"Tuntutlah ilmu dari buaian ibu hingga ke liang lahat"

Bicara soal pendidikan, sebenarnya tak akan pernah ada kata usai. Pendidikan yang dalam mata awam hanya dalam lingkup pendidikan formal, sejatinya menjadikan seseorang lupa, bahwa keluarga ada Madrasah(sekolah)pertama bagi seorang anak.

Bagaimana tidak, dari saat mengandung saja kita sudah sering membisikkan untaian kata yang seringkali ditanggapi dengan gerakan atraktif janin dari dalam kandungan. Lalu, kenapa kadang kita lupa, memberi teladan yang baik untuk anak, dengan Tutur kata yang baik.



Peran orangtua dalam pembekalan kepribadian, sangatlah penting. Terutama di tujuh tahun pertama masa pertumbuhannya. Karena daya serap anak, masih dalam masa keemasannya.



Memasuki usia sekolah, anak biasanya akan banyak mencontoh perilaku yang dia lihat di lingkungan sekolahnya. Pendampingan orang tua dan guru harus selaras, serasi dan seimbang. Jangan sampai ada pertentangan antara keduanya, jika tidak anak akan mencari sosok lain, yang dia rasa lebih bisa dipercaya.

Dalam hal ini, ada kaitannya dengan kurikulum yang diberlakukan oleh sebuah instansi pendidikan.



Di Indonesia sendiri, beberapa kali terjadi perubahan kurikulum pendidikan, terhitung sebelas kali mengalami perubahan.

[

Sejujurnya, ane ikut merasakan pergantian kurikulum dari beberapa tahun belakangan ini, namun yang masih teringat dengan jelas kala itu adalah, saat kurikulum 1994 & 1999 diganti dengan sistem kbk, dari yang biasanya setahun ada tiga kali ujian (catur Wulan 1,2 dan 3).

Dalam masa transisi itu kami harus melakukan empat kali ujian (Tengah semester 1, semester 1, tengah semester 2, dan ujian semester 2 sekaligus kenaikan kelas), yang lebih mencolok lagi adalah raport hasil belajar yang kami terima, jika biasanya cukup satu lembar, berubah jadi berlembar-lembar dengan nilai perilaku dan lain-lain. Dan beradaptasi dengan hal lain yang berkaitan dengan kurikulum berbasis kompetensi, yang kemudian berubah lagi menjadi KTSP. Ah ... Berasa jadi kelinci percobaan

Sampai tibalah jadi seorang ibu, dengan anak yang harus merasakan "percobaan" kurikulum, yaitu k.13. yang menurut ane, kurang efektif, untuk para siswa yang tinggal di daerah dengan fasilitas yang bisa dibilang, sangat njomplang(berbanding terbalikdengan yang ada di wilayah perkotaan, sekolah dan siswa yang dijadikan percontohan dan yang harus mengikuti, seharusnya memiliki keseimbangan dalam hal fasilitas untuk materi pendukung yang tidak ada di buku paket. Salah satu pekerjaan rumah yang harus dipikirkan bersama.



Kalau boleh jujur lagi, ane merasa kasihan, pada guru selaku pendidik, tak jarang mereka mengeluh saat raport hasil ujian sudah selesai dikerjakan ternyata format raport nya harus berubah. Apa tidak kasihan?

Sungguh besar jasa guru, terlepas dari kesenjangan gaji guru honorer dengan yang sudah lolos sertifikasi, semoga Alloh menjadikan pengabdian para guru sebagai amal jariyah yang akan menjadi penerang di akhirat nanti.

Harapan terbesar ane adalah akan ada masa dimana nilai Budi pekerti luhur, kembali menjadi salah satu nilai penting dalam sistem pendidikan kita.





Terimakasiih yang sudah mampir, jika berkenan menambahkan, mari berdiskusi di kolom komentar.

Sekian dari Emak berdaster, yang kadang puyeng karena mendadak harus mencari jawaban atas tugas rumah sang anak.