- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Secercah Harapan Dari Kakak Pembina


TS
brownist
Secercah Harapan Dari Kakak Pembina

Masih kulihat kakak Pembina yang sudah menarik perhatianku, aku memandangnya dari kejahuan dengan wajah yang datar, agar tidak ketangkap basah bahwa aku sedang melamuninya. Sebab aku belum siap jika ada seseorang yang tahu aku sedang memperhatikan sosoknya.
Hatiku berdegup kencang seketika, setelah tanganku diraih kak Reza waktu hampir jatuh terpeleset saat latihan Pramuka sebelum kemah ini. Dengan sigap ia meraih tanganku, menurutku aksinya sangat heroik, bak Peter Parker sang penyelamat dalam Film Spiderman. Setelah dia mendapatkan tanganku, wajah kami jadi sangat dekat. Aku melihat sorot matanya yang hangat, sebelum ia melepaskan tanganku, kami saling memandang dengan jarak yang sangat dekat, layaknya adegan Sinetron Indonesia yang beribu ribu episode. Tak kusangka, kakak Pembina dengan tubuh yang tidak se-atletis kakak kakak yang lain ini membuatku terpesona akan wajahnya yang teduh. Semenjak aku masuk Sekolah ini, dia cukup banyak membantuku dalam urusan yang berkaitan dengan sekolah. Tapi setelah kejadian itu, dia terus mengganggu pikiranku.
"Senjaa.. " Seseorang memanggilku dan membuyarkan lamunanku. Rupanya Nia, sahabatku.
"Ada apa Ni " tanyaku.
"Aku cariin rupanya kamu disini, duduk dibawah pohon sendirian sambil ngelamun, seperti lagi merhatiin seseorang."
"Hah merhatiin seseorang, nggak lah Ni, lagian merhatiin siapa kali." Aku berusaha mengelak tuduhan Nia.
" Tuh , kamu pikir aku nggak tau dari tadi kamu liatin apa". Mata Nia melirik tertuju pada sosok yang sedari tadi kuperhatikan.
"Aku tahu Senja, sorot matamu tertuju pada siapa. Meski raut wajahmu terlihat datar tapi pikiranmu tetap tertuju pada sosok yang kau perhatikan." Lanjut Nia
Aku hanya membalasnya dengan senyuman kecil, seraya membenarnya ucapanya. Betul, sahabatku ini memang hampir tahu segalanya tentang sifatku. Akupun tidak bisa berbohong padanya. Dia adalah sahabatku sejak di bangku Sd, tapi kami tidak satu sekolah saat SMP karna aku pindah mengikuti orangtuaku. Kini kami kembali bersama lagi dalam satu sekolah.
"Hati hati patah hati, kamu tau kan dia banyak yang naksir juga Senjaa". Ujar Nia.
"Tapi hati tidak bisa memilih kepada siapa kita akan jatuh hati kan Ni.." jelasku.
"Iyaa dehh, kamu kan selalu bisa ngeles perkataanku." Timpal Nia.
Ini adalah hari terakhir kemah kami, kini saatnya kami berkemas merapikan barang barang dan membongkar tenda. Terlihat beberapa kakak Pembina membantu membongkar tenda di regu putri. Sejauh mataku menyorot sekeliling, tidak kutemukan sosoknya diantara tenda tenda yang sedang dibongkar. Aku kembali fokus menyelesaikan tugasku.
"Kalian nggak ada yang bantu yah, biar saya bantu yah." Tiba tiba terdengar suara pria yang membuat jantungku seketika berdebar debar. Bagaimana bisa, bahkan aku belum tahu pasti siapa pria ini. Suara itu berasal tepat di belakangku. Belum kutengok siapa pria ini, teman temanku sudah mengiyakan tawaran tersebut, terlebih lagi Nia sambil melirik kearahku .
Rupanya dia, kak Reza, yang akhir akhir ini bermain dalam pikiranku. Sontak akupun kaget karna tiba tiba dia berada disampingku. Aku hanya fokus pada apa yang kukerjakan.
"Bukan seperti itu cara melipat karpet dengan benar." Lagi, dia mengejutkanku dengan tiba tiba.
"Sini saya bantu. Supaya karpet tergulung dengan benar, kamu angkat sebelah sana saya sebelah sini yah, nanti dilipat sampai menjadi lipatan kecil yang rapi". Pungkasnya memberi perintah. Aku hanya menganggukan kepala saja dan
kukerjakan sesuai perintah. Karpet tenda yang kami gunakan cukup lebar jadi perlu dua orang untuk melipatnya agar terlipat rapi.
Selama kami mengerjakanya, aku berusaha untuk tidak melihat wajahnya. Aku tau pasti posisi kami saat itu akan jadi dekat, dan benar saja hal itu terjadi. Aku hanya mampu menundukan kepala saja, tanpa bersuara. Dan degg... Entah sengaja atau tidak tiba tiba dia memegang tanganku yang masih memegang karpet itu. Jantungku yang sedari tadi berdetak tak karuan kini kian kencang seperti habis lari 10 kali keliling lapangan. Apa kabar dengan pipiku, sudah pasti sangat merah merona, aku semakin tak kuasa.
"Pegang yang erat Senja, jangan sampai kamu sudah capek capek melipat hanya karna pegangan kamu yang kurang erat karpet jadi jatuh dan berantakan lagi." Jelasnya
"Oh gitu ya kak, i..iya maaf kak." Duuh bener saja, jangan mudah ke-GR'an dulu dong Senja. Ucapku dalam hati.
"Jika sudah selesai merapikan tendanya, silahkan dicek kembali yah barangkali ada barang barang kalian yang lupa." Seru salah seorang kakak Pembina seraya mengingatkan kami.
Serentak murid pun mengiyakan.
*"*"*"*"*
Kini kami sudah masuk ke dalam Bus untuk perjalanan pulang, Aku dan Nia kebagian duduk di jok belakang. Niat hati ingin langsung tidur selama perjalanan karna aku merasa sangat lelah, namun bagaimana bisa aku tertidur pulas sementara tiba tida ada sosoknya duduk disebelah kananku. Aku kaget tak mengira ia akan duduk di sebelahku, karna kulihat masih ada beberapa jok yang kosong.
Mengapa pula ia mengambil jok di sebelahku, apa benar ia ingin duduk di dekatku, kali ini ia kembali membuatku GR. Terdengar cekikikan tawa kecil Nia di sebelah kiri ku seolah meledeku, entah apa yang dianggapnya lucu. Tak lama kemudian ia tertidur. Kini di jok belakang tinggalah kami berdua, jarak kami cukup dekat. Mudah mudahan saja ia tidak mendengar suara detak jantungku yang terus berirama kencang.
"Kamu nggak tidur Senja ?" Tanya Kak Reza mencairkan suasana saat itu.
"Belum ngantuk kak". Jawabku singkat masih dengan wajah yang tegang.
"Ngomong ngomong kamu murid yang sebulan lalu baru masuk kan.?" Ia bertanya kembali, mungkin ia ingin mengajaku mengobrol.
"Iya kak betul, emangnya kenapa kak..?"
"Cuma nanya aja Senja, memangnya kenapa kamu pindah, padahal kan Sekolah kamu tinggal setahun lagi lulus lalu masuk Kuliah."
"Iya kak, soalnya orangtuaku kerjanya pindah pindah kota tapi saya tidak mau mengikuti mereka makanya saya dititipkan sama Bude dan tinggal disini."
Beberapa detik selesai aku menjawab pertanyaanya, ia tidak menimpal ucapanku. Kutengok ternyata ia sudah tertidur pulas dengan kedua tangan nya yang dilipat diatas dada. "Syukur lah dia tidur, dari pada nanti semakin salah tingkah, ini lebih baik." Ucapku dalam hati.
Tak lama kemudian pikiranku terus menyuruh sepasang mata ini untuk memandangi wajahnya, seraya memanfaat kesempatan dalam kedekatan. Oh Tuhan... Tolong akuu. Aku sangat terbuai akan pesonanya. Wajahnya yang sangat teduh masih kupandangi dengan seksema, tak akan kulupakan peristiwa indah ini.
Cukup lama aku perhatikan sosoknya yang membuatku senyum senyum sendiri, aku sangat puas akan ini. Jantungku yang sedari tadi berdetak tak karuan kini sudah kembali normal, hingga akhirnya mata ini mengantuk dan kuputuskan tidur berharap bertemu dengan sosoknya dalam mimpi yang indah.
*"*"*"*"*"*"
Kurasakan tubuhku yang terguncang serasa ada yang menggoyangkannya, hingga akupun membukakan mataku. Rupanya Nia membangunkanku dari tidur. Kukira tadi mimpi yang kupinta saat sebelum kupejamkan mata ini. Kini Bus yang kami tumpangi telah berhenti, rupanya sudah sampai didepan Sekolah kami. Serentak murid murid berdiri bergegas turun dari Bus. Kutengok disebelah kananku juga sudah bangun sedari tadi, diapun bersiap siap untuk turun.
"Nia, Senja saya turun dulu yah dan langsung pulang" ucap Kak Reza
"Iya kak, hati hati ya kak" jawab kami dengan kompak.
"Oh iya Senja, sampai ketemu di rumah Bude kamu yah" ucapnya lagi sambil berlalu.
"Apa maksudnya Senja..? " Tanya Nia
"Entah aku juga nggak tau Ni". Jawabku
"Tadi kalian berdua ngobrol kan, terus ngobrolin apa coba sampai sampai kak Reza bilang begitu."
"Iya tadi kami sempat ngobrol tapi tidak banyak Ni, karna dia udah ketiduran duluan, aku cuma bilang setelah pindahan aku tinggal di rumah Bude selama sekolah itu aja Ni". Kami meneruskan obrolan sambil turun dari Bis.
Dia sungguh membingungkan, dari kemarin sosoknya seperti memberikan harapan tapi ternyata aku saja yang ke Gr'an. Terlebih kali ini, dia duduk di sebelahku dan bilang sampai jumpa di rumah Bude. Apa maksudnya coba, aku hanya khawatir jika nanti ternyata dia mematahkan harapanku.
*"*"*"*"*"*"*"
Kini hari itu sudah berlalu.
Matahari sudah muncul di ufuk Timur sejak 3 jam yang lalu, tapi aku baru membuka mataku dan masih betah membaringkan tubuhku diatas kasur. Untung saja hari ini libur jadi aku masih bisa kangen kangenan dengan kamarku, eh kamar Kak Riri maksudnya. Yaah.. Selama aku tinggal di rumah Bude aku sekamar denganya, Kak Riri adalah kakak sepupuku. Kami terpaut usia 4 tahun, ia adalah sosok yang penyayang dan dewasa. Dia sangat menyayangiku seperti adik kandungnya, begitupun juga aku, kak Riri masih seorang Mahasiswi semester 4 jurusan Sastra.
Indra penciumanku mencium wangi segar semerbak di kamar ini, rupanya Kak Riri sedang merias diri seperti mau bepergian. Kali ini berbeda, sepertinya lebih rapi dari pada biasanya, terlebih lagi wangi parfum yang semerbak itu. Seperti 1 botol parfum yang ditumpahkan ke badanya sampai sewangi ini.
"Kak Riri, mau kemana wangi banget" tanyaku masih dengan tubuh yang menggeliat.
"Nggak kemana mana Senja, kamu mandi gih udah siang, nanti kalo ada tamu malu maluin belum mandi." Jawab Kak Riri sambil berlalu pergi. Sementara aku masih membolak balikan badan diatas kasur yang empuk ini. Tidak peduli dengan ucapan kak Riri

