ymulyanig3Avatar border
TS
ymulyanig3
Segenggam Cinta Di Perkemahan Sekolah



Hingar bingar suara tiap regu menggema diiringi yel-yel dan selogan. Wajah-wajah polos itu tampak bersemangat mengikuti setiap acara yang digelar sekolah.

Aku adalah salah satu siswi kelas 11 yang mengikuti acara kemah itu. Sebuah acara tahunan yang diadakan sebagai pengenalan untuk generasi baru di organisasi kepramukaan sekolah kami.


"Ti, lihat kak Andri! Ganteng banget ya ... " ucap Novi--sahabatku dengan antusias.

Aku hanya mengangguk sembari mengulum senyum. Ada debaran di dalam dada saat sosok idola itu melintas di depanku. Inilah salah satu alasan kami para siswi junior masuk eskul pramuka. Ada magnet berupa sosok rupawan dan karismatik yang menarik kami. Kak Andri adalah kakak kelas sekaligus idola hampir semua siswi di sekolah.


Siang itu tiap regu sibuk membangun tenda dan mencari kayu bakar. Beberapa siswi lainnya tampak mempersiapkan bahan makanan yang akan kami masak. Pramuka mengajarkan kami gotong royong dan mandiri.

Ini adalah kesekian kalinya aku mengikuti perkemahan yang diadakan sekolah. Selalu ada cerita dan kesan sendiri di setiap acaranya. Namun, kali ini berbeda. Ada sesuatu yang kuharpan terjadi pada perkemahan kali ini.

***
Semburat jingga tampak menghiasi cakrawala mengantar sang raja siang menuju peraduan. Tenda-tenda telah terpasang dan bejejer rapi. Tahun ini seperti biasa, kami mengadakan kemping di kaki gunung tak jauh dari sekolah. Langit tampak semakin gelap, acara pun segera dimulai.

Sambutan demi sambutan dibacakan oleh pembina dan perwakilan guru. Berlanjut ke acara perkenalan jajaran pengurus kepramukaan. Mulai dari ketua sampai anggota memperkenalkan diri kepada siswa baru. Tibalah di acara inti, berupa pencarian jejak dan pengenalan dasar-dasar kepramukaan.

Tim dipecah menjadi beberapa kelompok berisi empat siswa. Aku, Novi dan kedua juniorku bersiap untuk memulai pencarian jejak.

Suasana yang semakin gelap dan medan yang agak berliku dengan sedikit tanjakan dan turunan membuat kami harus lebih teliti dan hati-hati. Sejauh mata memandang deretan pohon pinus dan beberapa pohon rindang lainnya menambah kesan horor kaki gunung itu.

"Tio, kayaknya ada pita merah di atas pohon," ujarku kepada salah satu junior.

"Iya kak, biar saya ambilkan."

Anak lelaki berambut ikal itu tampak memanjat pohon yang dimaksud. Ada lima pita yang harus kami kumpulkan malam itu dan ini adalah pita yang ke empat.

"Dapat pitanya kak!" pekik Tio dari atas pohon yang tak terlalu tinggi.

"Bagus, ayo turun!" pintaku dengan mendongakkan kepala.

"Tinggal satu pita lagi," ucap Novi dengan seulas senyum.

Kami melanjutkan perjalanan sesuai petunjuk arah yang tersedia. Membelah rimbunnya hutan digelapnya malam, sampailah kami di satu tempat yang tampak lebih menyeramkan. Sebuah gundukan tanah dihiasi batu nisan menjadi pemandangan yang paling menakutkan. Pita merah terakhir yang kami cari terlihat diikatkan tepat pada batu nisan itu.

Malam semakin larut, embusan angin yang berdesau menggoyangan dedaunan di sekitar kami. Bulu kudukku serasa berdiri ketika suara gemericik air sayup-sayup terdengar diiringi kicauan burung hantu.

"Ti, aku takut," ucap Novi sembari menggenggam erat tanganku.

"Aku saja yang ambil pitanya." Tio menawarkan diri dengan penuh semangat. Tak nampak rona takut dari wajah bocah itu hingga membuat kami--seniornya merasa malu.

"Nggak apa-apa, biar Kakak saja," tukasku menyembunyikan rasa takut yang sudah menjalar ke seluruh tubuh.

Aku melangkah perlahan menuju kuburan itu, entah kuburan siapa yang terasing di tengah hutan. Tanganku mulai bergetar diiringi detak jantung yang semakin bertalu. Nafasku serasa terhenti ketika sekelebat bayangan hitam melintas di hadapan.

"Ahhrrhgggg!" pekikku dengan mata terpejam. Entah berapa lama aku terpejam dan tak berani membuka mata, sampai saat suara seseorang yang terdengar jelas di telinga.

"Kamu nggak apa-apa?" Suara yang tak asing di telingaku seketika menjadi obat mujarab dari rasa takut.

"Kak Andri!"

"Ayo! Kita kembali ke tenda," ajaknya sembari memapah tubuhku yang masih lemas.

"Ke mana Novi sama yang lainnya?"

"Mereka lari duluan."

"Dasar tidak setia kawan," gumamku pelan.

"Kamu nggak apa-apa kan?" tanya Kak Andri lembut.

Hatiku meleleh saat manik coklatnya menatapku lekat. Dinginnya malam tak terasa lagi saat di dekatnya. Kalau boleh meminta, ingin kuhentikan waktu saat ini. Saat berdua dengannya. Hanya berdua.


Kami menyusuri jalan setapak dengan penerangan lampu batrai yang mulai redup. Ia menggenggam tanganku sepanjang jalan.

"Argghh!" pekikku kaget ketika kaki tersandung sebuah benda keras hingga hampir terjatuh.

"Hati-hati," ucapnya sembari menahan tubuhku yang hampir terjatuh.

"Ayo!"

Kami bergegas melanjutkan perjalanan saat menyadari malam semakin larut. Dari kejauhan tampak sinar lampu yang tenda, itu artinya kebersamaan kami akan segera berakhir.

Langkah kami terhenti tepat di depan jejeran tenda. Hampir seluruh panitia dan peserta telah berkumpul di dekat api unggun. Kak Andri seketika melepas genggamannya dan membaur dengan yang lain. Aku masih tertegun dengan netra yang tak lepas dari sosok pujaan.

"Yanti! Kamu nggak apa-apa?" tanya Novi sambil berlari menghampiriku.

"Ah, kamu nggak setia kawan. Malah kabur," jawabku ketus.

"Maafin Ti, tadi aku takut banget."

"Ya udah, ayo! Ini pita kelimanya."

Kami pun bergabung dengan kelompok yang lain. Setelah mengumpulkan pita dan mengisi daftar bahwa telah menyelsaikan tantangan, kami langsung membaur dengan peserta lain. Acara selanjutnya adalah api unggun. Setelah makan, kami berkumpul kembali mengelilingi sebuah api unggun yang saat itu terlihat sangat indah.

Netraku mengedar ke sekeliling, mencari sosok pujaan hati sekaligus pahlawan bagiku. Pandanganku terhenti pada sosoknya yang duduk di seberang tempatku duduk. Aku hanya bisa menatapnya dari kejauhan dengan senyum simpul yang senantiasa menghiasi bibir.

Acara api unggun adalah acara terakhir sekaligus acara penutupan. Kata-kata penutup sekaligus doa disampaikan pembina kami, disusul wejangan-wejangan dan kata-kata motivasi.


Lagu demi lagu dilantunkan bergantian diiringi petikan gitar yang mengalun merdu. Beberapa siswa menyumbangkan suaranya untuk menghibur kami. Suasana semakin larut dalam kebersamaan, hampir semua siswa membaur untuk saling mengenal atau sekedar bertegur sapa.

"Ti ... " ucap Kak Andri sembari menepuk pundakku halus. Entah sejak kapan ia ada di belakangku.

"Iya Kak," sahutku sembari menunduk, menyembunyikan rona bahagia yang melompat-lompat di dalam hati.

Lelaki bertubuh tegap itu berdiri tepat disampingku. Tangan halusnya menggenggam erat tanganku sambil ikut berdendang mengikuti alunan lagu yang kami nyanyikan bersama.
Jantungku berdegup tak beraturan, rasa apa ini? Bahagia bercampur haru karena perasaanku telah ia sambut. Cintaku tak lagi bertepuk sebelah tangan.

Malam itu, adalah malam terindah di dalam hidupku. Kaki gunung menjadi saksi tumbuhnya benih-benih cinta dua insan.

End

Bandung, 4 Agustus 2019

Penulis : Ymulyanig3
Pic bylink gambar
Diubah oleh ymulyanig3 04-08-2019 03:16
KnightDruid
anasabila
someshitness
someshitness dan 27 lainnya memberi reputasi
28
5.2K
87
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan