Seketika kututup mulut Lea dengan telapak tangan. Meski begitu, embusan napas takut terdengar begitu jelas.
Pantulan suara sosok aneh yang sedari tadi mengejar kami, membuat Lea
bergetar. Begitu juga denganku.
"Lea, diamlah!" tekanku lagi.
"Kita akan mati, Ra," bisiknya dengan suara gemetar.
"Tidak akan!" sanggahku.
Sumber Gambar: Screnshoot google
Suara langkah kaki terdengar kian dekat. Membuat aku dan Lea semakin kehilangan akal. Bagaimana jika kami tertangkap? Makhluk bertopeng yang memiliki kuku panjang itu pasti menghabisi kami.
Quote:
"Kita akan mati, Ra!" Lea mengulangi kalimat yang sama beberapa kali.
"Diam!" Aku menarik tangan Lea. Mengajaknya bergeser sedikit lebih jauh dari tempat sebelumnya.
"Dia akan mengejar kita!" Lea mulai menangis.
"Tolong, diamlah!" Secepat kilat kudorong tubuh gadis manja yang sedari tadi merengek.
"Menyerahlah! Ha ha ha!" Suara itu amat mengerikan. Entah siapa dia. Sosok bertubuh tinggi kurus dengan kuku sangat panjang, tak henti mengeluarkan suara seperti binatang yang hendak menerkam.
Aku dan Lea terdiam. Menunduk sambil memeluk lutut di bawah naungan semak belukar. Sesekali kuintip sosok aneh itu. Ia berusaha mencari-cari keberadaan kami. Sementara Lea, tubuhnya mulai kedinginan. Telapak tangan dan ujung kaki terasa seperti bongkahan es.
Laki-laki itu kian mendekat. Kakinya yang panjang melangkahi semak belukar tempat kami bersembunyi. Suara seramnya menggema. Seperti aungan serigala.
Quote:
"Lea, ayok, bangun!" Aku kembali menarik tangannya. Berlari menjauhi tempat penuh misteri. Akan tetapi, sesosok gadis kecil menghadang. Ya, Tuhan, ke mana kami harus berlari? Kami tersesat cukup jauh, batinku.
Sumber Gambar: Screnshoot googrl
"Ra, siapa itu?" Lea bersembunyi di belakangku.
"Aku tidak tahu."
Kami berjalan mundur. Mencoba bebaskan diri dari gadis kecil yang entah siapa itu. Hantu? Ataukah manusia biasa seperti aku dan Lea.
"Jangan mendekat!" teriakku.
"Ra ...." Lea semakin takut.
"Jangan ganggu kami!"
Aku melempari gadis kecil itu dengan potongan kayu. Akan tetapi, ia terus saja mendekat. Mengulurkan tangan kanannya. Ada apa dengannya?Lagi, aku membatin.
"Ra, dia datang! Dia akan memakan kita!" Lea berlari.
"Lea! Ayok, kembali! Lea! Berhenti!" Gadis itu terus saja berlari. Teriakanku seolah tak didengar. Dan, gadis kecil tadi, hilang entah ke mana. Aku dan Lea terpisah. Suasana hutan semakin gelap. Tak ada suara kicauan burung. Hanya angin sepoi yang menggerakkan dedaunan kering, dan menyentuh lembut tubuhku yang mulai tak berdaya.
Sumber Gambar: Screnshoot Google
Sinar rembulan membelah celah pepohonan yang menjulang tinggi. Aku terduduk tanpa bisa memejamkan mata sedikit pun. Pikiranku tertuju pada gadis manja bernama Lea. Teman sekolah yang melengkapi indahnya masa remaja. Berawal dari memenuhi permintaannya yang ingin diantar, membuang air kecil. Membuat kami berada dalam suasana mencekam dan terancam.
Quote:
"Ra, bangun. Tolong anterin aku buang air," pintanya malam itu.
"Jam berapa ini? Sudah malem banget, Lea!" tolakku.
"Tapi aku nggak tahan, Ra!" Dia mulai merajuk.
Ah, gadis ini memang menyebalkan. Tetapi, sebagaimanapun menyebalkan dirinya, ia tetap teman terbaikku di sekolah. Sebelum menyepakati untuk ikut acara Persami, aku dan Lea sudah berjanji akan saling membantu jika terjadi sesuatu yang mendesak dan sebagainya.
Malam itu, pukul 01:09 dini hari. Teman-teman sudah terlelap dan mungkin juga sedang bermimpi ria. Begitu juga dengan Kakak pembina pramuka. Mereka tertidur usai menikmati kebersamaan bernyanyi dan duduk mengelilingi api unggun.
Quote:
"Lea, di situ saja. Jangan jauh-jauh!" saranku dengan mata merem melek. Rasa kantuk begitu kuat. Sampai-sampai berjalan sempoyongan.
"Nanti diintip orang, Ra," sanggahnya.
"Orang dari mana? Ini, kan, sudah malem, Lea!"
"Udah, ah, ikut saja! Aku mau pipis di sana." Lea menunjuk ke arah yang di tuju menggunakan senter Handphone.
"Hah? Apa itu? Ra, coba lihat!" Lea menarik tanganku.
Terlihat sebuah gundukan seperti kuburan.
"Lea, jangan mendekat!"
Terlambat. Gadis itu sudah berada di dekat gundukan yang ditutupi dedaunan. Bukan kuburan, bukan juga tanah, melainkan mobil tua. Lea ditarik ke dalam. Aku yang berusaha menolong ikut ditarik dan tiba-tiba berada di sebuah hutan nan gelap.
Sumber Gambar: Screnshoot Google
Malam terasa begitu panjang. Aku dan Lea dipenuhi rasa takut dan sesal. Kenapa Lea mendekati gundukan itu? Sekarang, kami berada di tempat yang cukup jauh dari perkemahan. Teman-teman dan kakak pembina entah tahu atau tidak tentang keberadaan kami. Siapa yang membawa kami ke tempat asing berbau amis? Mobil tua itu? Bagaimana bisa mobil tua berjalan tanpa pengemudi? Oh tidak! Sesosok laki-laki muncul dari balik pohon. Apakah ia bisa mendengar suara hatiku?
Sumber Gambar: Screnshoot Google
Quote:
"Ara, lari!" Lea menarik tanganku. Berlari sekuat tenaga. Memasuki hutan belantara tanpa petunjuk jalan.
"Lea, kita harus kembali ke tenda!" Aku melepas genggamannya.
"Kita bahkan tidak tahu jalan kembalinya, Ra!"
"Lihat! Hutan ini begitu gelap. Bagaimana kita akan kembali?" lanjut Lea.
"Laki-laki tadi siapa? Mau apa? Apa dia akan membunuh kita?" Bertubi-tubi tanya keluar dari mulut Lea.
"Mana kutahu?!" bentakuku.
"Ini semua gara-gara kamu!" lanjutku lagi.
"Bagaimana aku tahu akan jadi seperti ini?"
"Ah! Sial!"
Aku dan Lea terdiam. Kemudian duduk menunggu matahari terbit. Sampai akhirnya berada di tempat yang berbeda. Siapa yang membawa kami berpindah tempat? Entahlah. Semua terjadi begitu saja.
"Ra, kita di mana?"
"Entahlah. Tempat ini mengerikan," sahutku pelan.
"Ra, apa itu?"
Lea menunjuk sesuatu. Ya, Tuhan. Laki-laki bertopeng.
"Ra, kita akan mati!" Lea mulai putus asa. Sementara aku? Aku ingin bebas dan kembali pulang dengan fisik sempurna. Kami seperti bermain petak umpet dengan manusia yang seperti berwujud iblis. Bagaimana tidak? Ia terus saja berusaha menerkam, dan kami tidak menyerah untuk menyelamatkan diri. Sampai akhirnya aku dan Lea berpisah.
Aku di mana? Apa yang terjadi? Apakah aku bermimpi?Heing .... Tak terdengar suara teman-teman. Jadi? Yang terjadi semalam itu, kenyataan? Aku mulai mencari jalan menuju tempat perkemahan. Sesekali meneriaki nama Lea. Akan tetapi, gadis manja itu tak juga menyahut. Sampai akhirnya aku berada di tempat yang aman. Ya, beberapa tenda terlihat tidak jauh dari tempatku berdiri.
Sumber Gambar: Screnshoot Google
Aku berlari mendekatinya. Teman-teman membuka tenda satu persatu. Kemudian membongkarnya.
Quote:
"Hei, Ra. Kamu dari mana pagi-pagi begini?" tanya salah satu teman.
"Ha? A-aku ... Aku ke sana. Biasa, hirup udara segar," ucapku berbohong.
"Lea ke mana?" tanyanya lagi.
"Lea? Bukannya dia--"
"Ara!"
Tiba-tiba gadis itu muncul di belakangku.
"Lea, kamu baik-baik saja, kan?" tanyaku memastikan.
"Apa yang terjadi dengan kita?" tanya Lea setengah berbisik.
"Entahlah. Teman-teman bahkan tidak menyadari bahwa kita menghilang dari semalam."
"Bagaimana caramu lolos dari gadis kecil itu? Aku pikir kamu sudah mati, Ra."
"Sembarangan! Sudah kubilang, aku ingin dan akan bebas dengan fisik sempurna.
"Ya ... Ya ... sahabatku memang keren." Lea mengacungkan dua jempol.
"Hei, kalian. Bantuin bongkar tendanya!" Kakak pembina mengarah pada kami. Secepat kilat aku dan Lea melaksanakan perintah.
Sumber Gambar: Screnshoot Google
Minggu pagi, kami diajarkan tentang tata cara pengamanan hutan, potensi pohon-pohon dalam kawasan hutan. Sampai mengenal batas petak hutan. Kegiatan diakhiri dengan menjelajahi area sekitar. Menikmati aliran sungai dengan airnya yang bersih. Setelahnya, kami pulang dan kembali ke rumah. Aku dan Lea membawa serta kisah semalam yang masih terasa mendebarkan.