Tak lama kemudian terdengar suara motor berhenti diteras depan rumah, lalu kubuka jendela mengintip siapa yang datang. Tak kusangka, sang pemilik motor tersebut adalah kak Reza. Mau apa dikemari, aku jadi ingat ucapanya kemarin didalam bus. Rupanya benar dia datang kemari, tapi ada perlu apa, apa benar ia datang kemari menemuiku. Pikiranku penuh dengan pertanyaan pertanyaan yang membuat hatiku berdebar debar. Tanpa lama lama aku keluar berniat ingin menemuinya, tidak peduli dengan rambutku yang masih tergerai acak acakan.
Aku berlari kecil untuk menghampirinya, ternyata sudah ada kak Riri yang lebih dulu menyambut kedatangan Kak Reza. Aku terkejut melihat keduanya begitu akrab, bahkan terlihat Kak Riri mencium tangan kak Reza. Apa arti semua ini, aku masih bertanya tanya.
Dan,,,,,, seketika hancur hati ini, begitu mendengar Kak Reza memanggil kak Riri dengan sebutan 'sayang'. Benar, tidak seharusnya aku berharap lebih padanya, dan apa yang kutakutkan kini telah terjadi. Ia telah mematahkan harapanku, tidak , itu tidak benar, hanya aku saja yang mudah terbawa suasana. Dengan segera aku berusaha menerima kenyataan, dan berharap bisa menyembunyikan kekacauan hati ini dengan senyuman.
"Senja, sini.. kenalin ini Kak Reza, calon kakak, kamu pasti sudah kenal kan." Ucap kak Riri
"Sudah dong, kemarin kita kemah bareng kan Senja, kak Riri sudah cerita banyak tentang kamu " jawab Kak Reza
"Oh gitu kak, i..iya kemaren Kak Reza banyak bantu aku sewaktu kemah." Jawabku berusaha tersenyum. Setelah berbincang bincang cukup lama, kini aku mengerti mengapa ia terus membantuku sewaktu kemah kemarin. Itu adalah sebatas perkenalan diri sebagaimana ia akan menjadi bagian dari keluarga. Karna sebelumnya kak Riri sudah menceritakan bahwa salah satu muridnya adalah sepupunya, yaitu aku.
Rupanya mereka sudah punya hubungan khusus dan akan berlanjut ke tahap yang lebih serius. Tidak ada yang bisa aku lakukan selain mendukung hubungan mereka. Kusembunyikan luka itu dibalik senyuman yang lukiskan disela sela obrolan kami.






tien212700 dan 10 lainnya memberi reputasi
11
2.2K
33


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan