bakal mengubur karakter kebangsaan Partai Golkar," tutur Bambang.
Dalam video itu, tampak seorang tokoh agama Islam mengangkat tinggi Alquran pada posisi di atas kepala para pengucap sumpah. Terlihat dalam video itu, Ketua Umum DPP Partai Golkar, Airlangga berdiri mendengarkan sumpah yang diucapkan para bawahan partainya. Beberapa elite DPP Partai Golkarjuga terlihat menyaksikan pengucapan sumpah itu, di antaranya Melchias Markus Mekeng, Ketua Korbid Wilayah Timur.
Menanggapi hal itu, Wakil Korbid Pratama Partai Golkar, Bambang Soesatyo menilai telah terjadi anomali atau keanehan dalam praktek kepemimpinan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto. Menurutnya, hal itu mempermalukan Golkar sebagai partai politik modern berhaluan nasionalis tengahan.
Bambang menjelaskan, sejatinya, dalam setiap agama, sumpah yang diucapkan di bawah Kitab Suci (Alquran, Alkitab, dan lainnya), dengan membawa nama Allah sang pencipta alam semesta, merupakan sesuatu yang sakral, mulia, dan sarat pesan amanah. Kata dia, lazimnya seremoni pengucapan sumpah di muka kitab suci itu dilakukan oleh para pejabat di level jabatannya masing-masing, agar yang bersangkutan mengingat dengan sungguh-sungguh amanah yang diberikan melalui jabatan tersebut.
"Amanah itu berkorelasi denga harapan-harapan warga negara atau rakyat yang telah menitipkan amanah kepada sang pejabat, agar dapat berlaku adil, jujur, dan bertanggungjawab bagi kemaslahatan umum. Intinya, pejabat yang disumpah tidak boleh berkhianat kepada rakyat atau warga negara yang sudah menitipkan amanah mulia kepadanya," tutur Bambang, Minggu (1/9/2019).
Ia melanjutkan, apabila dihubungkan dengan situasi riil yang menimpa Partai Golkar hari-hari ini, maka aksi sumpah para pengikut Airlangga itu tampak tidak lazim dan cenderung aneh. Kata dia, bagaimana bisa di tengah kerusakan organisasi Partai Golkar yang telah ditimbulkan oleh Airlangga, para pengurus harus mengucapkan sumpah dengan membawa nama Allah untuk tetap mendukung Airlangga.
"Itu artinya, sumpah tersebut merupakan ikrar bersama untuk mendukung berbagai kerusakan organisasi yang telah ditimbulkan Airlangga," ujar Bambang.
Kata dia, yang sungguh mengherankan dari kejadian tersebut ketika para pengurus Partai Golkar di Jawa Barat itu juga bersumpah bahwa siapa yang berkhianat atau membuat penghianatan terhadap Airlangga, akan mendapatkan laknat.
"Bagaimana mungkin, Airlangga yang sudah berkhianat terhadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Golkar, serta berlaku semena-mena misalnya dengan aksi pendudukan sepihak Kantor DPP Partai Golkar, meminta para pengurus Golkar untuk tidak mengkhianatinya?," kata Bambang.
Ia berpendapat, sumpah tersebut menjadi proporsional dan logis diberikan kepada Airlangga, apabila Airlangga terbukti sebagai pemimpin yang amanah, menjadi sumber keteladanan, dan bijaksana. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya, kata dia, Airlangga adalah pemimpin yang telah menimbulkan banyak kerusakan di dalam organisasi, malah disumpah atas nama Allah untuk tetap dipilih.
"Pada titik ini, jelas terlihat, bahwa Airlangga, para loyalis, dan pengikutnya hanya menjadikan agama sebagai perkakas politik. Padahal, agama itu simbol kejujuran yang harus tercermin dalam setiap jabatan yang diemban oleh pemeluk agama termasuk yang sedang menjabat sebagai ketua umum," ujar Bambang.
Bambang melanjutkan, agama sebagai simbol moral tertinggi di mana aktualusasinya tercermin dalam kehidupan pribadi, penuh tanggung jawab, respinsif terhadap aspirasi, rela menderita demi orang yang di pimpinnya, berbelarasa dan melayani. Sayangnya, kata dia, perilaku mulia sebagai karakter pemimpin itu tidak tercermin pada diri Airlangga saat dia memimpin Partai Golkar semenjak Munaslub 2017.
"Itu artinya Airlangga, para loyalis dan pengikutnya hanya menjadi agama sebagai alat bagi pemuasan kepentingan kekuasaan politik belaka," ucap Bambang.
Lebih lanjut, Bambang mengatakan, dari perspektif kebangsaan dalam konfigurasi dan anatomi politik Indonesia, aksi sumpah politik bernuansa agama yang dilakukan oleh para pengurus Golkar di wilayah Provinsi Jawa Barat itu, semakin mengaburkan karakteristik Partai Golkar sebagai partai nasionalis tengahan. Sedangkan dari dimensi psikopolitis, apabila terjadi salah tafsir atas aksi sumpah politik ber-Alquran kepada Airlangga itu, maka Golkar menghadapi situasi bahaya secara ideologis.
"Anggota, kader, atau pengurus Golkar yang belum matang wawasan dan kurang memiliki kedalaman religiositas, dengan serta-merta menularkan sentimen agama secara tidak proporsional ke dalam praktek berpartai. Kalau kondisi negatif seperti ini terjadi, maka yang bertumbuh adalah embrio intoleransi, yang pada gilirannya bakal mengubur karakter kebangsaan Partai Golkar," tutur Bambang.
0
535
4


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan